Konon, ada seorang raja yang membangun sebuah masjid agung dengan maksud agar orang-orang dapat shalat di dalamnya. Tetapi ternyata, para penduduk negerinya tidak ada yang mau pergi ke masjid itu kecuali hanya sedikit saja. Sang Raja pun menyuruh imam masjid untuk berceramah kepada masyarakat tentang pentingnya ibadah shalat, dengan harapan mereka mau pergi ke masjid yang telah dibangunnya itu.
Sang Imam berceramah kepada orang-orang. Dia menjelaskan kepada mereka bahwa ibadah shalat merupakan wujud ketaatan seorang hamba kepada Allah swt.. Dia berkata: “Kita semua wajib untuk menunaikan shalat. Sesungguhnya keutamaan shalat di dalam masjid adalah 27 kali lipat daripada shalat di dalam rumah.”
Tidak ada yang mau pergi ke masjid itu kecuali hanya segelintir orang saja, meskipun Sang Imam sering menjelaskan kepada mereka tentang keutamaan shalat di dalam masjid. Sang Raja marah kepada Sang Imam, dia berkata: “Bagaimana dia bisa menjadi imam padahal dia tidak bisa mengajak orang-orang untuk shalat di dalam masjid?” Para menteri dan penasehat raja menyahut: “Benar, wahai Paduka! Sang Imam telah melakukan kesalahan.”
Beberapa hari kemudian, datanglah seorang petani miskin. Dia meminta izin untuk bertemu dengan Sang Raja. Penasehat Raja berkata: “Sungguh seorang petani telah datang untuk berbicara kepada Paduka tentang imam masjid itu.” Sang Raja mengizinkan petani itu untuk masuk. Petani itu berkata: “Wahai Paduka, negerimu ini adalah negeri yang baik. Sejak satu bulan lalu, hujan telah mengguyuri negerimu ini hingga negeri itu pun mengeluarkan hasil-hasil buminya. Segala puji hanya milik Allah.” Sang Raja menimpali: “Negeri yang baik akan mengeluarkan hasil-hasil yang baik pula, wahai Sang Petani.”
Satu bulan kemudian, petani miskin itu datang lagi untuk menghadap Sang Raja. Penasehat raja berkata: “Hari ini, petani itu akan bercerita kepadamu tentang imam masjid, karena pada pertemuan yang lalu dia belum menceritakan hal itu.” Sang Raja pun mengizinkan petani itu untuk masuk. Petani itu berkata kepada Sang Raja: “Wahai Paduka, sesungguhnya hujan telah mengguyuri negerimu ini sejak satu bulan lalu, tetapi anehnya tanah di daerah gurun di arah barat tidak mengeluarkan apa-apa kecuali hanya duri saja.” Sang Raja menjawab: “Tanah di daerah gurun memang hanya dapat mengeluarkan duri saja, dan hujan tidaklah bertanggung jawab atas hal itu….!!”
Satu bulan kemudian, petani miskin itu kembali datang untuk meminta izin bertemu dengan Sang Raja, dan Sang Raja mengizinkannya untuk masuk. Kali ini, petani itu berkata: “Bayangkanlah, wahai Paduka! Sudah sebulan yang lalu hujan turun dan mengguyuri batu-batuan, tetapi sampai saat ini batu-batuan itu belum mengeluarkan satu tanaman pun.” Sang Raja berkata: “Wahai petani yang baik, batu-batuan tidak mungkin menumbuhkan tanaman, dan sesungguhnya hujan tidak bertanggung jawab atas hal itu…!”
“Engkau benar, wahai Paduka! Bila demikian, maka Sang Imam masjid juga tidak bertanggung jawab atas orang-orang yang belum mendapat petunjuk dan belum mau menunaikan shalat di masjid itu. Ketahuilah bahwa orang-orang yang baik akan masuk masjid dan akan memenuhi seruan Sang Imam, sementara orang-orang selain mereka tidak mau memenuhi seruannya itu,” tegas sang petani.
Mendengar itu, Sang Raja langsung menyuruh seseorang untuk memanggil imam masjid, lalu dia berkata kepada Sang Imam: “Semoga keselamatan tercurahkan kepadamu. Wahai Imam kami, sungguh selama ini kami telah menzhalimimu. Cintailah orang-orang yang mau shalat dan mintalah hidayah (kepada Allah) untuk orang-orang yang tidak mau shalat. Sungguh kamu sama sekali tidak kuasa untuk memberi hidayah kepada mereka, dan sesungguhnya hanya Allah swt.-lah yang memberi hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Bila jiwa mereka baik, niscaya mereka akan shalat, seperti halnya tanah yang baik pasti akan mengeluarkan (menumbuhkan hal-hal yang baik pula (tanaman).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda