Syeikh Abdul Qadir Al-Kailani berdiri di atas mimbar untuk berkhutbah. Dia mengingatkan Khalifah Al-Muqtafi akan perintah Allah dan mengingkari kebijakannya yang telah mengangkat Yahya bin Sa’id atau yang biasa dikenal dengan nama Ibnu Muzahim, seorang yang zhalim, sebagai hakim.
Al-Kailani berkata: “Sungguh engkau telah mengangkat orang yang paling zhalim sebagai hakim bagi kaum Muslimin. Apa yang akan engkau katakan pada Hari Akhir nanti ketika engkau menjawab pertanyaan Tuhan semesta alam, Dzat Yang Paling Penyayang di antara para penyayang?” Mendengar itu, tubuh Khalifah Al-Muqtafi langsung bergetar, lalu dia segera mencopot Ibnu Muzahim dari jabatannya.
Inilah pertanyaan yang seharusnya tertanam dalam benak kita sebagai Muslim ketika hendak melakukan satu perbuatan yang tidak baik atau mengambil tindakan yang bertentangan dengan syariat Islam. Pertanyaan seperti ini akan membuat seseorang berpikir seribu kali ketika hendak melakukan perbuatan tersebut. Alangkah indahnya negara kita bila dalam hati para pejabatnya telah tertanam pertanyaan yang sangat tinggi nilainya itu.
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Rabu, 20 Januari 2010
Rabu, 13 Januari 2010
Aku Menangis Karena Tidak Dapat Mendengar Teriakan Orang Yang Terzhalimi
Abu Ja’far Al-Manshur termasuk salah seorang khalifah di kalangan Bani Abbasiyah yang memiliki keberanian paling besar, kekuatan paling dahsyat, serta paling pintar dalam mengendalikan kekuasaan dan mengatur urusan-urusan rakyatnya. Selain itu, dia adalah seorang yang memiliki komitmen keagamaan dan ketakwaan yang tinggi. Seandainya bukan karena adanya sejumlah kesalahan yang telah dilakukannya, yang berhasil dicatat oleh para peneliti (yang obyektif), niscaya dia termasuk ke dalam golongan khalifah yang paling agung.
Pada salah satu tahun, Khalifah Al-Manshur menunaikan ibadah haji. Ketika dia melakukan thawaf di Baitullah di malam hari, dimana pada saat itu orang-orang sedang tidur, dia mendengar (suara) seorang laki-laki yang sedang berdoa kepada Allah dengan penuh kekhusyuan dan kerendahan hati. Laki-laki itu mengucapkan: “Ya Allah, sesungguhnya aku mengadukan kepada-Mu tentang munculnya kezhaliman, kerusakan di muka bumi dan kerakusan yang sering menjadi penghalang antara kebenaran dengan orang-orang yang mencintainya.” Mendengar itu, Khalifah Al-Manshur segera menghampiri laki-laki tersebut, lalu dia bertanya kepadanya tentang apa yang baru saja didengarnya. Laki-laki itu pun menjawab: “Engkau adalah orang yang menyebabkan munculnya kerusakan dan kezhaliman itu, serta orang yang dirinya telah dirasuki oleh kerakusan.”
Sang Khalifah menimpali: “Bagaimana mungkin kerakusan merasuk ke dalam diriku, sementara setiap apa yang aku inginkan ada dalam genggaman tanganku (selalu terwujud)?” Laki-laki itu menjawab: “Apakah ada seseorang yang dirinya lebih banyak dirasuki oleh kerakusan daripada dirimu, wahai Amirul Mukminin? Sesungguhnya Allah telah menyerahkan kepadamu urusan-urusan dan harta kaum Muslimin, tetapi engkau malah menutup urusan-urusan mereka (tidak menanganinya dengan baik) dan berambisi untuk mengumpulkan harta-harta mereka. Lalu engkau membuat tabir yang membatasi antara dirimu dengan mereka. Engkau juga mengangkat para menteri dan pembantu yang tidak baik; dimana jika engkau lupa maka mereka tidak mau mengingatkanmu, dan jika engkau hendak melakukan kebaikan maka mereka tidak menolong (mendukung)mu. Engkau telah memberikan dukungan kepada mereka dalam menzhalimi orang-orang, baik dengan menggunakan harta, tenaga orang-orang (pasukan) maupun senjata.
Engkau juga menyuruh mereka agar tidak ada yang bisa menemuimu kecuali Fulan dan Fulan. Engkau tidak menyuruh mereka untuk menjalin hubungan dengan orang yang dizhalimi, orang yang lemah, orang yang kelaparan dan orang yang tidak memiliki pakaian. Ketahuilah bahwa tidak ada seorangpun (di antara mereka) kecuali pada harta-hartamu terdapat hak untuknya. Ketika para menteri dan pembantumu melihatmu menahan harta dan tidak membagikannya (kepada orang-orang yang membutuhkan), mereka pun berkata: ‘Sang Khalifah saja telah mengkhianati Allah, maka mengapa kita tidak ikut mengkhianati-Nya.’ Mereka sepakat untuk menyembunyikan urusan-urusan (hal ihwal) rakyat darimu kecuali apa yang mereka inginkan saja.
Tidak ada seorang pegawai pun yang tidak mematuhi mereka kecuali mereka akan mengucilkannya. Ketika berita mengenai hal itu telah tersebar luas di kalangan masyarakat, orang-orang pun merasa takut kepada mereka. Kemudian para pegawaimu memberikan kepada mereka sejumlah hadiah dan harta dengan tujuan agar dirinya mendapatkan kebebasan untuk melakukan kezhaliman. Orang-orang yang memiliki harta dan kekuatan di kalangan rakyatmu juga melakukan hal yang sama dengan tujuan agar dirinya dapat berbuat sewenang-wenang terhadap orang-orang yang lebih lemah. Akhirnya, bumi Allah ini pun dipenuhi oleh kezhaliman dan kerusakan.
Orang-orang seperti itu (maksudnya para menteri dan pembantumu) telah menjadi partnermu dalam mengendalikan kekuasaan, sementara engkau sendiri tidak menyadari akan hal itu. Jika ada salah seorang di antara rakyatmu datang guna meminta pertolongan kepadamu, mereka pun berusaha untuk menghalang-halanginya agar dia tidak dapat bertemu denganmu. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, tidak ada satu kezhaliman pun yang diadukan (dilaporkan) kecuali khalifah (yang berkuasa) akan mengetahuinya, lalu dia akan segera membantu orang yang dizhalimi. Konon, pernah ada seorang laki-laki yang berangkat dari tempat yang paling jauh hingga akhirnya dia sampai di depan pintu rumah penguasa mereka (guna mengadukan kezhaliman yang menimpanya), maka penguasa yang berkuasa pada saat itu pun segera menegakkan keadilan untuknya.
Suatu ketika, aku pernah bepergian ke negeri Cina. Di sana, aku melihat penguasa negeri itu sedang menangis karena satu musibah yang menimpanya, yang menyebabkan pendengarannya tidak berfungsi lagi. Salah seorang menterinya bertanya kepadanya: ‘Mengapa engkau menangis, wahai Paduka? Apa yang menyebabkan kedua matamu meneteskan air mata?’
Sang penguasa itu menjawab: ‘Aku tidak menangis karena musibah yang baru saja menimpaku, tetapi aku menangis karena aku tidak dapat lagi mendengar teriakan orang yang dizhalimi. Akan tetapi, walaupun pendengaranku sudah tidak berfungsi lagi, (aku masih bersyukur karena) penglihatanku masih normal.’ Dia pun memerintahkan para pembantu (menteri)nya untuk memberikan pengumuman kepada seluruh rakyat, agar tidak ada yang memakai pakaian yang berwarna merah kecuali orang yang dizhalimi. Setelah itu, dia menaiki seekor gajah pada siang hari dan berkeliling menyelusuri jalan-jalan (yang ada di negerinya) dengan maksud agar dia dapat melihat orang yang dizhalimi, sehingga dia dapat menolongnya.
Wahai Amirul Mukminin, Sang Penguasa itu adalah orang yang menyekutukan Allah, sementara engkau adalah orang yang beriman kepada-Nya dan merupakan keturunan para Nabi-Nya (Abbas bin Abdul Muthalib). Tetapi mengapa engkau melakukan hal seperti itu? Apa yang akan engkau perbuat di hadapan Sang Raja yang telah mengaruniakan kepadamu kekuasaan di dunia, padahal Dia mengetahui semua hal yang ada pada dirimu, termasuk hal-hal yang engkau sembunyikan? Apa yang akan engkau katakan ketika semua kenikmatan duniawi telah dicabut dari dirimu, lalu Sang Raja itu memanggilmu untuk menjalani proses perhitungan amal? Apakah hal-hal yang telah engkau perbuat selama ini dapat bermanfaat bagimu pada saat itu?”
Mendengar penjelasan itu, Khalifah Al-Manshur pun menangis hingga suaranya terdengar sangat keras. Kemudian dia berkata: “Aduhai, seandainya aku tidak diciptakan (sebagai manusia) dan seandainya aku tidak menjadi apa-apa!”
Laki-laki itu berkata: “Engkau harus mendekati para imam yang pandai memberi nasehat!” Khalifah Al-Manshur bertanya: “Siapakah mereka itu?” Laki-laki itu menjawab: “Mereka adalah para ulama yang bertakwa.” Khalifah Al-Manshur berkata: “Mereka telah lari dariku!” Laki-laki itu berkata: “Mereka melarikan diri darimu karena mereka khawatir engkau akan melibatkan mereka dalam dosa-dosa yang engkau lakukan. Karena itu, bukalah pintu-pintumu, angkatlah tabir-tabir penutup (antara dirimu dengan rakyatmu), tolonglah dan lindungilah orang yang dizhalimi, ambillah harta yang baik dan bagikanlah harta itu kepada rakyatmu secara adil. Jika engkau melakukan hal itu, maka aku jamin mereka pasti akan kembali dari tempat pelariannya guna mendatangimu, lalu mereka akan membantumu dalam memperbaiki kondisimu dan juga kondisi rakyatmu.”
Sang Khalifah berkata: “Ya Allah, berikanlah kepadaku taufik (petunjuk dan kemampuan) untuk melakukan apa yang telah dikatakan oleh laki-laki ini.” Kemudian Sang Khalifah menunduk guna mencium laki-laki tersebut.
***
Dikutip dari buku: Tsalaatsu Mi`ah Qishshah Wa Qishshah Min Hayaat Ash-Shaalihiin (301 Kisah Orang Shaleh) karya Dr. Musthafa Murad
Pada salah satu tahun, Khalifah Al-Manshur menunaikan ibadah haji. Ketika dia melakukan thawaf di Baitullah di malam hari, dimana pada saat itu orang-orang sedang tidur, dia mendengar (suara) seorang laki-laki yang sedang berdoa kepada Allah dengan penuh kekhusyuan dan kerendahan hati. Laki-laki itu mengucapkan: “Ya Allah, sesungguhnya aku mengadukan kepada-Mu tentang munculnya kezhaliman, kerusakan di muka bumi dan kerakusan yang sering menjadi penghalang antara kebenaran dengan orang-orang yang mencintainya.” Mendengar itu, Khalifah Al-Manshur segera menghampiri laki-laki tersebut, lalu dia bertanya kepadanya tentang apa yang baru saja didengarnya. Laki-laki itu pun menjawab: “Engkau adalah orang yang menyebabkan munculnya kerusakan dan kezhaliman itu, serta orang yang dirinya telah dirasuki oleh kerakusan.”
Sang Khalifah menimpali: “Bagaimana mungkin kerakusan merasuk ke dalam diriku, sementara setiap apa yang aku inginkan ada dalam genggaman tanganku (selalu terwujud)?” Laki-laki itu menjawab: “Apakah ada seseorang yang dirinya lebih banyak dirasuki oleh kerakusan daripada dirimu, wahai Amirul Mukminin? Sesungguhnya Allah telah menyerahkan kepadamu urusan-urusan dan harta kaum Muslimin, tetapi engkau malah menutup urusan-urusan mereka (tidak menanganinya dengan baik) dan berambisi untuk mengumpulkan harta-harta mereka. Lalu engkau membuat tabir yang membatasi antara dirimu dengan mereka. Engkau juga mengangkat para menteri dan pembantu yang tidak baik; dimana jika engkau lupa maka mereka tidak mau mengingatkanmu, dan jika engkau hendak melakukan kebaikan maka mereka tidak menolong (mendukung)mu. Engkau telah memberikan dukungan kepada mereka dalam menzhalimi orang-orang, baik dengan menggunakan harta, tenaga orang-orang (pasukan) maupun senjata.
Engkau juga menyuruh mereka agar tidak ada yang bisa menemuimu kecuali Fulan dan Fulan. Engkau tidak menyuruh mereka untuk menjalin hubungan dengan orang yang dizhalimi, orang yang lemah, orang yang kelaparan dan orang yang tidak memiliki pakaian. Ketahuilah bahwa tidak ada seorangpun (di antara mereka) kecuali pada harta-hartamu terdapat hak untuknya. Ketika para menteri dan pembantumu melihatmu menahan harta dan tidak membagikannya (kepada orang-orang yang membutuhkan), mereka pun berkata: ‘Sang Khalifah saja telah mengkhianati Allah, maka mengapa kita tidak ikut mengkhianati-Nya.’ Mereka sepakat untuk menyembunyikan urusan-urusan (hal ihwal) rakyat darimu kecuali apa yang mereka inginkan saja.
Tidak ada seorang pegawai pun yang tidak mematuhi mereka kecuali mereka akan mengucilkannya. Ketika berita mengenai hal itu telah tersebar luas di kalangan masyarakat, orang-orang pun merasa takut kepada mereka. Kemudian para pegawaimu memberikan kepada mereka sejumlah hadiah dan harta dengan tujuan agar dirinya mendapatkan kebebasan untuk melakukan kezhaliman. Orang-orang yang memiliki harta dan kekuatan di kalangan rakyatmu juga melakukan hal yang sama dengan tujuan agar dirinya dapat berbuat sewenang-wenang terhadap orang-orang yang lebih lemah. Akhirnya, bumi Allah ini pun dipenuhi oleh kezhaliman dan kerusakan.
Orang-orang seperti itu (maksudnya para menteri dan pembantumu) telah menjadi partnermu dalam mengendalikan kekuasaan, sementara engkau sendiri tidak menyadari akan hal itu. Jika ada salah seorang di antara rakyatmu datang guna meminta pertolongan kepadamu, mereka pun berusaha untuk menghalang-halanginya agar dia tidak dapat bertemu denganmu. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, tidak ada satu kezhaliman pun yang diadukan (dilaporkan) kecuali khalifah (yang berkuasa) akan mengetahuinya, lalu dia akan segera membantu orang yang dizhalimi. Konon, pernah ada seorang laki-laki yang berangkat dari tempat yang paling jauh hingga akhirnya dia sampai di depan pintu rumah penguasa mereka (guna mengadukan kezhaliman yang menimpanya), maka penguasa yang berkuasa pada saat itu pun segera menegakkan keadilan untuknya.
Suatu ketika, aku pernah bepergian ke negeri Cina. Di sana, aku melihat penguasa negeri itu sedang menangis karena satu musibah yang menimpanya, yang menyebabkan pendengarannya tidak berfungsi lagi. Salah seorang menterinya bertanya kepadanya: ‘Mengapa engkau menangis, wahai Paduka? Apa yang menyebabkan kedua matamu meneteskan air mata?’
