Kamis, 23 Juli 2009

Apakah Kepiting Laut Halal?

* Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya mau bertanya, apakah kepiting laut halal untuk dikonsumsi?
Terima kasih atas jawabannya

* Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

* Satria

* Jawaban:

* Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Mengenai hukum kepiting, memang ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkannya. Perbedaan ini muncul karena ada hadits Rasulullah saw. tentang air laut yang berbunyi: “Airnya suci dan bangkai binatangnya halal (dimakan).”

Hadits ini mengisyaratkan bahwa semua binatang laut adalah halal dikonsumsi, kecuali bila ada alasan-alasan tertentu, seperti ular laut diharamkan karena termasuk hewan berbisa. Pertanyaannya, apakah kepiting juga termasuk binatang laut? Sebagian ulama memberikan batasan tentang binatang laut. Imam Ar-Ramli mengatakan, yang dimaksud binatang laut adalah binatang yang tidak bisa hidup kecuali di dalam air, dan tidak bisa hidup di luar air kecuali hanya sebentar.

Mungkin pertanyaan saudara muncul karena ada sebagian orang yang menganggap haram kepiting laut, dengan alasan kepiting tersebut termasuk hewan yang bisa hidup di dua alam, laut dan darat. Memang, ulama zaman dulu mengharamkan kepiting dengan alasan tersebut.

Bila kita perhatikan, perbedaan pendapat ulama mengenai hukum kepiting sebenarnya disebabkan karena perbedaan penilaian di antara mereka tentang status kepiting tersebut, apakah ia termasuk binatang laut ataukah binatang yang bisa hidup di dua alam. Ulama dulu mengharamkan kepiting karena hanya melihat kenyataan bahwa kepiting masih bisa hidup di darat dalam waktu cukup lama, tidak seperti hewan-hewan laut pada umumnya.

Tetapi pada masa sekarang, seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, dapat diketahui bahwa kepiting tidak termasuk hewan yang bisa hidup di dua alam, seperti yang disimpulkan oleh para ulama zaman dulu. Menurut pakar kepiting, hewan tersebut adalah hewan laut, karena hanya bisa hidup di air. Kepiting yang ada di darat, bisa bertahan hidup karena membawa kantung air di dalam batok tempurungnya. Karenanya, ia tidak bisa hidup lama-lama di darat. Jika air bawaannya tersebut habis maka ia akan mati.

Dengan penemuan ini, maka ‘illah hukum yang dipakai oleh para ulama zaman dulu tidak relevan lagi. Hukumnya pun bisa berubah karena berubahnya alasan hukum (‘illat) nya. Karena hukum itu tergantung ‘illatnya, al-hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa’adaman. Apabila ‘illat berubah maka hukum pun bisa berubah.

Dengan begitu maka hukum memakan kepiting tidaklah haram tapi halal. Pendapat inilah yang dipakai oleh komisi fatwa MUI. Untuk lebih jelasnya silahkan baca fatwa MUI tentang Kepiting.

Untuk mendownload file fatwa MUI tentang kepiting, silahkan klik link berikut:

http://www.ziddu.com/download/5709266/fatwaMUItentangkepiting.doc.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda