Tampilkan postingan dengan label Tafsir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tafsir. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 November 2009

Surah An-Naas

“Katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia; dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia, dari (golongan) jin dan manusia.’” (QS. An-Naas [114]: 1-6)

Makna Kata:

قُلْ : Katakanlah. Berasal dari kata qaala yaquulu. Perintah ini merupakan perintah kepada Nabi Muhammad saw. yang juga ditujukan kepada umatnya.

أَعُوْذُ : Aku berlindung. Maksudnya meminta pertolongan kepada Allah agar dijauhkan dari hal-hal yang buruk. Dari kata ini, terbentuklah kata ta’awwudz dan isti’adzah.

رَبِّ النَّاسِ : Tuhan manusia. Kata “Rabb” berasal dari kata rabba yarubbu yang berarti mendidik, memelihara. Jadi, Rabbun-naas artinya Dzat Yang Memelihara, Mendidik dan Membimbing manusia.

مَلِكِ النَّاسِ : Raja manusia; Dzat Yang Merajai dan Menguasai manusia.

إِلَهِ النَّاسِ : Sembahan manusia; Dzat yang patut disembah oleh manusia. Kata ini mengandung unsur kesempurnaan Allah dan penghambaan manusia terhadap-Nya.

شَرِّ : Kejahatan (bisikan)

الْوَسْوَاسِ : Syaitan. Berasal dari kata waswasa yuwaswisu yang artinya membisik-bisiki. Ini menunjukkan bahwa syaitan selalu berusaha untuk membisik-bisiki manusia.

الْخَنَّاسِ : yang biasa bersembunyi, hingga tidak terlihat oleh manusia.

يُوَسْوِسُ : membisikkan; Mendorong manusia secara sembunyi-sembunyi untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat.

الْجِنَّةِ : Jin

Tafsir Surah:

v Surah ini mengandung perintah kepada manusia untuk selalu memohon pertolongan kepada Allah dalam semua urusan mereka karena Dialah Dzat yang telah mendidik, memelihara dan membimbing mereka dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan mereka.

v Surah ini juga memerintahkan manusia untuk memohon perlindungan kepada Allah dari hal-hal yang buruk, termasuk dari godaan (bisikan) syaitan yang selalu membisik-bisiki manusia untuk melakukan berbagai macam keburukan atau perbuatan dosa serta menjadikannya selalu terlihat indah dalam pandangannya.

v Bila seorang muslim menyebut nama Allah swt., maka syeitan akan lari dan bersembunyi hingga tidak mampu lagi menggoda orang tersebut untuk berbuat maksiat. Tetapi bila seorang muslim jarang berdzikir (mengingat) Allah, maka syaitan akan datang kepadanya, akan membisik-bisikinya dan akan membimbingnya ke jalan yang sesat.

v Di antara manusia ada orang yang memiliki kemampuan membujuk orang lain untuk melakukan perbuatan maksiat. Orang-orang seperti ini diumpamakan seperti syaitan, bahkan diistilahkan dengan syayaatiin al-insi (syaitan-syaitan manusia). Oleh karena itu, setiap muslim diperintahkan untuk berhati-hati dalam memilih teman. Dia harus berteman dengan orang-orang yang shaleh dan bertakwa, yang dapat membantu dan mendorongnya untuk melakukan amal-amal shaleh. Dia juga diperintahkan untuk menjauhi teman-teman yang tidak baik, yang akan mengajaknya kepada keburukan dan perbuatan dosa. Rasulullah saw. bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dengan tukang las (patri). Bila kamu dekat dengan penjual minyak wangi, ada kemungkinan akan membeli (minyak itu) darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya. Tetapi bila dengan dengan tukang las, (percikan api) akan mengenai tubuhmu atau bajumu, atau kamu akan mencium bau yang tidak sedap.”

Minggu, 04 Oktober 2009

Tafsir Surah Al-Fajr

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَالْفَجْرِ (١) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (٢) وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ (٣) وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ (٤) هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ (٥) أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ (٦) إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ (٧) الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ (٨) وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ (٩) وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ (١٠) الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ (١١) فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ (١٢) فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ (١٣) إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ (١٤) فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (١٥) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (١٦) كَلَّا بَل لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (١٧) وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (١٨) وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا (١٩) وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا (٢٠) كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا (٢١) وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا (٢٢) وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى (٢٣) يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (٢٤) فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ (٢٥) وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ (٢٦) يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (٢٨) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (٢٩) وَادْخُلِي جَنَّتِي (٣٠)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (yaitu?) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah, dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanmu“. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur-baurkan (yang halal dan yang bathil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turun, dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya. Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surgaku. (QS. Al-Fajr [89]: 1-30)


Makna kosakata:

Layaalin ‘asyr (dan malam yang sepuluh), maksudnya sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah.

Dzaatil-’imaad (yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi), maksudnya yang memiliki rumah-rumah.

Asy-syaf’u (yang genap), maksudnya adalah hari raya Kurban (Idul Adha).

Al-witr (yang ganjil), maksudnya adalah hari ‘Arafah (hari ke-9 dari bulan Dzulhijjah).

Hijr, maksudnya akal (orang-orang yang berakal).

A’ad, maksudnya adalah kaumnya Nabi Hud as.

Tsamuud, maksudnya adalah kaumnya Nabi Shaleh as.

Sautha ‘adzaab (cemeti adzab), maksudnya salah satu jenis adzab atau siksaan dari Allah.

Ibtalaahu, maksudnya mengujinya.

At-turaatsa (harta pusaka), maksudnya harta warisan.

Jamman (yang berlebihan), maksudnya kecintaan yang banyak.

Yuutsiqu, maksudnya mengikat.


Allah swt. bersumpah dengan nama waktu-waktu yang diberkahi seperti waktu shalat Fajar dan sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah (termasuk hari Kurban yang ada di dalamnya), bahwa orang-orang kafir akan disiksa karena kekufuran mereka sebagaimana umat-umat selain mereka yang kafir juga telah disiksa oleh Allah seperti kaum ‘Aad (kaumnya Nabi Hud as.), kaum Tsamud (Kaum Nabi Shaleh as.) dan kaum Fir’aun (penguasa Mesir yang zhalim). Mereka semua dan juga kaum-kaum lainnya (yang juga kafir) telah dibinasakan oleh Allah swt. setelah sebelumnya Dia memberikan berbagai macam kenikmatan kepada mereka.

Kemudian Allah swt. menjelaskan kepada manusia bahwa kekayaan, kemiskinan, kebaikan, keburukan dan setiap musibah yang menimpa manusia merupakan ujian dari Allah swt. yang diberikan kepada manusia. Oleh karena itu, jika Allah swt. menganugerahkan kepadanya kebaikan dan rezeki, maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya. Sebaliknya, jika Allah menimpakan kepadanya penyakit, kemiskinan atau yang lainnya, maka hendaklah dia bersabar, tidak berputus asa dari rahmat Allah dan tidak bersikap seperti orang kafir yang tidak memiliki perhatian lain di dunia ini kecuali pada upaya untuk mengumpulkan harta, lalu dia tidak menyayangi anak yatim atau memberi makan orang miskin.

Setelah itu, Allah swt. mengingatkan manusia agar waspada terhadap datangnya hari Kiamat yang akan menggoncangkan bumi secara berturut-turut, dimana pada hari itu para malaikat akan berbaris di hadapan Allah, lalu seluruh manusia melihat neraka telah berada di depan mata mereka sehingga setiap orang pun akan mengingat apa yang telah dilakukannya. Penyesalan pada hari itu sama sekali tidak bermanfaat bagi orang kafir, dan neraka Jahannam-lah tempat kembalinya. Sedangkan orang Mukmin yang berjiwa tenang karena pengaruh amal perbuatannya, akan berada di surga dan dapat merasakan berbagai kenikmatan di dalamnya.

Rabu, 02 September 2009

Tafsir Surah Al-Maa’uun

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ، فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ، وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ، فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ، الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ، الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ، وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (QS. Al-Maa’uun [107]: 1-7)


Laa yahudhdhu (tidak menganjurkan), maksudnya adalah tidak membantu.

Fawailun (maka kecelakaanlah), maksudnya adzab yang pedih.

Yuraa`uun (berbuat riya`), maksudnya adalah menampakkan hal yang berbeda dengan apa yang sebenarnya ada dalam bathin mereka.