Sang penguasa itu menjawab: ‘Aku tidak menangis karena musibah yang baru saja menimpaku, tetapi aku menangis karena aku tidak dapat lagi mendengar teriakan orang yang dizhalimi. Akan tetapi, walaupun pendengaranku sudah tidak berfungsi lagi, (aku masih bersyukur karena) penglihatanku masih normal.’ Dia pun memerintahkan para pembantu (menteri)nya untuk memberikan pengumuman kepada seluruh rakyat, agar tidak ada yang memakai pakaian yang berwarna merah kecuali orang yang dizhalimi. Setelah itu, dia menaiki seekor gajah pada siang hari dan berkeliling menyelusuri jalan-jalan (yang ada di negerinya) dengan maksud agar dia dapat melihat orang yang dizhalimi, sehingga dia dapat menolongnya.
Wahai Amirul Mukminin, Sang Penguasa itu adalah orang yang menyekutukan Allah, sementara engkau adalah orang yang beriman kepada-Nya dan merupakan keturunan para Nabi-Nya (Abbas bin Abdul Muthalib). Tetapi mengapa engkau melakukan hal seperti itu? Apa yang akan engkau perbuat di hadapan Sang Raja yang telah mengaruniakan kepadamu kekuasaan di dunia, padahal Dia mengetahui semua hal yang ada pada dirimu, termasuk hal-hal yang engkau sembunyikan? Apa yang akan engkau katakan ketika semua kenikmatan duniawi telah dicabut dari dirimu, lalu Sang Raja itu memanggilmu untuk menjalani proses perhitungan amal? Apakah hal-hal yang telah engkau perbuat selama ini dapat bermanfaat bagimu pada saat itu?”
Mendengar penjelasan itu, Khalifah Al-Manshur pun menangis hingga suaranya terdengar sangat keras. Kemudian dia berkata: “Aduhai, seandainya aku tidak diciptakan (sebagai manusia) dan seandainya aku tidak menjadi apa-apa!”
Laki-laki itu berkata: “Engkau harus mendekati para imam yang pandai memberi nasehat!” Khalifah Al-Manshur bertanya: “Siapakah mereka itu?” Laki-laki itu menjawab: “Mereka adalah para ulama yang bertakwa.” Khalifah Al-Manshur berkata: “Mereka telah lari dariku!” Laki-laki itu berkata: “Mereka melarikan diri darimu karena mereka khawatir engkau akan melibatkan mereka dalam dosa-dosa yang engkau lakukan. Karena itu, bukalah pintu-pintumu, angkatlah tabir-tabir penutup (antara dirimu dengan rakyatmu), tolonglah dan lindungilah orang yang dizhalimi, ambillah harta yang baik dan bagikanlah harta itu kepada rakyatmu secara adil. Jika engkau melakukan hal itu, maka aku jamin mereka pasti akan kembali dari tempat pelariannya guna mendatangimu, lalu mereka akan membantumu dalam memperbaiki kondisimu dan juga kondisi rakyatmu.”
Sang Khalifah berkata: “Ya Allah, berikanlah kepadaku taufik (petunjuk dan kemampuan) untuk melakukan apa yang telah dikatakan oleh laki-laki ini.” Kemudian Sang Khalifah menunduk guna mencium laki-laki tersebut.
***
Dikutip dari buku: Tsalaatsu Mi`ah Qishshah Wa Qishshah Min Hayaat Ash-Shaalihiin (301 Kisah Orang Shaleh) karya Dr. Musthafa Murad
Rabu, 06 Januari 2010
Bersikap Adillah Wahai Sang Penguasa!!
Suatu hari, Syabib bin Syaibah pernah masuk untuk menemui Khalifah Al-Mahdi, lalu dia berkata kepadanya: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah swt. telah memberimu (kemegahan) kehidupan dunia, maka berikanlah kepada rakyatmu bagian dari kehidupanmu yang baik (menyenangkan)!” Al-Mahdi berkata: “Memangnya apa yang seharusnya aku berikan kepada rakyat?” Syabib menjawab: “Keadilan, karena sesungguhnya jika rakyat dapat tidur dalam keadaan aman (nyaman), maka engkau akan tidur dengan tenang di dalam kuburmu!”
Kemudian Syabib berkata lagi: “Wahai Amirul Mukminin, berhati-hatilah engkau terhadap waktu malam yang setelahnya tidak ada lagi waktu siang dan terhadap waktu siang yang setelahnya tidak ada lagi waktu malam (maksudnya hari kiamat). Berbuat adillah semampumu, karena sesungguhnya bila engkau berbuat adil maka engkau akan diberi balasan atas perbuatan adilmu itu, dan bila engkau berbuat zhalim maka engkau juga akan diberi balasan atas perbuatan zhalimmu itu. Hiasilah dirimu dengan ketakwaan, karena sesungguhnya pada saat semua manusia dikumpulkan (di padang Mahsyar nanti), tidak perlu ada seorang pun yang meminjamkan perhiasannya kepadamu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
‘Perindahlah dan hiasilah dirimu dengan hal-hal yang baik #
Karena dengannya kamu tidak perlu meminjam (perhiasan itu) kepada seorang pun pada Hari Kebangkitan nanti.
Tangan yang baik (suka melakukan kebajikan) tidak akan usang, karena itu berusahalah kamu untuk meraihnya #
Niscaya kamu akan mendapatkan keuntungan yang banyak, sementara modal kamu akan tetap utuh.’”
Kemudian Syabib berkata lagi: “Wahai Amirul Mukminin, berhati-hatilah engkau terhadap waktu malam yang setelahnya tidak ada lagi waktu siang dan terhadap waktu siang yang setelahnya tidak ada lagi waktu malam (maksudnya hari kiamat). Berbuat adillah semampumu, karena sesungguhnya bila engkau berbuat adil maka engkau akan diberi balasan atas perbuatan adilmu itu, dan bila engkau berbuat zhalim maka engkau juga akan diberi balasan atas perbuatan zhalimmu itu. Hiasilah dirimu dengan ketakwaan, karena sesungguhnya pada saat semua manusia dikumpulkan (di padang Mahsyar nanti), tidak perlu ada seorang pun yang meminjamkan perhiasannya kepadamu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
‘Perindahlah dan hiasilah dirimu dengan hal-hal yang baik #
Karena dengannya kamu tidak perlu meminjam (perhiasan itu) kepada seorang pun pada Hari Kebangkitan nanti.
Tangan yang baik (suka melakukan kebajikan) tidak akan usang, karena itu berusahalah kamu untuk meraihnya #
Niscaya kamu akan mendapatkan keuntungan yang banyak, sementara modal kamu akan tetap utuh.’”
Kebohongan Yang Dibolehkan
Diriwayatkan bahwa pada masa pemerintahan Umar bin Khathab ra., Ibnu Abi ‘Udzrah Ad-Du`ali menceraikan isteri-isteri yang telah dinikahinya. Ketika hal itu diketahui oleh masyarakat, dia pun segera menarik tangan Abdullah bin Arqam (dan mengajaknya pergi) hingga sampai di rumahnya. Kemudian dia berkata kepada isterinya: “Aku menyumpahmu dengan nama Allah (untuk menjawab pertanyaanku), apakah kamu membenciku?” Sang isteri berkata: “Jangan engkau menyumpahku dengan nama Allah!” Ibnu Abi ‘Udzrah berkata: “Sungguh aku menyumpahmu dengan nama Allah!” Sang isteri berkata: “Ya, aku membencimu!”
Mendengar itu, Ibnu Abi ‘Udzrah pun berkata kepada Abdullah bin Arqam: “Apakah kamu mendengarnya?” Mereka berdua pun pergi hingga akhirnya mereka sampai di tempat Umar bin Khathab ra.. Ibnu Abi ‘Udzrah berkata (kepada Umar): “Sesungguhnya kalian mengatakan bahwa aku telah menzhalimi isteri-isteriku dan menceraikan mereka. Tanyalah kepada Ibnu Arqam!” Umar bertanya kepada Ibnu Arqam, dan Ibnu Arqam pun memberitahukan kepada Umar (apa yang telah dilihatnya). Umar menyuruh seseorang untuk memanggil isteri Ibnu Abi ‘Udzrah. Wanita itu pun datang bersama pamannya.
Umar bertanya: “Apakah engkau yang mengatakan kepada suamimu bahwa engkau membencinya?” Wanita itu menjawab: “Sesungguhnya aku adalah orang yang pertama kali bertaubat dan kembali kepada agama Allah. Sungguh dia telah menyumpahku (untuk berkata terus terang), maka aku pun merasa berat untuk berbohong. Apakah aku boleh berdusta dalam hal ini, wahai Amirul Mukminin?” Umar menjawab: “Ya, silahkan berbohong! Jika salah seorang di antara kalian (kaum wanita) tidak menyukai salah seorang di antara kami (kaum laki-laki), maka janganlah dia mengatakannya secara terus terang, karena sesungguhnya sedikit sekali rumah tangga yang dibangun di atas dasar cinta. Orang-orang (kaum Muslimin) lebih sering bergaul (bermuamalah) dengan dasar Islam dan garis keturunan.” (Footnote: Syarh As-Sunnah, 13/120.)
Berbohong dibolehkan dalam kondisi seperti ini. Diriwayatkan dari Ummu Kultsum bin Uqbah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Yang dimaksud pendusta bukanlah orang yang berbohong dengan niat untuk mendamaikan sesama manusia, lalu dia menebarkan kebaikan atau mengucapkan perkataan yang baik.”
Ummu Kultsum berkata: “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw. memberikan keringanan berkaitan dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang (maksudnya perkataan dusta) kecuali dalam tiga hal, yaitu: peperangan, upaya untuk mendamaikan manusia, serta perkataan seorang laki-laki kepada isterinya dan perkataan seorang wanita kepada suaminya.” (Footnote: Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Ash-Shulh dan Muslim dalam kitab Al-Birr.)
Mendengar itu, Ibnu Abi ‘Udzrah pun berkata kepada Abdullah bin Arqam: “Apakah kamu mendengarnya?” Mereka berdua pun pergi hingga akhirnya mereka sampai di tempat Umar bin Khathab ra.. Ibnu Abi ‘Udzrah berkata (kepada Umar): “Sesungguhnya kalian mengatakan bahwa aku telah menzhalimi isteri-isteriku dan menceraikan mereka. Tanyalah kepada Ibnu Arqam!” Umar bertanya kepada Ibnu Arqam, dan Ibnu Arqam pun memberitahukan kepada Umar (apa yang telah dilihatnya). Umar menyuruh seseorang untuk memanggil isteri Ibnu Abi ‘Udzrah. Wanita itu pun datang bersama pamannya.
Umar bertanya: “Apakah engkau yang mengatakan kepada suamimu bahwa engkau membencinya?” Wanita itu menjawab: “Sesungguhnya aku adalah orang yang pertama kali bertaubat dan kembali kepada agama Allah. Sungguh dia telah menyumpahku (untuk berkata terus terang), maka aku pun merasa berat untuk berbohong. Apakah aku boleh berdusta dalam hal ini, wahai Amirul Mukminin?” Umar menjawab: “Ya, silahkan berbohong! Jika salah seorang di antara kalian (kaum wanita) tidak menyukai salah seorang di antara kami (kaum laki-laki), maka janganlah dia mengatakannya secara terus terang, karena sesungguhnya sedikit sekali rumah tangga yang dibangun di atas dasar cinta. Orang-orang (kaum Muslimin) lebih sering bergaul (bermuamalah) dengan dasar Islam dan garis keturunan.” (Footnote: Syarh As-Sunnah, 13/120.)
Berbohong dibolehkan dalam kondisi seperti ini. Diriwayatkan dari Ummu Kultsum bin Uqbah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Yang dimaksud pendusta bukanlah orang yang berbohong dengan niat untuk mendamaikan sesama manusia, lalu dia menebarkan kebaikan atau mengucapkan perkataan yang baik.”
Ummu Kultsum berkata: “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw. memberikan keringanan berkaitan dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang (maksudnya perkataan dusta) kecuali dalam tiga hal, yaitu: peperangan, upaya untuk mendamaikan manusia, serta perkataan seorang laki-laki kepada isterinya dan perkataan seorang wanita kepada suaminya.” (Footnote: Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Ash-Shulh dan Muslim dalam kitab Al-Birr.)
Kamis, 17 Desember 2009
wajah seorang penipu
Serpihan yang tercecer di tahun 2009-nya ade anita.
Wajah seorang penipu
“Bu.. . itu ada tamu.” Aku segera membenahi pakaianku. Siapa orangnya yang ingin bertemu tanpa ada janji terlebih dahulu di waktu menjelang maghrib seperti ini. Sepuluh menit lagi azan akan berkumandang. Artinya, waktu buka akan segera tiba. Di bulan Ramadhan tahun 2009 ini, anggota keluarga yang ikut berpuasa hampir semuanya Alhamdulillah.
Ternyata perempuan itu. Wajahnya yang dekil terlihat sumringah begitu melihat hadirku. Tapi hanya sesaat karena sedetik kemudian, wajah itu kembali terlihat sendu. Aku mendengus membuang muakku di dalam keranjang sampah di dalam hatiku. Mau apa dia?
“Bu. Saya senang melihat ibu sehat-sehat saja. Saya selalu berdoa kepada Allah agar ibu baik-baik saja. Ibu beruntung banget dibanding saya yang terus menerus menderita.” Aku terdiam mendengar ceracaunya tanpa reaksi.
Tahun lalu, perempuan ini pernah datang ke rumah. Waktu itu suamiku sedang berada di luar kota. Perempuan ini datang sambil membawa tiga buah gelas belimbing, serta dua buah mangkuk dengan gambar ayam jago. Mangkuk yang biasa dipakai oleh para penjual bakso. Tapi bukan apa yang dibawanya itu yang membuatku dengan segera membuka pintu dan mempersilakannya duduk. Yang membuatku segera mempersilakannya duduk adalah air mata yang mengalir deras di pipinya yang kotor. Sedu sedannya begitu menyayat hati.
“Tolong saya bu. Saya nggak tahu mesti minta tolong sama siapa lagi. Tetangga sudah bosan memberi bantuan pada saya. Tapi memang bukan kehendak saya yang terus menerus tertimpa kemalangan.” Aku mengangsurkan sehelai tissue untuknya menghapus sungai yang mengalir deras di pipinya tersebut. Coreng kelabu di wajahnya mulai terhapus oleh air mata itu. Tapi itu malah membuat wajahnya terlihat semakin memelas. Menggelitik rasa iba yang semula tertidur pulas. Perempuan itu bercerita bahwa suaminya sakit keras. Tidak dapat berdiri dan hanya dapat tertidur saja di atas tempat tidur. Struk datang tanpa permisi. Sudah lama penyakit darah tinggi dan diabetes menggerogoti suaminya. Tapi ketidak adaan biaya membuat perempuan itu tidak dapat membawa suaminya pergi ke dokter. Sementara anak-anaknya, yang berjumlah tiga orang, hari itu tidak mau pergi sekolah karena malu sudah dua bulan terlambat bayar SPP.
Dunia memang terkadang amat kejam pada beberapa orang, tapi amat sangat manis dan empuk bagi beberapa orang yang lain. Kebetulan, perempuan di depanku ini merasakan sisi yang serba tidak enak.
“Ibu, belilah gelas dan mangkuk saya ini. Berapa saja ibu menebusnya saya akan terima. Saya benar-benar butuh uang untuk beli obat suami saya dan bayar SPP anak-anak saya. Kasihan suami saya bu. Dia tidak bisa makan apa-apa jika belum menebus obatnya, karena obat itu bisa membantunya menetralkan penyakitnya. Kasihani suami saya bu.” Perempuan itu lalu bersimpuh di kakiku. Membuatku risih dan memintanya untuk kembali duduk di bangku. Aku punya uang. Masih ada sisa uang belanja yang semula aku sisihkan untuk membeli baju renang bagi putriku. Baju renang muslimah agar aurat putriku tertutup jika dia ingin bermain-main di dalam air sekalipun.
“Ibu tinggal dimana?” Mulutku mencoba untuk mengulur waktu. Sementara otakku terus menyusun prioritas mana yang lebih utama, membantunya atau memenuhi kebutuhan putriku. Perempuan itu lalu menyebutkan sebuah alamat. Ternyata alamat yang disebutnya tidak jauh dari tempatku tinggal. Aku tanya lagi, siapa nama suaminya. Perempuan itu lalu menyebut nama suaminya, lengkap dengan nama tetangga rumahnya di kiri dan di kanan. Aku tahu mereka semua. Aku sering bertemu mereka di pengajian kampung. Lalu dengan Bismillah uang seratus ribupun lolos ke tangannya dan menolak semua gelas dan mangkuk yang dia tawarkan.
“Pakai saja. Di sini masih banyak gelas dan mangkuk. Ibu lebih membutuhkannya.” Bibir perempuan itu langsung gemetar mendengar penolakanku. Sekali lagi dia langsung duduk bersimpuh ingin mencium kakiku. Aku menolaknya dengan risih. Hatiku masih menangis membayangkan penderitaan yang harus dia pikul. Seorang istri yang tiba-tiba harus merawat suaminya yang tidak bisa apa-apa, dan rengekan anak-anaknya yang merongrong. Tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan, dia masih berusaha untuk bertahan di atas bumi yang keras seperti cadas.
Lalu perempuan itu pergi pulang.
Lalu aku menyelesaikan masakanku. Selesai masak, aku jadi terpikir untuk mengirim masakanku sebagian ke rumahnya. Bukankah Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk berbuat baik pada tetangga? Maka dengan berjalan kaki dan membawa masakan serta beberapa keperluan sembako, aku berjalan kaki mencari alamat.
Sayangnya, hingga satu jam aku berputar-putar tidak ada seorang pun yang tahu perempuan dan suaminya. Bahkan hingga Pak RT datang dan mendengar penuturanku, tetap perempuan itu tidak diketahui keberadaannya. Aku mulai merasa tidak enak. Rasa sesak mulai menyerang. Sesak karena marah yang tiba-tiba naik ke atas kepala. Aku telah ditipu di siang bolong. Kurang ajar!
Keesokannya Pak RW menemuiku dan menanyakan perihal kabar yang beredar. Terpaksa dengan hati yang masih marah aku ceritakan pada beliau. Akhirnya terungkap. Benar saja, ada beberapa orang yang juga mengadukan hal yang sama. Perempuan itu ternyata bukan siluman yang bisa begitu saja menghilang. Dia memang pernah menjadi warga di daerah kami tapi akhirnya diusir karena sering menipu kiri kanan. Masih gadis tapi mengaku sudah bersuami. Belum pernah punya anak tapi mengaku anak-anaknya banyak dan merongrong. Yang lebih parah lagi, semua uang yang diperolehnya itu dipakainya untuk main judi. ARFGHHH….
Lalu bulan Ramadhan di tahun 2009 ini, perempuan itu datang lagi di depan pintuku. Masih dengan wajah memelas dan dandanan bedak debu yang cukup tebal.
“Ibu, terima kasih atas bantuannya waktu itu. Di bulan ramadhan ini bu, saya jadi terpikir, mungkin enak kali ya kalau dagang kolak. Kalau nggak habis, ada anak-anak yang bisa ngabisinnya.” Aku tidak tersenyum juga tidak menyapa. Tapi aku melihat kesumringahan di wajahnya.
“Bu… ingat tahun lalu ibu datang ke rumah saya dan bilang suami ibu sakit parah?”
‘Iya… iya, ingat. Sekarang dia sudah baikan bu. Sudah bisa tertawa lagi, tapi tetap nggak bisa bangun dari tempat tidur. Ya Cuma itu saja kebiasaannya, tertawa saja. Terima kasih banyak bu atas bantuannya. Cuma yang namanya hidup, saya tetap harus cari uang. Makanya, bantuin saya dong bu buat dagang kolak.” Aku mendengus tapi mencoba untuk bersabar. Sebentar lagi buka, sebentar lagi buka.
“Bu, tahun lalu, setelah ibu pulang, saya menyusul ke rumah ibu. Ternyata ibu penipu. Ibu belum menikah dan belum pernah punya anak. Saya nggak tahu gelas dan mangkuk siapa yang ibu bawa. Tapi ibu sudah menipu saya.” Luka lama itu terbuka lagi. Kali ini aku amat sangat ingin menangis, bukan karena perih tapi karena berusaha keras untuk menahan sabar karena sedang berpuasa. Dadaku sesak menahan bendungan tangis yang saya tahan. Bayangan detik detik azan maghrib yang sebentar lagi mengalun menguatkan pertahanan dinding beton yang terus saya pertebal, pertebal. Ah, kenapa harus bermain-main dengan emosi seorang perempuan. Tidak tahukah bahwa jumlah air yang mengalir di tubuh seorang perempuan sepenuhnya adalah air mata yang akan langsung bergejolak jika emosinya sudah dipermainkan? Aku terus menyabar-nyabarkan diri. Tidak boleh setitikpun air mata ini tumpah. Aku adalah wanita yang amat sangat ingin terlihat kuat dan tangguh. Meski sebenarnya amat sangat rapuh.
Perempuan itu terperangah menatap saya. “Kok, rajin banget sih pake nyamperin segala? Kayak nggak ada kerjaan.” lalu dengan seringai yang tidak jelas dia langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan santai menuju pagar rumahku. Pergi begitu saja. Tanpa permisi, tanpa keluar kata maaf satu potong pun. Sementara aku terus menerus harus mengaduk campuran semen dan batu-batu kali, agar beton-beton kesabaranku tidak runtuh. Agar dinding-dinding bangunan bendunganku tidak kalah oleh volume tangis yang benar-benar sudah membludak memenuhi rongga dada.
Dan itulah ujian kesabaran yang paling berat yang harus saya hadapi di bulan ramadhan 1430 H ini (Agustus 2009).
Wajah seorang penipu
“Bu.. . itu ada tamu.” Aku segera membenahi pakaianku. Siapa orangnya yang ingin bertemu tanpa ada janji terlebih dahulu di waktu menjelang maghrib seperti ini. Sepuluh menit lagi azan akan berkumandang. Artinya, waktu buka akan segera tiba. Di bulan Ramadhan tahun 2009 ini, anggota keluarga yang ikut berpuasa hampir semuanya Alhamdulillah.
Ternyata perempuan itu. Wajahnya yang dekil terlihat sumringah begitu melihat hadirku. Tapi hanya sesaat karena sedetik kemudian, wajah itu kembali terlihat sendu. Aku mendengus membuang muakku di dalam keranjang sampah di dalam hatiku. Mau apa dia?
“Bu. Saya senang melihat ibu sehat-sehat saja. Saya selalu berdoa kepada Allah agar ibu baik-baik saja. Ibu beruntung banget dibanding saya yang terus menerus menderita.” Aku terdiam mendengar ceracaunya tanpa reaksi.
Tahun lalu, perempuan ini pernah datang ke rumah. Waktu itu suamiku sedang berada di luar kota. Perempuan ini datang sambil membawa tiga buah gelas belimbing, serta dua buah mangkuk dengan gambar ayam jago. Mangkuk yang biasa dipakai oleh para penjual bakso. Tapi bukan apa yang dibawanya itu yang membuatku dengan segera membuka pintu dan mempersilakannya duduk. Yang membuatku segera mempersilakannya duduk adalah air mata yang mengalir deras di pipinya yang kotor. Sedu sedannya begitu menyayat hati.
“Tolong saya bu. Saya nggak tahu mesti minta tolong sama siapa lagi. Tetangga sudah bosan memberi bantuan pada saya. Tapi memang bukan kehendak saya yang terus menerus tertimpa kemalangan.” Aku mengangsurkan sehelai tissue untuknya menghapus sungai yang mengalir deras di pipinya tersebut. Coreng kelabu di wajahnya mulai terhapus oleh air mata itu. Tapi itu malah membuat wajahnya terlihat semakin memelas. Menggelitik rasa iba yang semula tertidur pulas. Perempuan itu bercerita bahwa suaminya sakit keras. Tidak dapat berdiri dan hanya dapat tertidur saja di atas tempat tidur. Struk datang tanpa permisi. Sudah lama penyakit darah tinggi dan diabetes menggerogoti suaminya. Tapi ketidak adaan biaya membuat perempuan itu tidak dapat membawa suaminya pergi ke dokter. Sementara anak-anaknya, yang berjumlah tiga orang, hari itu tidak mau pergi sekolah karena malu sudah dua bulan terlambat bayar SPP.
Dunia memang terkadang amat kejam pada beberapa orang, tapi amat sangat manis dan empuk bagi beberapa orang yang lain. Kebetulan, perempuan di depanku ini merasakan sisi yang serba tidak enak.
“Ibu, belilah gelas dan mangkuk saya ini. Berapa saja ibu menebusnya saya akan terima. Saya benar-benar butuh uang untuk beli obat suami saya dan bayar SPP anak-anak saya. Kasihan suami saya bu. Dia tidak bisa makan apa-apa jika belum menebus obatnya, karena obat itu bisa membantunya menetralkan penyakitnya. Kasihani suami saya bu.” Perempuan itu lalu bersimpuh di kakiku. Membuatku risih dan memintanya untuk kembali duduk di bangku. Aku punya uang. Masih ada sisa uang belanja yang semula aku sisihkan untuk membeli baju renang bagi putriku. Baju renang muslimah agar aurat putriku tertutup jika dia ingin bermain-main di dalam air sekalipun.
“Ibu tinggal dimana?” Mulutku mencoba untuk mengulur waktu. Sementara otakku terus menyusun prioritas mana yang lebih utama, membantunya atau memenuhi kebutuhan putriku. Perempuan itu lalu menyebutkan sebuah alamat. Ternyata alamat yang disebutnya tidak jauh dari tempatku tinggal. Aku tanya lagi, siapa nama suaminya. Perempuan itu lalu menyebut nama suaminya, lengkap dengan nama tetangga rumahnya di kiri dan di kanan. Aku tahu mereka semua. Aku sering bertemu mereka di pengajian kampung. Lalu dengan Bismillah uang seratus ribupun lolos ke tangannya dan menolak semua gelas dan mangkuk yang dia tawarkan.
“Pakai saja. Di sini masih banyak gelas dan mangkuk. Ibu lebih membutuhkannya.” Bibir perempuan itu langsung gemetar mendengar penolakanku. Sekali lagi dia langsung duduk bersimpuh ingin mencium kakiku. Aku menolaknya dengan risih. Hatiku masih menangis membayangkan penderitaan yang harus dia pikul. Seorang istri yang tiba-tiba harus merawat suaminya yang tidak bisa apa-apa, dan rengekan anak-anaknya yang merongrong. Tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan, dia masih berusaha untuk bertahan di atas bumi yang keras seperti cadas.
Lalu perempuan itu pergi pulang.
Lalu aku menyelesaikan masakanku. Selesai masak, aku jadi terpikir untuk mengirim masakanku sebagian ke rumahnya. Bukankah Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk berbuat baik pada tetangga? Maka dengan berjalan kaki dan membawa masakan serta beberapa keperluan sembako, aku berjalan kaki mencari alamat.
Sayangnya, hingga satu jam aku berputar-putar tidak ada seorang pun yang tahu perempuan dan suaminya. Bahkan hingga Pak RT datang dan mendengar penuturanku, tetap perempuan itu tidak diketahui keberadaannya. Aku mulai merasa tidak enak. Rasa sesak mulai menyerang. Sesak karena marah yang tiba-tiba naik ke atas kepala. Aku telah ditipu di siang bolong. Kurang ajar!
Keesokannya Pak RW menemuiku dan menanyakan perihal kabar yang beredar. Terpaksa dengan hati yang masih marah aku ceritakan pada beliau. Akhirnya terungkap. Benar saja, ada beberapa orang yang juga mengadukan hal yang sama. Perempuan itu ternyata bukan siluman yang bisa begitu saja menghilang. Dia memang pernah menjadi warga di daerah kami tapi akhirnya diusir karena sering menipu kiri kanan. Masih gadis tapi mengaku sudah bersuami. Belum pernah punya anak tapi mengaku anak-anaknya banyak dan merongrong. Yang lebih parah lagi, semua uang yang diperolehnya itu dipakainya untuk main judi. ARFGHHH….
Lalu bulan Ramadhan di tahun 2009 ini, perempuan itu datang lagi di depan pintuku. Masih dengan wajah memelas dan dandanan bedak debu yang cukup tebal.
“Ibu, terima kasih atas bantuannya waktu itu. Di bulan ramadhan ini bu, saya jadi terpikir, mungkin enak kali ya kalau dagang kolak. Kalau nggak habis, ada anak-anak yang bisa ngabisinnya.” Aku tidak tersenyum juga tidak menyapa. Tapi aku melihat kesumringahan di wajahnya.
“Bu… ingat tahun lalu ibu datang ke rumah saya dan bilang suami ibu sakit parah?”
‘Iya… iya, ingat. Sekarang dia sudah baikan bu. Sudah bisa tertawa lagi, tapi tetap nggak bisa bangun dari tempat tidur. Ya Cuma itu saja kebiasaannya, tertawa saja. Terima kasih banyak bu atas bantuannya. Cuma yang namanya hidup, saya tetap harus cari uang. Makanya, bantuin saya dong bu buat dagang kolak.” Aku mendengus tapi mencoba untuk bersabar. Sebentar lagi buka, sebentar lagi buka.
“Bu, tahun lalu, setelah ibu pulang, saya menyusul ke rumah ibu. Ternyata ibu penipu. Ibu belum menikah dan belum pernah punya anak. Saya nggak tahu gelas dan mangkuk siapa yang ibu bawa. Tapi ibu sudah menipu saya.” Luka lama itu terbuka lagi. Kali ini aku amat sangat ingin menangis, bukan karena perih tapi karena berusaha keras untuk menahan sabar karena sedang berpuasa. Dadaku sesak menahan bendungan tangis yang saya tahan. Bayangan detik detik azan maghrib yang sebentar lagi mengalun menguatkan pertahanan dinding beton yang terus saya pertebal, pertebal. Ah, kenapa harus bermain-main dengan emosi seorang perempuan. Tidak tahukah bahwa jumlah air yang mengalir di tubuh seorang perempuan sepenuhnya adalah air mata yang akan langsung bergejolak jika emosinya sudah dipermainkan? Aku terus menyabar-nyabarkan diri. Tidak boleh setitikpun air mata ini tumpah. Aku adalah wanita yang amat sangat ingin terlihat kuat dan tangguh. Meski sebenarnya amat sangat rapuh.
Perempuan itu terperangah menatap saya. “Kok, rajin banget sih pake nyamperin segala? Kayak nggak ada kerjaan.” lalu dengan seringai yang tidak jelas dia langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan santai menuju pagar rumahku. Pergi begitu saja. Tanpa permisi, tanpa keluar kata maaf satu potong pun. Sementara aku terus menerus harus mengaduk campuran semen dan batu-batu kali, agar beton-beton kesabaranku tidak runtuh. Agar dinding-dinding bangunan bendunganku tidak kalah oleh volume tangis yang benar-benar sudah membludak memenuhi rongga dada.
Dan itulah ujian kesabaran yang paling berat yang harus saya hadapi di bulan ramadhan 1430 H ini (Agustus 2009).