Al-Maa’uun (barang-barang berguna), maksudnya adalah barang-barang yang bermanfaat yang biasa dipertukarkan di antara orang-orang.


Akhlak yang baik (mulia) merupakan buah dari keimanan kepada Allah dan hari Akhir. Orang yang tidak beriman akan memiliki hati yang keras; dia tidak mau menyayangi anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang fakir. Allah akan menyiksa orang seperti ini dengan siksaan yang pedih.

Siksaan yang pedih juga akan diterima oleh orang yang bermalas-malasan dalam mengerjakan shalat dan mengakhirkan pelaksanaan shalat hingga waktunya habis, dan juga orang yang shalat dengan niat agar dirinya dipandang sebagai orang yang rajin shalat. Orang seperti ini adalah orang munafik.

Hal serupa juga akan dialami oleh orang yang bakhil, yang tidak mau memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik bantuan berupa tenaga maupun barang-barang yang bermanfaat.

Surah ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa keimanan tidak hanya berhubungan dengan aspek ibadah semata, tetapi juga berkaitan dengan aspek sosial. Atau dengan kata lain, di samping berhubungan dengan hablun minallaah (hubungan vertikal/hubungan dengan Allah), keimanan juga berkaitan dengan hablun minan-naas (hubungan horizontal/hubungan dengan sesama manusia). Keimanan seseorang tidak dianggap sempurna bila dia tidak menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia, salah satunya dengan cara menyantuni yatim piatu dan menolong fakir misikin atau orang yang membutuhkan.

Minggu, 16 Agustus 2009

Tafsir Surah Adh-Dhuhaa

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuhaa [93]: 1-11)

Adh-Dhuhaa (waktu matahari sepenggalan naik), maksudnya permulaan waktu siang.
Sajaa (telah sunyi), maksudnya telah gelap gulita.
Wadda’aka, maksudnya tiada meninggalkan kamu.
Qalaa, maksudnya benci.
Aawaa (melindungimu), maksudnya memeliharamu.
Dhaallan, maksudnya orang yang bingung.
‘Aa`ilan (seorang yang kekurangan), maksudnya orang fakir.
Laa taqhar (janganlah kamu berlaku sewenang-wenang), maksudnya janganlah kamu menghinakan.
Laa tanhar, maksudnya janganlah menghardik.
Haddits (hendaklah kamu menyebut-nyebutnya), yang dimaksud dengan menyebut-nyebut nikmat di sini adalah sering mengingatnya baik dengan lisan atau hanya dalam hati saja, sehingga dengannya seseorang akan terdorong untuk selalu bersyukur kepada Allah. Ada pula yang menafsirkan: “dan terhadap nikmat Tuhanmu sedekahkanlah…”

Penjelasan Surah:
Penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad saw. pernah berhenti untuk sementara waktu, maka orang-orang Musyrik pun segera menyebarkan isu bahwa Tuhan Muhammad saw. telah meninggalkan dan membenci beliau. Dari sini, maka turunlah surah ini, yang di dalamnya Allah swt. bersumpah atas nama permulaan waktu siang dan kegelapan malam bahwa Dia tidak mungkin meninggalkan beliau, dan bahwa Dia akan memberikan berbagai nikmat dan karunia-Nya kepada beliau hingga beliau merasa puas. Kemudian Allah swt. menyebutkan nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw., sebelum beliau diutus sebagai rasul dengan tujuan untuk menenangkan hati beliau.
Di sini Allah ingin menegaskan kepada beliau bahwa sebagaimana Dia telah memperhatikan dan menjaga Nabi saat beliau masih yatim serta telah memberinya petunjuk menuju jalan yang benar, bukan jalan yang sesat yang ditempuh oleh kaum beliau, maka Dia juga akan melindungi beliau dari kemiskinan dan akan menjadikannya sebagai orang yang kaya hati.
Setelah penyebutan nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah kepada Nabi tersebut, Nabi saw. pun semakin yakin bahwa Allah swt. tidak akan meninggalkan diri beliau setelah beliau diangkat sebagai rasul. Karena itu, Nabi saw. diminta untuk selalu bersyukur kepada Allah atas limpahan karunia-karunia tersebut.