Kamis, 10 Desember 2009
Menjaga Kemaluan
Diriwayatkan dari Sulaiman bin Yassar bahwa dia pernah keluar dari Madinah untuk menunaikan ibadah haji. Dia pergi bersama seorang temannya. Mereka berdua singgah di sebuah tempat yang bernama Abwa`. (Footnote: Sebuah tempat yang berada di dekat Madinah) Sesaat setelah singgah di sana, sang teman pergi ke pasar untuk membeli sesuatu, sementara Sulaiman tinggal seorang diri di dalam tenda. Sulaiman termasuk orang yang berparas paling tampan dan menarik. Tiba-tiba ada seorang wanita badui yang melihatnya dari puncak bukit. Wanita itu pun turun untuk menghampiri Sulaiman hingga akhirnya dia berdiri di hadapan Sulaiman. Dia memakai kain penutup wajah, tetapi (sesampainya di hadapan Sulaiman) dia pun membuka penutup wajahnya itu, dan ternyata wajahnya itu seperti belahan bulan.
Dia berkata: ‘Senangkanlah hatiku!’ Sulaiman mengira bahwa wanita itu menginginkan makanan, maka dia pun segera mengambil makanan sisa bekal perjalanan dengan maksud untuk diberikan kepada wanita itu. Tetapi wanita itu justru berkata: “Aku tidak menginginkan makanan ini, tetapi aku menginginkan apa yang biasa dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap isterinya (maksudnya, berhubungan badan).” Sulaiman pun berkata kepadanya: “Semoga Allah menjadikanmu bodoh!” Kemudian Sulaiman meletakkan kepalanya di antara kedua lututnya, lalu dia pun menangis tersedu-sedu. Tak henti-hentinya dia menangis, hingga ketika wanita itu melihat hal tersebut, dia pun segera memakai kembali penutup wajahnya, dan setelah itu dia pergi hingga dia sampai di rumah keluarganya.
Tidak lama kemudian, teman Sulaiman datang. Dia melihat Sulaiman sedang menangis, maka dia pun menanyakan kepada Sulaiman apa yang membuatnya menangis. Sulaiman memberitahukan kepada temannya itu kabar (berita) tentang wanita badui tadi. Mendengar penjelasan Sulaiman, sang teman langsung duduk, lalu dia menangis dengan suara yang sangat keras. Sulaiman bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Sulaiman menjawab: “Sungguh aku lebih pantas untuk menangis daripada kamu, karena aku khawatir bila aku berada pada posisimu niscaya aku tidak akan kuat untuk menghadapi godaan seperti itu.”
Sesampainya Sulaiman di Mekkah, dia segera menunaikan ibadah Sa’i dan Thawaf. Kemudian dia mendatangi Hijir Ismail. Di sana, kedua matanya terasa mengantuk hingga akhirnya dia pun tertidur. Dalam tidurnya itu, dia bermimpi melihat seorang laki-laki yang sangat tampan dan berbau wangi. Sulaiman pun bertanya kepadanya: “Siapakah kamu?” Laki-laki itu menjawab: “Aku adalah Yusuf.” Sulaiman bertanya: “Apakah maksudnya Yusuf Ash-Shiddiq (Nabi Yusuf)?” Laki-laki itu menjawab: “Ya.” Sulaiman berkata: “Sungguh apa yang telah engkau lakukan ketika menghadapi isteri Al-Aziz, Zulaikha, begitu menakjubkan!” Nabi Yusuf as. pun berkata kepada Sulaiman: “Sungguh apa yang kamu lakukan ketika menghadapi wanita badui itu lebih menakjubkan!”
Dia berkata: ‘Senangkanlah hatiku!’ Sulaiman mengira bahwa wanita itu menginginkan makanan, maka dia pun segera mengambil makanan sisa bekal perjalanan dengan maksud untuk diberikan kepada wanita itu. Tetapi wanita itu justru berkata: “Aku tidak menginginkan makanan ini, tetapi aku menginginkan apa yang biasa dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap isterinya (maksudnya, berhubungan badan).” Sulaiman pun berkata kepadanya: “Semoga Allah menjadikanmu bodoh!” Kemudian Sulaiman meletakkan kepalanya di antara kedua lututnya, lalu dia pun menangis tersedu-sedu. Tak henti-hentinya dia menangis, hingga ketika wanita itu melihat hal tersebut, dia pun segera memakai kembali penutup wajahnya, dan setelah itu dia pergi hingga dia sampai di rumah keluarganya.
Tidak lama kemudian, teman Sulaiman datang. Dia melihat Sulaiman sedang menangis, maka dia pun menanyakan kepada Sulaiman apa yang membuatnya menangis. Sulaiman memberitahukan kepada temannya itu kabar (berita) tentang wanita badui tadi. Mendengar penjelasan Sulaiman, sang teman langsung duduk, lalu dia menangis dengan suara yang sangat keras. Sulaiman bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Sulaiman menjawab: “Sungguh aku lebih pantas untuk menangis daripada kamu, karena aku khawatir bila aku berada pada posisimu niscaya aku tidak akan kuat untuk menghadapi godaan seperti itu.”
Sesampainya Sulaiman di Mekkah, dia segera menunaikan ibadah Sa’i dan Thawaf. Kemudian dia mendatangi Hijir Ismail. Di sana, kedua matanya terasa mengantuk hingga akhirnya dia pun tertidur. Dalam tidurnya itu, dia bermimpi melihat seorang laki-laki yang sangat tampan dan berbau wangi. Sulaiman pun bertanya kepadanya: “Siapakah kamu?” Laki-laki itu menjawab: “Aku adalah Yusuf.” Sulaiman bertanya: “Apakah maksudnya Yusuf Ash-Shiddiq (Nabi Yusuf)?” Laki-laki itu menjawab: “Ya.” Sulaiman berkata: “Sungguh apa yang telah engkau lakukan ketika menghadapi isteri Al-Aziz, Zulaikha, begitu menakjubkan!” Nabi Yusuf as. pun berkata kepada Sulaiman: “Sungguh apa yang kamu lakukan ketika menghadapi wanita badui itu lebih menakjubkan!”
Rabu, 18 November 2009
Pemimpin Yang Bertanggung Jawab
Pada waktu malam, Umar melihat nyala api dari kejauhan. Dia pun pergi menuju ke arah api tersebut. Ternyata, dia menjumpai seorang wanita yang dikelilingi oleh anak-anaknya. Sementara di atas api, ada sebuah periuk yang di dalamnya terdapat batu dan air. Wanita ini memegang sebuah tongkat guna membolak-balikkan batu yang ada di dalam periuk tersebut, sementara anak-anaknya menangis karena kelaparan.
Umar pun berkata, “Assalamu’alaikum, wahai orang yang sedang menyalakan api.”
Wanita itu menjawab, “Wa’alaikumsalam.”
“Apakah aku boleh mendekat?” tanya Umar.
“Mendekatlah dengan cara yang baik,” jawab perempuan itu.
“Apa yang sedang kalian alami?” tanya Umar lagi.
“Kami tidak mempunyai rumah yang dapat melindungi kami dari malam dan dingin,” jawab sang wanita.
“Kenapa anak-anak kecil itu menangis?” tanya Umar.
“Sesungguhnya mereka sedang lapar,” tukas wanita itu.
“Apa yang ada di dalam periuk ini?” tanya Umar.
“Batu-batu yang aku panaskan dengan maksud untuk membuat mereka terdiam hingga akhirnya mereka tertidur. Demi Allah, kami merasa kesal kepada Umar,” keluh wanita itu.
Wanita tersebut tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah Umar. Maka, Umar berkata, “Ada apa dengan Umar?”
Sang wanita menjawab, “Dia telah menjadi pemimpin kami, tetapi kemudian dia melalaikan kami!”
Umar pun segera pergi menuju Baitul Maal. Sesampainya di sana, dia mengambil satu karung tepung dan beberapa lemak. Umar berkata kepada pembantunya, “Angkatlah barang-barang ini ke pundakku!”
“Biar aku yang membawanya, wahai Amirul Mukminin,” kata pembantu itu.
“Apakah kamu siap untuk menanggung dosa-dosaku pada hari kiamat nanti?” tukas Umar.
Umar pun, akhirnya, sampai di tempat wanita itu setelah membawa sendiri tepung tersebut. Sesampainya di sana, dia melempar tepung itu, lalu dia berkata kepadanya, “Tuangkanlah tepung itu, biar aku yang membolak-balikkannya.”
Umar meniup api hingga asap keluar dari sela-sela jenggotnya yang lebat. Umar memasak makanan untuk wanita tersebut dan anak-anaknya, kemudian dia meletakkan makanan itu di sebuah piring besar untuk diberikan kepada anak-anak kecil itu. Umar memberi langsung makanan itu kepada mereka hingga tangisan mereka tidak terdengar lagi, dan setelah itu mereka pun tertidur.
Wanita itu, kemudian, berkata kepada Umar dalam keadaan dia tidak mengetahui bahwa orang yang diajaknya berbicara adalah Umar, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Sungguh, kamu lebih berhak memegang kepemimpinan ini daripada Umar.”
Umar pun meninggalkan wanita itu, lalu dia berkata kepada pembantunya, Aslam, “Sesungguhnya kelaparan telah membuat mereka tidak dapat tidur. Maka, aku tidak mau meninggalkan mereka sampai mereka benar-benar merasa kenyang.”
Umar pun berkata, “Assalamu’alaikum, wahai orang yang sedang menyalakan api.”
Wanita itu menjawab, “Wa’alaikumsalam.”
“Apakah aku boleh mendekat?” tanya Umar.
“Mendekatlah dengan cara yang baik,” jawab perempuan itu.
“Apa yang sedang kalian alami?” tanya Umar lagi.
“Kami tidak mempunyai rumah yang dapat melindungi kami dari malam dan dingin,” jawab sang wanita.
“Kenapa anak-anak kecil itu menangis?” tanya Umar.
“Sesungguhnya mereka sedang lapar,” tukas wanita itu.
“Apa yang ada di dalam periuk ini?” tanya Umar.
“Batu-batu yang aku panaskan dengan maksud untuk membuat mereka terdiam hingga akhirnya mereka tertidur. Demi Allah, kami merasa kesal kepada Umar,” keluh wanita itu.
Wanita tersebut tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah Umar. Maka, Umar berkata, “Ada apa dengan Umar?”
Sang wanita menjawab, “Dia telah menjadi pemimpin kami, tetapi kemudian dia melalaikan kami!”
Umar pun segera pergi menuju Baitul Maal. Sesampainya di sana, dia mengambil satu karung tepung dan beberapa lemak. Umar berkata kepada pembantunya, “Angkatlah barang-barang ini ke pundakku!”
“Biar aku yang membawanya, wahai Amirul Mukminin,” kata pembantu itu.
“Apakah kamu siap untuk menanggung dosa-dosaku pada hari kiamat nanti?” tukas Umar.
Umar pun, akhirnya, sampai di tempat wanita itu setelah membawa sendiri tepung tersebut. Sesampainya di sana, dia melempar tepung itu, lalu dia berkata kepadanya, “Tuangkanlah tepung itu, biar aku yang membolak-balikkannya.”
Umar meniup api hingga asap keluar dari sela-sela jenggotnya yang lebat. Umar memasak makanan untuk wanita tersebut dan anak-anaknya, kemudian dia meletakkan makanan itu di sebuah piring besar untuk diberikan kepada anak-anak kecil itu. Umar memberi langsung makanan itu kepada mereka hingga tangisan mereka tidak terdengar lagi, dan setelah itu mereka pun tertidur.
Wanita itu, kemudian, berkata kepada Umar dalam keadaan dia tidak mengetahui bahwa orang yang diajaknya berbicara adalah Umar, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Sungguh, kamu lebih berhak memegang kepemimpinan ini daripada Umar.”
Umar pun meninggalkan wanita itu, lalu dia berkata kepada pembantunya, Aslam, “Sesungguhnya kelaparan telah membuat mereka tidak dapat tidur. Maka, aku tidak mau meninggalkan mereka sampai mereka benar-benar merasa kenyang.”
Rabu, 11 November 2009
Keluhan Seorang Wanita
Seorang wanita pernah menghadap Umar ra. dan berkata: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya suamiku selalu berpuasa pada waktu siang dan melakukan qiyamul-lail di malam harinya. Sungguh aku tidak suka dan mengadukan kepadamu sikapnya itu. Dia menghabiskan waktunya untuk melakukan ketaatan kepada Allah.” Umar berkata kepada wanita itu: “Sungguh suamimu adalah suami yang terbaik!” Wanita itu pun mengulangi lagi perkataannya, tetapi Umar tetap memberikan jawaban yang sama.
Mendengar itu, Ka’ab bin Suwar Al-Asadi berkata kepada Umar: “Wahai Amirul Mukminin, wanita ini mengadukan kepadamu sikap suaminya yang tidak pernah menggaulinya.” Umar bin Khathab ra. pun berkata kepada Ka’ab: “Seperti yang telah engkau fahami dari perkataannya, maka putuskanlah perkara mereka berdua itu!”
Ka’ab berkata: “Aku harus memanggil suaminya terlebih dahulu.” Suami wanita itu pun didatangkan kepada Ka’ab, lalu Ka’ab berkata kepadanya: “Sesungguhnya isterimu ini mengeluhkan sikapmu!” Suami wanita itu berkata: “Apakah ada kaitannya dengan makanan (yang dia makan) atau minuman (yang dia minum)?” Ka’ab menjawab: “Tidak ada kaitannya dengan kedua-duanya?”
Kemudian wanita itu berkata:
“Wahai Sang Hakim yang keputusannya sungguh bijaksana,
Sungguh urusan masjid (maksudnya, ibadah) suamiku ini telah melupakannya dari kasurku (menggauliku).
Ibadahnya (kepada Allah) telah menyebabkannya tidak suka untuk menggauliku,
Siang dan malam dia tidak pernah tidur.
Aku sama sekali tidak memuji (tidak senang kepada) sikapnya itu,
Maka, berilah keputusan (di antara kami), wahai Ka’ab! Dan janganlah engkau menyuruhnya pulang (sebelum ada keputusan)!”
Sang suami berkata:
“Yang membuatku tidak suka kepada kasurnya (menggaulinya) dan kamar mempelai,
Adalah karena pikiranku dibuat kacau (tidak tenang) oleh apa yang diturunkan (Allah),
Dalam surah An-Nahl dan dalam As-Sab’i Ath-Thiwaal (tujuh surah panjang),
Dan sungguh dalam Kitabullah banyak sekali terdapat peringatan yang keras.”
Ka’ab berkata kepada laki-laki itu:
“Sesungguhnya dia memiliki hak yang harus kamu penuhi, wahai laki-laki,
Bagiannya adalah seperempat dari waktumu, bagi orang yang mengerti.
Maka, berikanlah kepadanya (bagiannya itu) dan tinggalkanlah perasaan cemasmu itu!”
Kemudian Ka’ab berkata: “Sesungguhnya Allah telah menghalalkan untukmu (untuk menikahi) wanita-wanita lain dua, tiga, atau empat. (Karena kamu hanya menikah dengan satu wanita saja, maka jatah untuk ketiga wanita itu) yaitu 3 hari 3 malam dapat kamu gunakan untuk beribadah kepada Tuhanmu, sementara yang satu hari satu malam untuk isterimu.”
Mendengar penjelasan Ka’ab tersebut, Umar ra. berkata kepadanya: “Demi Allah, aku tidak tahu, mana di antara dua hal berikut ini yang aku kagumi? Apakah aku kagum terhadap pemahamanmu tentang masalah kedua orang itu ataukah terhadap keputusan yang engkau berikan? Sekarang pergilah (ke Bashrah) karena sesungguhnya aku telah mengangkatmu sebagai qadhi (hakim) di sana!” (Dikutip dari buku Al-Ahkaam As-Sulthaaniyyah, karya Al-Mawardi.)
Mendengar itu, Ka’ab bin Suwar Al-Asadi berkata kepada Umar: “Wahai Amirul Mukminin, wanita ini mengadukan kepadamu sikap suaminya yang tidak pernah menggaulinya.” Umar bin Khathab ra. pun berkata kepada Ka’ab: “Seperti yang telah engkau fahami dari perkataannya, maka putuskanlah perkara mereka berdua itu!”
Ka’ab berkata: “Aku harus memanggil suaminya terlebih dahulu.” Suami wanita itu pun didatangkan kepada Ka’ab, lalu Ka’ab berkata kepadanya: “Sesungguhnya isterimu ini mengeluhkan sikapmu!” Suami wanita itu berkata: “Apakah ada kaitannya dengan makanan (yang dia makan) atau minuman (yang dia minum)?” Ka’ab menjawab: “Tidak ada kaitannya dengan kedua-duanya?”
Kemudian wanita itu berkata:
“Wahai Sang Hakim yang keputusannya sungguh bijaksana,
Sungguh urusan masjid (maksudnya, ibadah) suamiku ini telah melupakannya dari kasurku (menggauliku).
Ibadahnya (kepada Allah) telah menyebabkannya tidak suka untuk menggauliku,
Siang dan malam dia tidak pernah tidur.
Aku sama sekali tidak memuji (tidak senang kepada) sikapnya itu,
Maka, berilah keputusan (di antara kami), wahai Ka’ab! Dan janganlah engkau menyuruhnya pulang (sebelum ada keputusan)!”
Sang suami berkata:
“Yang membuatku tidak suka kepada kasurnya (menggaulinya) dan kamar mempelai,
Adalah karena pikiranku dibuat kacau (tidak tenang) oleh apa yang diturunkan (Allah),
Dalam surah An-Nahl dan dalam As-Sab’i Ath-Thiwaal (tujuh surah panjang),
Dan sungguh dalam Kitabullah banyak sekali terdapat peringatan yang keras.”
Ka’ab berkata kepada laki-laki itu:
“Sesungguhnya dia memiliki hak yang harus kamu penuhi, wahai laki-laki,
Bagiannya adalah seperempat dari waktumu, bagi orang yang mengerti.
Maka, berikanlah kepadanya (bagiannya itu) dan tinggalkanlah perasaan cemasmu itu!”
Kemudian Ka’ab berkata: “Sesungguhnya Allah telah menghalalkan untukmu (untuk menikahi) wanita-wanita lain dua, tiga, atau empat. (Karena kamu hanya menikah dengan satu wanita saja, maka jatah untuk ketiga wanita itu) yaitu 3 hari 3 malam dapat kamu gunakan untuk beribadah kepada Tuhanmu, sementara yang satu hari satu malam untuk isterimu.”
Mendengar penjelasan Ka’ab tersebut, Umar ra. berkata kepadanya: “Demi Allah, aku tidak tahu, mana di antara dua hal berikut ini yang aku kagumi? Apakah aku kagum terhadap pemahamanmu tentang masalah kedua orang itu ataukah terhadap keputusan yang engkau berikan? Sekarang pergilah (ke Bashrah) karena sesungguhnya aku telah mengangkatmu sebagai qadhi (hakim) di sana!” (Dikutip dari buku Al-Ahkaam As-Sulthaaniyyah, karya Al-Mawardi.)
Kamis, 05 November 2009
Mengapa Laki-Laki Bisa Berpoligami Sedangkan Wanita Tidak?
(Tulisan ini dikutip dari buku berjudul “Zaujaat An-Nabiy” (Isteri-isteri Nabi) karya Prof. Dr. Jasim Muhammad Al-Muthawwa’.)
Seorang wanita pernah menghadang langkahku, kemudian dia berkata kepadaku, “Mengapa laki-laki bisa menikah dengan banyak wanita sedangkan wanita tidak dapat menikah dengan banyak laki-laki?” Saya berkata kepadanya, “Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa wanita tidak dapat menikah dengan banyak laki-laki?” Dia sangat terkejut dengan pertanyaanku itu, dan saya dapat merasakan bahwa dia sangat shock. Tetapi kemudian, dia dapat mengendalikan dirinya, lalu dia berkata, “Dari perkataanmu itu, aku dapat memahami bahwa aku dapat menikah dengan banyak laki-laki?”
Saya menjawab, “Ya.”
Dia berkata, “Sungguh, tidak ada seorangpun sebelummu yang pernah mengucapkan perkataan seperti ini!”
Saya berkata, “Perkataanmu itu tidak benar, bahkan para ahli fikih telah mengatakan hal itu.”
Dia berkata, “Apakah kamu masih tetap pada pendapatmu itu?”
Saya menjawab, “Ya.”
Dia berkata lagi, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Saya menjawab, “Dalam syariat Islam, jika hati seorang wanita telah terpikat kepada laki-laki lain, kemudian dia ingin menikah dengannya, maka dia berhak meminta kepada suaminya untuk menceraikannya, atau dia dapat mengadukan masalah itu ke pengadilan sehingga pengadilan-lah yang akan memisahkan mereka berdua dengan cara-cara perceraian yang telah diatur oleh syariat Islam.”
Dia berkata, “Apakah perkataanmu itu benar?”
Saya menjawab, “Ya.”
Dia berkata lagi, “Akan tetapi, saya ingin menikah dengan beberapa orang laki-laki dalam waktu yang bersamaan.”
Saya berkata, “Jika kamu hamil, kemudian kamu melahirkan seorang anak, maka tahukah kamu dari suami yang manakah anakmu itu?”
Wanita itu terdiam sejenak, kemudian dia berkata, “Demi Allah, perkataanmu itu benar.”
Saya berkata lagi kepadanya, “Hal itu adalah disebabkan karena tiang garis keturunan itu adalah milik laki-laki. Seandainya syariat Islam membolehkan seorang wanita untuk berpoliandri, niscaya dalam masyarakat kita, akan terjadi kekacauan dalam menentukan garis keturunan.”
Dia berkata, “Jika demikian, maka berarti kita membolehkan wanita-wanita yang telah mencapai usia menopouse (tidak dapat melahirkan lagi) atau wanita-wanita yang telah melakukan operasi pengikatan leher rahimnya untuk berpoliandri!”
Saya berkata, “Perkataanmu memang benar, akan tetapi bagaimana kita dapat menerapkan sistem qawâmah (kepemimpinan laki-laki atas wanita) jika seorang wanita memiliki dua atau tiga suami?”
Dia berkata, “Wahai Abu Muhammad, sungguh setiap kali aku membuka satu pintu masalah, maka kamu pun akan menutupnya!”
Saya berkata, “Wahai Saudariku yang terhormat, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah adalah Maha Adil, dan Dia tidak pernah menzhalimi manusia dengan sesuatu apapun. Ketika Dia mensyariatkan (menetapkan) satu agama untuk kita, maka dalam pensyariatan-Nya itu terdapat keadilan yang bersifat absolut, meski dalam masalah poligami sekalipun. Meskipun demikian, Allah telah memberikan sejumlah cara kepada wanita dalam menyikapi aturan tentang poligami ini, di antaranya adalah:
1- Dalam Islam, sebuah pernikahan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan paksaan. Oleh karena itu, bagi seorang wanita yang tidak mau dimadu, dia dibolehkan untuk menolak poligami yang dilakukan oleh suaminya itu yaitu dengan cara menuntut cerai. Dia berhak melakukan hal itu, karena Islam tidak pernah memaksanya agar mau dimadu.
2- Bagi wanita yang merasa khawatir jika suaminya akan berpoligami, maka Islam telah memberikan kepadanya hak untuk mengajukan syarat agar dia tidak dimadu ketika hendak melakukan akad nikah.
3- Ketika telah terjadi hubungan percintaan yang diharamkan antara seorang wanita dengan laki-laki lain selain suaminya, maka dia dibolehkan untuk menuntut cerai meskipun suaminya menolak. Dalam pengadilan agama, wanita itu akan mendapat dukungan untuk bercerai (Hal ini adalah seperti telah dijelaskan di atas).
4- Selain itu, disyariatkannya poligami adalah karena adanya kebutuhan masyarakat ataupun individu terhadapnya. Ketahuilah bahwa ada aturan-aturan dan syarat-syarat tertentu dalam poligami. Jadi, pintu poligami tidaklah terbuka lebar bagi orang-orang yang ingin memanfaatkan ‘fasilitas’ poligami tersebut. Barangsiapa yang ingin menikah lagi dengan isteri kedua, maka dia diwajibkan untuk bertindak adil, lalu dia juga diharuskan untuk memberi nafkah, memberikan jaminan tempat tinggal, serta memenuhi hak-hak lainnya yang telah ditentukan oleh syariat.”
Wanita itu berkata lagi, “Demi Allah, perkataanmu sangatlah indah. Akan tetapi, apa dosa isteri pertama ketika suaminya menikah lagi dengan isteri kedua? Mengapa Islam tidak memperhatikan perasaannya?”
Saya pun balik bertanya, “Apa dosa isteri kedua ketika dia tidak dinikahi oleh laki-laki tersebut? Bukankah termasuk hal yang indah jika Islam juga memperhatikan kebutuhan dan perasaan wanita tersebut? Apakah kamu tidak ingat tentang realitas yang terjadi di masyarakat Barat dimana di dalamnya terdapat kekacauan dan kebiasaan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan sejumlah aturan dan syarat-syarat tertentu serta tidak memperhatikan hak-hak tertentu, sehingga prosentase anak yang dilahirkan di luar pernikahan di sebagian negara Barat pun mencapai 60%. Bahkan setiap hari, jumlah penderita AIDS akibat pergaulan bebas yang baru masuk ke dalam panti rehabilitasi penderita AIDS mencapai 7500 orang.”
Wanita itu berkata, “Akan tetapi, aku sama sekali tidak mengatakan bahwa sistem kehidupan masyarakat Barat merupakan sistem yang benar.”
Saya berkata, “Sesungguhnya kamu telah mengkritik aturan poligami dalam Islam, dan sungguh aku telah menjelaskan kepadamu tentang aturan tersebut dan tentang sistem sosial kemasyarakatan di Barat. Inilah dua pandangan yang berasal dari dua peradaban yang berbeda. Jika kamu memiliki pandangan lain tentang solusi bagi sejumlah problematika sosial, maka kemukakanlah sehingga kita dapat mendiskusikannya. Kemudian kita dapat melihat apakah proyek yang kamu kemukakan itu adalah lebih baik daripada proyek Islam dan Barat itu? Ketahuilah bahwa di antara aturan yang harus diperhatikan dalam menyampaikan sebuah kritikan adalah bahwa orang yang menyampaikan kritikan itu harus memberikan alternatif solusi lain.”
Dia berkata, “Aku tidak memiliki satu solusi atau satu alternatif pun. Aku hanyalah seorang kritikus saja.”
Saya berkata, “Jadi, bagaimana pendapatmu tentang angka-angka berikut ini? Di Amerika, perbandingan antara laki-laki dengan perempuan adalah 1:4, demikian pula di Swedia dan Rusia. Sedangkan di Afrika dan negara-negara Khalij, perbandingannya adalah 1:3; di China 1:10; dan di Jepang 1:6. Lalu, bagaimana pendapatmu tentang hal tersebut?”
Kemudian saya berkata, “Pasca perang dunia ke-2, Jerman telah meminta kepada pihak al-Azhar di Mesir untuk menjelaskan tentang aturan poligami sehingga aturan itu dapat diterapkan di sana. Akan tetapi, pihak Vatikan berusaha untuk menghalangi proyek ini. Lalu, apa pendapatmu tentang hal itu?”
Wanita itu menjawab, “Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepadamu. Akan tetapi, aku dapat mengatakan kepadamu bahwa aturan poligami dalam Islam merupakan aturan yang bagus dan benar-benar adil. Meskipun demikian, aku tidak rela jika aturan itu diterapkan pada diriku.”
Saya berkata, “Inilah yang seharusnya kamu katakan di awal pertemuan kita, sehingga kamu tidak akan menghukumi aturan poligami itu hanya berdasarkan hawa nafsu dan keingananmu saja. Aku ingin menambahkan penjelasan kepadamu bahwa perasaan yang ada dalam dirimu itu telah diperhatikan oleh Islam, dan sebagaimana telah kami sebutkan tadi, Islam telah memberikan kebebasan kepadamu untuk menentukan pilihan.”
Seorang wanita pernah menghadang langkahku, kemudian dia berkata kepadaku, “Mengapa laki-laki bisa menikah dengan banyak wanita sedangkan wanita tidak dapat menikah dengan banyak laki-laki?” Saya berkata kepadanya, “Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa wanita tidak dapat menikah dengan banyak laki-laki?” Dia sangat terkejut dengan pertanyaanku itu, dan saya dapat merasakan bahwa dia sangat shock. Tetapi kemudian, dia dapat mengendalikan dirinya, lalu dia berkata, “Dari perkataanmu itu, aku dapat memahami bahwa aku dapat menikah dengan banyak laki-laki?”
Saya menjawab, “Ya.”
Dia berkata, “Sungguh, tidak ada seorangpun sebelummu yang pernah mengucapkan perkataan seperti ini!”
Saya berkata, “Perkataanmu itu tidak benar, bahkan para ahli fikih telah mengatakan hal itu.”
Dia berkata, “Apakah kamu masih tetap pada pendapatmu itu?”
Saya menjawab, “Ya.”
Dia berkata lagi, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Saya menjawab, “Dalam syariat Islam, jika hati seorang wanita telah terpikat kepada laki-laki lain, kemudian dia ingin menikah dengannya, maka dia berhak meminta kepada suaminya untuk menceraikannya, atau dia dapat mengadukan masalah itu ke pengadilan sehingga pengadilan-lah yang akan memisahkan mereka berdua dengan cara-cara perceraian yang telah diatur oleh syariat Islam.”
Dia berkata, “Apakah perkataanmu itu benar?”
Saya menjawab, “Ya.”
Dia berkata lagi, “Akan tetapi, saya ingin menikah dengan beberapa orang laki-laki dalam waktu yang bersamaan.”
Saya berkata, “Jika kamu hamil, kemudian kamu melahirkan seorang anak, maka tahukah kamu dari suami yang manakah anakmu itu?”
Wanita itu terdiam sejenak, kemudian dia berkata, “Demi Allah, perkataanmu itu benar.”
Saya berkata lagi kepadanya, “Hal itu adalah disebabkan karena tiang garis keturunan itu adalah milik laki-laki. Seandainya syariat Islam membolehkan seorang wanita untuk berpoliandri, niscaya dalam masyarakat kita, akan terjadi kekacauan dalam menentukan garis keturunan.”
Dia berkata, “Jika demikian, maka berarti kita membolehkan wanita-wanita yang telah mencapai usia menopouse (tidak dapat melahirkan lagi) atau wanita-wanita yang telah melakukan operasi pengikatan leher rahimnya untuk berpoliandri!”
Saya berkata, “Perkataanmu memang benar, akan tetapi bagaimana kita dapat menerapkan sistem qawâmah (kepemimpinan laki-laki atas wanita) jika seorang wanita memiliki dua atau tiga suami?”
Dia berkata, “Wahai Abu Muhammad, sungguh setiap kali aku membuka satu pintu masalah, maka kamu pun akan menutupnya!”
Saya berkata, “Wahai Saudariku yang terhormat, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah adalah Maha Adil, dan Dia tidak pernah menzhalimi manusia dengan sesuatu apapun. Ketika Dia mensyariatkan (menetapkan) satu agama untuk kita, maka dalam pensyariatan-Nya itu terdapat keadilan yang bersifat absolut, meski dalam masalah poligami sekalipun. Meskipun demikian, Allah telah memberikan sejumlah cara kepada wanita dalam menyikapi aturan tentang poligami ini, di antaranya adalah:
1- Dalam Islam, sebuah pernikahan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan paksaan. Oleh karena itu, bagi seorang wanita yang tidak mau dimadu, dia dibolehkan untuk menolak poligami yang dilakukan oleh suaminya itu yaitu dengan cara menuntut cerai. Dia berhak melakukan hal itu, karena Islam tidak pernah memaksanya agar mau dimadu.
2- Bagi wanita yang merasa khawatir jika suaminya akan berpoligami, maka Islam telah memberikan kepadanya hak untuk mengajukan syarat agar dia tidak dimadu ketika hendak melakukan akad nikah.
3- Ketika telah terjadi hubungan percintaan yang diharamkan antara seorang wanita dengan laki-laki lain selain suaminya, maka dia dibolehkan untuk menuntut cerai meskipun suaminya menolak. Dalam pengadilan agama, wanita itu akan mendapat dukungan untuk bercerai (Hal ini adalah seperti telah dijelaskan di atas).
4- Selain itu, disyariatkannya poligami adalah karena adanya kebutuhan masyarakat ataupun individu terhadapnya. Ketahuilah bahwa ada aturan-aturan dan syarat-syarat tertentu dalam poligami. Jadi, pintu poligami tidaklah terbuka lebar bagi orang-orang yang ingin memanfaatkan ‘fasilitas’ poligami tersebut. Barangsiapa yang ingin menikah lagi dengan isteri kedua, maka dia diwajibkan untuk bertindak adil, lalu dia juga diharuskan untuk memberi nafkah, memberikan jaminan tempat tinggal, serta memenuhi hak-hak lainnya yang telah ditentukan oleh syariat.”
Wanita itu berkata lagi, “Demi Allah, perkataanmu sangatlah indah. Akan tetapi, apa dosa isteri pertama ketika suaminya menikah lagi dengan isteri kedua? Mengapa Islam tidak memperhatikan perasaannya?”
Saya pun balik bertanya, “Apa dosa isteri kedua ketika dia tidak dinikahi oleh laki-laki tersebut? Bukankah termasuk hal yang indah jika Islam juga memperhatikan kebutuhan dan perasaan wanita tersebut? Apakah kamu tidak ingat tentang realitas yang terjadi di masyarakat Barat dimana di dalamnya terdapat kekacauan dan kebiasaan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan sejumlah aturan dan syarat-syarat tertentu serta tidak memperhatikan hak-hak tertentu, sehingga prosentase anak yang dilahirkan di luar pernikahan di sebagian negara Barat pun mencapai 60%. Bahkan setiap hari, jumlah penderita AIDS akibat pergaulan bebas yang baru masuk ke dalam panti rehabilitasi penderita AIDS mencapai 7500 orang.”
Wanita itu berkata, “Akan tetapi, aku sama sekali tidak mengatakan bahwa sistem kehidupan masyarakat Barat merupakan sistem yang benar.”
Saya berkata, “Sesungguhnya kamu telah mengkritik aturan poligami dalam Islam, dan sungguh aku telah menjelaskan kepadamu tentang aturan tersebut dan tentang sistem sosial kemasyarakatan di Barat. Inilah dua pandangan yang berasal dari dua peradaban yang berbeda. Jika kamu memiliki pandangan lain tentang solusi bagi sejumlah problematika sosial, maka kemukakanlah sehingga kita dapat mendiskusikannya. Kemudian kita dapat melihat apakah proyek yang kamu kemukakan itu adalah lebih baik daripada proyek Islam dan Barat itu? Ketahuilah bahwa di antara aturan yang harus diperhatikan dalam menyampaikan sebuah kritikan adalah bahwa orang yang menyampaikan kritikan itu harus memberikan alternatif solusi lain.”
Dia berkata, “Aku tidak memiliki satu solusi atau satu alternatif pun. Aku hanyalah seorang kritikus saja.”
Saya berkata, “Jadi, bagaimana pendapatmu tentang angka-angka berikut ini? Di Amerika, perbandingan antara laki-laki dengan perempuan adalah 1:4, demikian pula di Swedia dan Rusia. Sedangkan di Afrika dan negara-negara Khalij, perbandingannya adalah 1:3; di China 1:10; dan di Jepang 1:6. Lalu, bagaimana pendapatmu tentang hal tersebut?”
Kemudian saya berkata, “Pasca perang dunia ke-2, Jerman telah meminta kepada pihak al-Azhar di Mesir untuk menjelaskan tentang aturan poligami sehingga aturan itu dapat diterapkan di sana. Akan tetapi, pihak Vatikan berusaha untuk menghalangi proyek ini. Lalu, apa pendapatmu tentang hal itu?”
Wanita itu menjawab, “Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepadamu. Akan tetapi, aku dapat mengatakan kepadamu bahwa aturan poligami dalam Islam merupakan aturan yang bagus dan benar-benar adil. Meskipun demikian, aku tidak rela jika aturan itu diterapkan pada diriku.”
Saya berkata, “Inilah yang seharusnya kamu katakan di awal pertemuan kita, sehingga kamu tidak akan menghukumi aturan poligami itu hanya berdasarkan hawa nafsu dan keingananmu saja. Aku ingin menambahkan penjelasan kepadamu bahwa perasaan yang ada dalam dirimu itu telah diperhatikan oleh Islam, dan sebagaimana telah kami sebutkan tadi, Islam telah memberikan kebebasan kepadamu untuk menentukan pilihan.”
Rabu, 28 Oktober 2009
Posisi A’isyah Di Hati Rasulullah
A’isyah ra. telah memperoleh posisi yang besar dan agung di hati Rasulullah saw.. Beliau suka bersenda-gurau, bermain, dan bercumbu-rayu dengannya, bahkan terkadang beliau menahan diri atas beberapa perlakuan “tidak menyenangkan” yang bersumber dari A’isyah sebagai bentuk kemurahan hati beliau. Semua itu dilakukannya untuk memberikan teladan dan contoh tentang bagaimana berinteraksi dan berbagi kasih dengan keluarga (isteri). A’isyah ra. adalah isteri yang manja dan mampu meraih hati Rasulullah saw.. Ketika ditanya tentang siapa isteri yang paling beliau cintai, Rasulullah saw. menjawab: “A’isyah.”
Berikut ini kami paparkan beberapa bukti dan indikasi yang menunjukkan posisi dan kedudukan A’isyah di mata Nabi kita, Muhammad saw..
A’isyah RA bercerita: “Aku biasa bermain boneka di tempat Nabi saw. bersama kawan-kawan sepermainanku. Jika Rasulullah saw. masuk, mereka lari bersembunyi, namun beliau mengirimkan lagi mereka kepadaku, kemudian mereka pun bermain-main denganku.” (HR Bukhari).
Diriwayatkan juga dari A’isyah ra., ia bercerita: “Suatu hari aku lihat Nabi saw. di depan pintu kamarku selagi orang-orang Habasyah bermain di masjid. Beliau lantas menutupiku dengan bajunya, lalu aku melihat (menonton) permainan mereka.” (HR Ahmad.)
Dalam riwayat lain, ia bercerita: “Orang-orang Habsyah masuk masjid dan bermain-main di sana. Rasulullah saw. lalu bersabda kepadaku: “Hai gadis yang kemerah-merahan pipinya (humairah-panggilan sayang Nabi saw. untuk A’isyah ra.), apakah kau ingin menonton mereka?” Aku jawab: “Ya.” Beliau lantas berdiri di depan pintu, lalu aku letakkan daguku di pundak beliau dan aku sandarkan wajahku di pipi beliau. Rasulullah saw. lantas berseru: “Cukup!” Aku balas: “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru.” Beliau lantas berdiri, kemudian berkata: “Cukup.” Aku jawab lagi: “Jangan terburu-buru, Rasulullah.” A’isyah berkomentar: “Sesungguhnya aku tidak suka menonton mereka, akan tetapi aku hanya ingin agar wanita-wanita mengetahui posisi dan kedudukanku di sisi Rasulullah.” (HR Nasa`i).
Diriwayatkan lagi darinya, ia bercerita: “Rasulullah saw. masuk ke kamarku ketika dua orang budak wanita kecil tengah mendendangkan nyanyian heroik (bu’aats) di tempatku. Beliau lantas berbaring di ranjang dan menutup rapat wajah (tubuhnya dengan baju beliau). Tiba-tiba Abu Bakar masuk dan langsung membentakku. Ia berkata: “Nyanyian syetan di tempat Nabi saw.!” Rasulullah saw. langsung (membuka selimut) beliau dan menunjukkan diri di hadapan Abu Bakar dan bersabda: “Biarkan mereka.” Ketika ia lengah, aku kedipi mereka berdua (agar keluar), lalu mereka pun keluar.” (HR Bukhari).
Dalam peristiwa yang lain, Rasulullah saw. sekali lagi menunjukkan gurau-sayang dan cumbu-rayunya bersama isterinya. A’isyah ra. bercerita: “Rasulullah saw. pulang dari Perang Tabuk atau Khaibar, dan mendapati kotak mainan milik A’isyah ra. yang tersingkap ujung penutupnya oleh angin yang bertiup lumayan kencang sehingga terlihatlah boneka-boneka mainannya.
Beliau pun bertanya: “Apa ini, hai A’isyah?”
Ia menjawab: “Boneka-boneka mainanku.”
Di antara boneka-boneka mainan tersebut beliau melihat boneka kuda yang bersayap dua terbuat dari kain rombeng. Beliau bertanya: “Apa yang aku lihat di tengah-tengah mainan-mainan ini?”
Ia menjawab: “Kuda.”
Beliau bertanya lagi: “Lalu apa itu yang ada pada kuda itu?”
Ia menjawab: “Kuda bersayap.”
A’isyah ra. berkata: Beliau pun tertawa hingga aku lihat gigi-gigi geraham beliau. (HR Abu Dawud).
Betapa indahnya perilaku Rasulullah saw. ini. Sungguh perilaku yang sangat berbeda dengan perilaku sebagian orang di antara kita, karena biasanya bila salah seorang di antara kita melihat isterinya bermain-main, maka dia akan menyindirnya dengan sinis, bahkan mencemoohnya dengan keras. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah menunjukkan diri sebagai seorang teladan yang baik dan panutan yang ideal.
Bukti lain yang menunjukkan ketinggian posisi ibunda kita, A’isyah ra., di hati Nabi kita, Muhammad saw. adalah cerita Anas ra.. Ia berkata: Seorang tetangga yang beretnis Persia dan pandai memasak membuat masakan spesial untuk Rasulullah saw.. Ia lalu datang mengundang beliau. Beliau bertanya: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Ia menjawab: “Tidak.” Rasulullah saw. pun menjawab: “Kalau begitu, tidak usah saja.” Orang itu datang lagi mengundang beliau dan beliau bertanya lagi: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Ia menjawab: “Tidak.” Rasulullah saw. pun menjawab: “Kalau begitu, tidak usah saja.” Kemudian ia datang lagi untuk yang ketiga kalinya, dan beliau tetap bertanya: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Pada kali ketiga ia menjawab: “Ya.” Mereka berdua (Rasulullah saw. dan A’isyah ra.) lantas bangkit dan saling berkejaran hingga sampai ke rumah si pengundang. (HR Muslim).
Berikut ini kami paparkan beberapa bukti dan indikasi yang menunjukkan posisi dan kedudukan A’isyah di mata Nabi kita, Muhammad saw..
A’isyah RA bercerita: “Aku biasa bermain boneka di tempat Nabi saw. bersama kawan-kawan sepermainanku. Jika Rasulullah saw. masuk, mereka lari bersembunyi, namun beliau mengirimkan lagi mereka kepadaku, kemudian mereka pun bermain-main denganku.” (HR Bukhari).
Diriwayatkan juga dari A’isyah ra., ia bercerita: “Suatu hari aku lihat Nabi saw. di depan pintu kamarku selagi orang-orang Habasyah bermain di masjid. Beliau lantas menutupiku dengan bajunya, lalu aku melihat (menonton) permainan mereka.” (HR Ahmad.)
Dalam riwayat lain, ia bercerita: “Orang-orang Habsyah masuk masjid dan bermain-main di sana. Rasulullah saw. lalu bersabda kepadaku: “Hai gadis yang kemerah-merahan pipinya (humairah-panggilan sayang Nabi saw. untuk A’isyah ra.), apakah kau ingin menonton mereka?” Aku jawab: “Ya.” Beliau lantas berdiri di depan pintu, lalu aku letakkan daguku di pundak beliau dan aku sandarkan wajahku di pipi beliau. Rasulullah saw. lantas berseru: “Cukup!” Aku balas: “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru.” Beliau lantas berdiri, kemudian berkata: “Cukup.” Aku jawab lagi: “Jangan terburu-buru, Rasulullah.” A’isyah berkomentar: “Sesungguhnya aku tidak suka menonton mereka, akan tetapi aku hanya ingin agar wanita-wanita mengetahui posisi dan kedudukanku di sisi Rasulullah.” (HR Nasa`i).
Diriwayatkan lagi darinya, ia bercerita: “Rasulullah saw. masuk ke kamarku ketika dua orang budak wanita kecil tengah mendendangkan nyanyian heroik (bu’aats) di tempatku. Beliau lantas berbaring di ranjang dan menutup rapat wajah (tubuhnya dengan baju beliau). Tiba-tiba Abu Bakar masuk dan langsung membentakku. Ia berkata: “Nyanyian syetan di tempat Nabi saw.!” Rasulullah saw. langsung (membuka selimut) beliau dan menunjukkan diri di hadapan Abu Bakar dan bersabda: “Biarkan mereka.” Ketika ia lengah, aku kedipi mereka berdua (agar keluar), lalu mereka pun keluar.” (HR Bukhari).
Dalam peristiwa yang lain, Rasulullah saw. sekali lagi menunjukkan gurau-sayang dan cumbu-rayunya bersama isterinya. A’isyah ra. bercerita: “Rasulullah saw. pulang dari Perang Tabuk atau Khaibar, dan mendapati kotak mainan milik A’isyah ra. yang tersingkap ujung penutupnya oleh angin yang bertiup lumayan kencang sehingga terlihatlah boneka-boneka mainannya.
Beliau pun bertanya: “Apa ini, hai A’isyah?”
Ia menjawab: “Boneka-boneka mainanku.”
Di antara boneka-boneka mainan tersebut beliau melihat boneka kuda yang bersayap dua terbuat dari kain rombeng. Beliau bertanya: “Apa yang aku lihat di tengah-tengah mainan-mainan ini?”
Ia menjawab: “Kuda.”
Beliau bertanya lagi: “Lalu apa itu yang ada pada kuda itu?”
Ia menjawab: “Kuda bersayap.”
A’isyah ra. berkata: Beliau pun tertawa hingga aku lihat gigi-gigi geraham beliau. (HR Abu Dawud).
Betapa indahnya perilaku Rasulullah saw. ini. Sungguh perilaku yang sangat berbeda dengan perilaku sebagian orang di antara kita, karena biasanya bila salah seorang di antara kita melihat isterinya bermain-main, maka dia akan menyindirnya dengan sinis, bahkan mencemoohnya dengan keras. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah menunjukkan diri sebagai seorang teladan yang baik dan panutan yang ideal.
Bukti lain yang menunjukkan ketinggian posisi ibunda kita, A’isyah ra., di hati Nabi kita, Muhammad saw. adalah cerita Anas ra.. Ia berkata: Seorang tetangga yang beretnis Persia dan pandai memasak membuat masakan spesial untuk Rasulullah saw.. Ia lalu datang mengundang beliau. Beliau bertanya: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Ia menjawab: “Tidak.” Rasulullah saw. pun menjawab: “Kalau begitu, tidak usah saja.” Orang itu datang lagi mengundang beliau dan beliau bertanya lagi: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Ia menjawab: “Tidak.” Rasulullah saw. pun menjawab: “Kalau begitu, tidak usah saja.” Kemudian ia datang lagi untuk yang ketiga kalinya, dan beliau tetap bertanya: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Pada kali ketiga ia menjawab: “Ya.” Mereka berdua (Rasulullah saw. dan A’isyah ra.) lantas bangkit dan saling berkejaran hingga sampai ke rumah si pengundang. (HR Muslim).
Jumat, 16 Oktober 2009
Pentingnya Silaturahim
Allah berfirman yang artinya:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Q.S. al-Isra`: 26)
Dalam firman lain menyatakan:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat ibn sabil…” (Q.S. an-Nisa`: 36)
Di sini kedudukan berbuat baik pada kerabat dekat berada pada urutan setelah berbakti kepada orang tua. Al-Quran telah menentukannya secara berurutan dimulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah dalam tahapan hubungan kemanusian. Setelah kerabat dekat, lalu meluas cakupannya sampai kepada setiap orang yang membutuhkannya dalam masyarakat. Ini sesuai dengan sifat manusia yang lebih cenderung berbuat baik kepada kerabat dekat. Ini juga sesuai dengan metode umum Islam dalam mengatur masyarakat muslim. Dimana tanggung jawab sosial dimulai dari lingkup keluarga, lalu meluas kepada kerabat dekat. Akhirnya mencakup semua kelompok manusia. Semuanya dilaksanakan dengan penuh kasih sayang dan ketulusan. Sehingga, hidup ini terasa manis, indah, dan layak di nikmati oleh manusia.
Silaturrahim termasuk metode dan asas Islami utama yang dibawa Islam ke dunia semenjak hari pertama Rasulullah memulai dakwah secara terbuka. Rasulullah telah menerangkan dasar-dasar Islam dan tanda-tandanya. Ternyata, silaturrahim termasuk tanda yang sangat jelas dalam sariat Islam. Sebagai bukti, adalah pembicaraan panjang Abu Sufyan r.a dengan Heraclius ketika ia bertanya kepadanya “apa yang diperintahkan oleh Nabi kalian?” Abu Sufyan menjawab: “Sembahlah Allah, jangan kalian menyekutukanNya dengan sesuatupun, tinggalkan apa yang dikatakan nenek monyangmu, menyuruh kami untuk melaksanakan shalat, jujur, meninggalkan perbuatan yang buruk, dan menyambung silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Silaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda yang agung dari agama Islam; (yaitu) mentauhidkan Allah, mendirikan shalat, berpegang teguh pada sifat jujur, dan menjauhkan diri dari perbuatan buruk. Karena itu, silaturrahim merupakan keistimewaan nyata yang ditampakkan kepada orang-orang yang untuk pertama kalinya bertanya tentang Islam.
Dalam sebuah hadis yang menerangkan asas-asas dan prilaku Islami, Amr ibn `anbasah r.a berkata:
“Saya datang kepada Rasulullah Saw, di Mekkah pada awal keNabian. Aku berkata kepada beliau: “Siapa kamu?” beliau berkata: “Nabi.” saya bertanya: “Apa Nabi itu?” beliau bersabda: “saya diutus oleh Allah” aku bertanya lagi: “Dengan apa kamu diutus?” beliau bersabda: “Allah mengutusku dengan silaturrahim, menghancurkan berhala, mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu.” (H.R. Muslim)
Dalam hadis di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah Saw, mengedepankan silaturrahim dalam memberikan penjelasan singkat tentang dasar-dasar Islam. Ini merupakan sebuah isyarat bahwa silaturrahim memiliki kedudukan penting dalam Islam, agama yang diturunkan sebagai rahmat untuk alam semesta.
Banyak nash-nash yang menganjurkan silaturrahim dan sekaligus mengancam orang yang memutuskannya. Diriwatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshari. Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw:
“Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku sebuah amal perbuatan yang bisa memasukkan aku kesurga?” Nabi bersabda: “Hendaklah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, melaksanakan shalat, membayar zakat, dan menyambung silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Silaturrahim disebutkan bersamaan dengan ibadah dan mentauhidkan Allah, pelaksanaan shalat, dan membayar zakat. Dengan demikian, silaturrahim termasuk amal shaleh yang menjamin seseorang masuk surga dan melindunginya dari api neraka. Diriwayatkan dari Anas r.a, bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Ternyata, silaturrahim membawa keberkahan dalam rezeki dan umur seseorang yang suka menyambungnya. Ibnu Umar r.a berkata: “Barang siapa yang bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, akan dipanjangkan umurnya, diperluas rezekinya, dan dicintai oleh keluarganya.” (H.R. Bukhari)
Orang yang suka menyambung silaturrahim akan mendapatkan keberkahan dalam rezeki dan bertambah umurnya. Rahmat Allah akan senantiasa tercurah kepadanya di dunia dan di akhirat. Ia akan dicintai oleh manusia dan dihormati. Sebaliknya, orang yang suka memutuskan tali silaturrahim akan mendapatkan kesengsaraan, bencana, dan kebencian dari Allah dan manusia. Di akhirat nanti, ia akan dijauhkan dari surga.
Cukuplah bagi orang yang memutuskan tali silaturrahim merasakan kesengsaraan dan bencana apabila mendengar sabda Rasulullah Saw: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Rahmat Allah tidak akan tercurahkan kepada sebuah kaum yang di dalamnya ada orang yang suka memutuskan tali silaturrahim. Seperti disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya Syu`abu al-Iman: “Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan dicurahkan pada sebuah kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan tali silaturrahim”
Oleh karena itu, Abu Hurairah r.a, tidak mau berdo`a disebuah tempat yang didalamnya ada orang yang memutuskan tali silaturrahim. Karena akan menjadi penghalang turunnya rahmat dan dikabulkannya do`a. Abu Hurairah berkata di sebuah tempat pada malam jumat: “Saya dengan paksa menyuruh orang yang memutuskan tali silaturrahim untuk meninggalkan kami.”
Tidak seorangpun berdiri sampai beliau mengatakan itu tiga kali. Setelah itu, ada seorang pemuda datang pada bibinya yang sudah dua tahun tidak pernah dikunjungi. Bibinya berkata kepadanya:
“Wahai keponakanku, apa yang membawa kamu kesini?” Ia berkata: “ Saya mendengar Abu Hurairah r.a berkata begini-begini.” Bibinya berkata, “saya mendengar Rasulullah Saw, bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan anak adam itu diperlihatkan kepada Allah setiap malam jumat, dan amal perbuatan orang yang memutuskan tali silaturrahim tidak diterima oleh Allah.” (H.R. Bukhari)
Seorang muslim memiliki perasaan halus dan senantisa mencari keridhaan Tuhan dan keselamatan diakhirat. Ia akan tergugah hatinya apabila mengetahui bahwa memutuskan silaturrahim akan menutupi turunnya rahmat, doa tidak dikabulkan, dan menggagalkan pahala sebuah pekerjaan. Sungguh suatu bencana besar bagi orang yang berdoa kemudian tidak dikabulkan. Beramal tetapi tidak diterima disisi Allah. Dan, mengharap rahmat Tuhan tapi rahmat itu menjauhinya. Karena itu tidak terbayang sama sekali bahwa suatu saat seorang muslim sejati akan memutuskan tali silaturrahim.
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Q.S. al-Isra`: 26)
Dalam firman lain menyatakan:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat ibn sabil…” (Q.S. an-Nisa`: 36)
Di sini kedudukan berbuat baik pada kerabat dekat berada pada urutan setelah berbakti kepada orang tua. Al-Quran telah menentukannya secara berurutan dimulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah dalam tahapan hubungan kemanusian. Setelah kerabat dekat, lalu meluas cakupannya sampai kepada setiap orang yang membutuhkannya dalam masyarakat. Ini sesuai dengan sifat manusia yang lebih cenderung berbuat baik kepada kerabat dekat. Ini juga sesuai dengan metode umum Islam dalam mengatur masyarakat muslim. Dimana tanggung jawab sosial dimulai dari lingkup keluarga, lalu meluas kepada kerabat dekat. Akhirnya mencakup semua kelompok manusia. Semuanya dilaksanakan dengan penuh kasih sayang dan ketulusan. Sehingga, hidup ini terasa manis, indah, dan layak di nikmati oleh manusia.
Silaturrahim termasuk metode dan asas Islami utama yang dibawa Islam ke dunia semenjak hari pertama Rasulullah memulai dakwah secara terbuka. Rasulullah telah menerangkan dasar-dasar Islam dan tanda-tandanya. Ternyata, silaturrahim termasuk tanda yang sangat jelas dalam sariat Islam. Sebagai bukti, adalah pembicaraan panjang Abu Sufyan r.a dengan Heraclius ketika ia bertanya kepadanya “apa yang diperintahkan oleh Nabi kalian?” Abu Sufyan menjawab: “Sembahlah Allah, jangan kalian menyekutukanNya dengan sesuatupun, tinggalkan apa yang dikatakan nenek monyangmu, menyuruh kami untuk melaksanakan shalat, jujur, meninggalkan perbuatan yang buruk, dan menyambung silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Silaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda yang agung dari agama Islam; (yaitu) mentauhidkan Allah, mendirikan shalat, berpegang teguh pada sifat jujur, dan menjauhkan diri dari perbuatan buruk. Karena itu, silaturrahim merupakan keistimewaan nyata yang ditampakkan kepada orang-orang yang untuk pertama kalinya bertanya tentang Islam.
Dalam sebuah hadis yang menerangkan asas-asas dan prilaku Islami, Amr ibn `anbasah r.a berkata:
“Saya datang kepada Rasulullah Saw, di Mekkah pada awal keNabian. Aku berkata kepada beliau: “Siapa kamu?” beliau berkata: “Nabi.” saya bertanya: “Apa Nabi itu?” beliau bersabda: “saya diutus oleh Allah” aku bertanya lagi: “Dengan apa kamu diutus?” beliau bersabda: “Allah mengutusku dengan silaturrahim, menghancurkan berhala, mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu.” (H.R. Muslim)
Dalam hadis di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah Saw, mengedepankan silaturrahim dalam memberikan penjelasan singkat tentang dasar-dasar Islam. Ini merupakan sebuah isyarat bahwa silaturrahim memiliki kedudukan penting dalam Islam, agama yang diturunkan sebagai rahmat untuk alam semesta.
Banyak nash-nash yang menganjurkan silaturrahim dan sekaligus mengancam orang yang memutuskannya. Diriwatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshari. Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw:
“Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku sebuah amal perbuatan yang bisa memasukkan aku kesurga?” Nabi bersabda: “Hendaklah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, melaksanakan shalat, membayar zakat, dan menyambung silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Silaturrahim disebutkan bersamaan dengan ibadah dan mentauhidkan Allah, pelaksanaan shalat, dan membayar zakat. Dengan demikian, silaturrahim termasuk amal shaleh yang menjamin seseorang masuk surga dan melindunginya dari api neraka. Diriwayatkan dari Anas r.a, bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Ternyata, silaturrahim membawa keberkahan dalam rezeki dan umur seseorang yang suka menyambungnya. Ibnu Umar r.a berkata: “Barang siapa yang bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, akan dipanjangkan umurnya, diperluas rezekinya, dan dicintai oleh keluarganya.” (H.R. Bukhari)
Orang yang suka menyambung silaturrahim akan mendapatkan keberkahan dalam rezeki dan bertambah umurnya. Rahmat Allah akan senantiasa tercurah kepadanya di dunia dan di akhirat. Ia akan dicintai oleh manusia dan dihormati. Sebaliknya, orang yang suka memutuskan tali silaturrahim akan mendapatkan kesengsaraan, bencana, dan kebencian dari Allah dan manusia. Di akhirat nanti, ia akan dijauhkan dari surga.
Cukuplah bagi orang yang memutuskan tali silaturrahim merasakan kesengsaraan dan bencana apabila mendengar sabda Rasulullah Saw: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturrahim.” (H.R. Muttafaqun alaihi)
Rahmat Allah tidak akan tercurahkan kepada sebuah kaum yang di dalamnya ada orang yang suka memutuskan tali silaturrahim. Seperti disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya Syu`abu al-Iman: “Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan dicurahkan pada sebuah kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan tali silaturrahim”
Oleh karena itu, Abu Hurairah r.a, tidak mau berdo`a disebuah tempat yang didalamnya ada orang yang memutuskan tali silaturrahim. Karena akan menjadi penghalang turunnya rahmat dan dikabulkannya do`a. Abu Hurairah berkata di sebuah tempat pada malam jumat: “Saya dengan paksa menyuruh orang yang memutuskan tali silaturrahim untuk meninggalkan kami.”
Tidak seorangpun berdiri sampai beliau mengatakan itu tiga kali. Setelah itu, ada seorang pemuda datang pada bibinya yang sudah dua tahun tidak pernah dikunjungi. Bibinya berkata kepadanya:
“Wahai keponakanku, apa yang membawa kamu kesini?” Ia berkata: “ Saya mendengar Abu Hurairah r.a berkata begini-begini.” Bibinya berkata, “saya mendengar Rasulullah Saw, bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan anak adam itu diperlihatkan kepada Allah setiap malam jumat, dan amal perbuatan orang yang memutuskan tali silaturrahim tidak diterima oleh Allah.” (H.R. Bukhari)
Seorang muslim memiliki perasaan halus dan senantisa mencari keridhaan Tuhan dan keselamatan diakhirat. Ia akan tergugah hatinya apabila mengetahui bahwa memutuskan silaturrahim akan menutupi turunnya rahmat, doa tidak dikabulkan, dan menggagalkan pahala sebuah pekerjaan. Sungguh suatu bencana besar bagi orang yang berdoa kemudian tidak dikabulkan. Beramal tetapi tidak diterima disisi Allah. Dan, mengharap rahmat Tuhan tapi rahmat itu menjauhinya. Karena itu tidak terbayang sama sekali bahwa suatu saat seorang muslim sejati akan memutuskan tali silaturrahim.
Minggu, 27 September 2009
Kemuliaan Seorang Wanita
Di antara kisah menarik tentang kemuliaan wanita adalah seperti yang diceritakan oleh Al-‘Atabi, yaitu bahwa dia pernah berjalan kaki menyelusuri jalan-jalan yang ada di Bashrah. Tiba-tiba dia melihat seorang wanita yang termasuk wanita yang paling cantik dan manis, sedang bercanda dengan seorang laki-laki tua yang buruk rupa. Setiap kali wanita itu berbicara kepada laki-laki tersebut, dia pun tertawa di hadapan wajahnya.
Al-‘Atabi menceritakan: “Aku pun berusaha untuk mendekati wanita itu, lalu aku bertanya kepadanya: ‘Apa status laki-laki ini bagimu?’
Dia menjawab: ‘Dia adalah suamiku.’
Aku pun bertanya lagi: ‘Bagaimana mungkin kamu bisa bersabar dalam menghadapi keburukan rupa laki-laki ini, padahal kamu adalah wanita yang sangat cantik? Sungguh ini benar-benar menakjubkan!!’
Dia berkata: ‘Wahai Saudaraku, aku berharap barangkali ketika laki-laki itu dikaruniai diriku, dia pun bersyukur. Sebaliknya, ketika aku dikaruniai dirinya, aku pun bersabar. Orang yang bersabar dan orang yang bersyukur adalah termasuk penghuni surga. Bukankah dengan demikian, berarti aku telah ridha terhadap apa yang telah ditetapkan Allah untukku?’
Sungguh jawaban wanita itu membuatku tak berkutik, karena itu aku pun pergi dan meninggalkannya.” (Footnote: Tuhfah Al-‘Aruus, hal. 147.)
Al-‘Atabi menceritakan: “Aku pun berusaha untuk mendekati wanita itu, lalu aku bertanya kepadanya: ‘Apa status laki-laki ini bagimu?’
Dia menjawab: ‘Dia adalah suamiku.’
Aku pun bertanya lagi: ‘Bagaimana mungkin kamu bisa bersabar dalam menghadapi keburukan rupa laki-laki ini, padahal kamu adalah wanita yang sangat cantik? Sungguh ini benar-benar menakjubkan!!’
Dia berkata: ‘Wahai Saudaraku, aku berharap barangkali ketika laki-laki itu dikaruniai diriku, dia pun bersyukur. Sebaliknya, ketika aku dikaruniai dirinya, aku pun bersabar. Orang yang bersabar dan orang yang bersyukur adalah termasuk penghuni surga. Bukankah dengan demikian, berarti aku telah ridha terhadap apa yang telah ditetapkan Allah untukku?’
Sungguh jawaban wanita itu membuatku tak berkutik, karena itu aku pun pergi dan meninggalkannya.” (Footnote: Tuhfah Al-‘Aruus, hal. 147.)
Rabu, 09 September 2009
Islam Agama Toleransi
Peperangan telah terjadi antara kaum Muslimin dengan pasukan Salib. Dalam peperangan itu, Allah swt. memberikan pertolongan-Nya kepada kaum Muslimin dan panglima perang mereka, Shalahuddin Al-Ayyubi. Setelah peperangan selesai, Shalahuddin mendengar teriakan dan tangisan seorang wanita: “Aku ingin bertemu dengan panglima kalian yang bernama Shalahuddin!”
Shalahuddin: “Apa yang kamu inginkan, wahai wanita?”
Sang wanita: “Pasukanmu telah menahan suamiku dalam peperangan yang terjadi antara kami dengan kalian, lalu mereka mengambil anakku.”
Shalahuddin: “Sesungguhnya suamimu telah datang untuk memerangi kami dan menjajah negeri kami. Sungguh bukan kami yang memulai peperangan!”
Sang wanita: “Lalu bagaimana dengan anakku yang masih kecil, wahai pemimpin kaum Muslimin?”
Shalahuddin: “Apakah kamu tahu siapa nama orang yang mengambil anak itu darimu?”
Sang wanita: “Aku tidak tahu!”
Shalahuddin: “Wahai pasukan, carilah anak wanita ini dan bawalah ke sini sekarang juga!”
Sang wanita: “Itu dia anakku. Terima kasih, wahai Panglima yang penyayang. Terima kasih banyak!”
Shalahuddin: “Sesungguhnya Islam adalah agama yang penuh toleransi, penyayang dan adil. Ia tidak pernah memerintahkan kami untuk membunuh kaum wanita, anak-anak dan orang-orang yang sudah tua. Selain itu, kami tidak berperang kecuali untuk membela kebenaran dan kami tidak mau tunduk kepada penguasa yang zhalim atau melampaui batas. Inilah ajaran-ajaran agama kami, wahai wanita!”
Sang wanita: “Aku harap engkau mau memaafkan suamiku, karena sebenarnya dia adalah seorang laki-laki yang baik dan tidak menyukai peperangan. Mereka telah menipunya dengan mengatasnamakan Salib hingga akhirnya dia pun ikut berperang bersama mereka.”
Shalahuddin: “Wahai pasukan, sungguh aku telah memaafkan orang itu. Cepat bebaskan dia!”
Sang wanita: “Terima kasih, wahai Panglima yang agung!”
Shalahuddin: “Berterima-kasihlah kepada Allah, karena Dia-lah yang telah menyelamatkan suamimu!”
Sang wanita: “Sesungguhnya agama kalian lebih baik daripada agama kami. Apa yang harus dilakukan oleh orang yang ingin masuk ke dalamnya?”
Shalahuddin: “Imanilah bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah! Lalu lakukanlah apa yang diperintahkan Islam dan jauhilah apa yang dilarangnya!”
Sang wanita: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Shalahuddin: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan mereka dari api neraka dan memasukkan mereka ke dalam agama Islam.”
Shalahuddin: “Apa yang kamu inginkan, wahai wanita?”
Sang wanita: “Pasukanmu telah menahan suamiku dalam peperangan yang terjadi antara kami dengan kalian, lalu mereka mengambil anakku.”
Shalahuddin: “Sesungguhnya suamimu telah datang untuk memerangi kami dan menjajah negeri kami. Sungguh bukan kami yang memulai peperangan!”
Sang wanita: “Lalu bagaimana dengan anakku yang masih kecil, wahai pemimpin kaum Muslimin?”
Shalahuddin: “Apakah kamu tahu siapa nama orang yang mengambil anak itu darimu?”
Sang wanita: “Aku tidak tahu!”
Shalahuddin: “Wahai pasukan, carilah anak wanita ini dan bawalah ke sini sekarang juga!”
Sang wanita: “Itu dia anakku. Terima kasih, wahai Panglima yang penyayang. Terima kasih banyak!”
Shalahuddin: “Sesungguhnya Islam adalah agama yang penuh toleransi, penyayang dan adil. Ia tidak pernah memerintahkan kami untuk membunuh kaum wanita, anak-anak dan orang-orang yang sudah tua. Selain itu, kami tidak berperang kecuali untuk membela kebenaran dan kami tidak mau tunduk kepada penguasa yang zhalim atau melampaui batas. Inilah ajaran-ajaran agama kami, wahai wanita!”
Sang wanita: “Aku harap engkau mau memaafkan suamiku, karena sebenarnya dia adalah seorang laki-laki yang baik dan tidak menyukai peperangan. Mereka telah menipunya dengan mengatasnamakan Salib hingga akhirnya dia pun ikut berperang bersama mereka.”
Shalahuddin: “Wahai pasukan, sungguh aku telah memaafkan orang itu. Cepat bebaskan dia!”
Sang wanita: “Terima kasih, wahai Panglima yang agung!”
Shalahuddin: “Berterima-kasihlah kepada Allah, karena Dia-lah yang telah menyelamatkan suamimu!”
Sang wanita: “Sesungguhnya agama kalian lebih baik daripada agama kami. Apa yang harus dilakukan oleh orang yang ingin masuk ke dalamnya?”
Shalahuddin: “Imanilah bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah! Lalu lakukanlah apa yang diperintahkan Islam dan jauhilah apa yang dilarangnya!”
Sang wanita: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Shalahuddin: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan mereka dari api neraka dan memasukkan mereka ke dalam agama Islam.”
Rabu, 02 September 2009
Panduan Zakat
وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة واركعوا مع الراكعين
Dan dirikanlah shlat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang yang rukuk (Qs. Al-baqarah [2]: 43)
Makna Zakat: Zakat artinya kesucian dan kebersihan. Menurut syara’, zakat adalah mengeluarkan sebahagian harta atau bahan makanan utama menurut ketentuan dan ukuran yang ditentukan syari’at. Zakat disyari’atkan pada tahun ke II H. Bagi yang tidak mengeluarkan zakat, maka akan diseterika dengan seterika api neraka di akhirat kelak, sesuai hadis Abu Hurairah ra dalam riwayat Bukhari dan Muslim.
Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat:
a. Orang kaya yang punya harta benda atau uang banyak
b. Budak/hamba yang ditanggung majikannya (Qin dan Mudabbir)
c. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthallib
d. Orang kafir (non Muslim)
e. Orang yang kuat berusaha, dan usahanya telah mencukupinya
f. Orang-orang yang berada dalam tanggungan.
Orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik/ashnaf):
a. Fakir : Orang yang tidak punya harta, tidak punya usaha, tidak punya penanggung belanjanya dan tidak tercukupi kebutuhannya. (al-baqarah : 273)
b. Miskin : Orang yang punya harta atau usaha, tapi belum mencukupi kebutuhan. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
c. ‘Amil : Orang yang mengurusi zakat dan tidak menerima upah selain dari kepengurusan zakat. (HR Bukhari dari Abu Hamid as-Saidi)
d. Muallaf : Orang yang baru masuk Islam dan mengalami masalah dalam pembiayaan kebutuhannya. (HR Muslim dari Rafi’ ibn Khadij)
e. Hamba : Budak yang dijanjikan majikannya merdeka, tetapi tidak punya biaya untuk menebusnya.
f. Gharim : Orang yang berhutang di atas kemampuan yang hutangnya bukan dalam maksiat. (HR Ahmad dan Abu Daud dari Anas)
g. Fi sabilillah : Orang yang sedang berjuang di jalan Allah (perang atau menuntut ilmu) dan dia sendiri tidak punya gaji atau bayaran tertentu.
h. Ibn sabil : Orang yang sedang dalam perjalanan untuk kebaikan meninggalkan tanah airnya (perjalanan ke medan peperangan atau perjalanan menuntut ilmu), diberikan zakat sebagai bekal dalam perjalanannya.
Jenis-jenis zakat: Zakat terbagi 2, yaitu : Zakat maal (harta) dan zakat fitrah.
Zakat Maal (Harta)
Zakat maal (harta) hanya wajib atas orang yang kaya saja, sesuai keterangan rasulullah saw dalam hadis Abdullah Ibn Abbs, ketika rasul saw mengutus Mu’az ibn Jabal ke Yaman riwayat Bukhari dan Muslim yaitu,
إن الله فرض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم وترد على فقرائهم
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka (penduduk Yaman), yang dipungut dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.”
Harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya:
1. Ternak (unta, sapi/lembu/kerbau, kambing/domba): Syarat-syaratnya : a. Orangnya muslim b. Merdeka bukan hamba c. Milik sendiri secara sempurna, bukan titipan atau sewaan d. Cukup nisabnya e. Dimiliki selama setahun f. Digembalakan di tempat yang mubah
2. Emas dan Perak: Syarat-syaratnya : a. Muslim b. Merdeka c. Milik sempurna d. Sampai nisabnya (emas : 93,6 gram/2,5 %. Perak : 624 gram/2,5 %) e. Sampai setahun disimpan
3. Tanam-tanaman dan buah-buahan: Syarat-syaratnya : a. Muslim b. Merdeka c. Milik sempurna d. Tanaman atau buahan tersebut mengenyangkan e. Tanaman atau buahan tersebut dapat disimpan lama f. Sampai nisabnya (yang diirigasi : 5 %, non irigasi : 10 %) g. Telah panen
4. Harta perniagaan: Syarat-syaratnya sama dengan syarat-syarat pada emas dan perak
5. Harta Rikaz (harta terpendam): Syaratnya dikeluarkan zakat saat ditemukan dengan hitungan 20 %
6. Benda yang ditambang: Syaratnya sama dengan zakat emas dan perak, yaitu telah sampai setahun dan nisabnya 93,6 gram, persentase zakatnya 2,5 %.
Selain benda-benda tersebut, ternyata dalam kehidupan sekarang telah lahir berbagai jenis usaha/pekerjaan/profesi dan jasa yang zakatnya perlu dikeluarkan. Sebab nilai dari pekerjaan/usaha/profesi/jasa tersebut telah mencukupi kebutuhan dan bahkan berlebihan. Untuk itu dibutuhkan ijtihad, karena tidak ditemukan aturannya dalam nas-nas Al-Quran atau Hadis. Selain itu difahami dari keumuman (‘Am) ayat yang terkandung dalam surat al-Baqarah : 267.
Mengenai segala usaha (tambak, kebun teh, karet, sawit, kopi, peternakan ayam, bebek, kelinci, dsb), industri-industi yang tidak membutuhkan peralatan permanen, jasa, real estate, gaji, komisi, pendapatan diqiyaskan dengan zakat harta perniagaan (perdagangan), karena sama-sama menjual (yang satu menjual barang yang lain menjual jasa) dan sama-sama mengandung resiko (untung/rugi). Untuk itu dikeluarkan zakatnya 2,5 %.
Adapun segala industri-industri yang membutuhkan peralatan permanen (seperti pabrik dan perhotelan), maka zakatnya diqiyaskan dengan zakat pertanian yang diirigasi yaitu sebesar 5 %.
Untuk memudahkan penghitungan ada sebuah rumus yang dapat diterapkan :
Ph – (Kp + U + P) = H x Nz (dengan syarat perhatikan Nz & H) Keterangan : Ph : Penghasilan H : Hasil pengurangan Kp : Kebutuhan Pokok Nz : Nisab zakat U : Utang yang mesti dibayar H : Haul (masa setahun/panen) P : Pajak
Contoh kasus : Ahmad seorang pegawai berpangkat lector IV b, berkeluarga suami-istri dan 3 anak. Penghasilannya adalah :
a. Gaji PNS Rp. 300.000/bln x 12 bln = Rp. 3.600.000,-
b. Honor mengajar dari bbrp Universitas = Rp. 2.400.000,- Rp. 200.000/bln x 12 bln
c. Royalty sebagai penulis = Rp. 1.500.000,-
d. Deposito di bank dan bunganya = Rp. 1.500.000,-
Jumlah Rp. 9.000.000,-
Pengeluarannya (riil setahun) adalah :
a. Kebutuhan pokok keluarga Rp. 300.000/bln = Rp. 3.600.000,- x 12 bulan
b. PBB, Telepon, Listrik dll = Rp. 250.000,-
c. Angsuran kredit kereta Rp. 75.000/bln x 12 bln = Rp. 900.000,-
d. Angsuran rumah Perumnas Rp. 100.000/bln x 12 bl = Rp. 1.200.000,-
e. Membayar hutang = Rp. 50.000,-
Jumlah Rp. 6.200.000,-
Zakatnya adalah : 2,5 % x (Rp. 9.000.000,- dikurangi Rp. 6.200.000,-) = Rp. 70.000,- (Tujuh Puluh Ribu Rupiah).
Zakat Fithrah
Zakat fithrah gunanya untuk menyucikan hati dan jiwa, sebab orang yang berpuasa terkadang terlanjur berkata yang sia-sia atau juga berbohong. Oleh sebab itu, zakat fithrah hadir untuk menyucikannya, sehingga zakat fithrah disebut juga zakat an-nafs, sebagaimana dalam hadis Ibn Abbas riwayat Abu Daud dan Ibn Majah.
Berdasarkan hadis Abdullah ibn umar riwayat Bukhari dan Muslim, zakat fithrah diwajibkan atas setiap orang merdeka, budak, laki-laki atau perempuan, yang mendapati matahari terbenam di akhir ramadhan. Diwajibkan zakat fithrah dikeluarkan untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, baru kemudian orang-orang yang ditanggungnya, seperti istri dan anak.
Adapun ukuran zakat fithrah berdasarkan hadis Ibn Umar adalah 1 sha’ (gantang) = 3,5 liter = 2,5 kg dari bahan-bahan makanan pokok yang utama, seperti beras, sagu, jagung, gandum dsb. Ukuran tersebut dapat juga diuangkan dengan melihat kualitas bahan makanan pokok yang dijadikan standart nilai zakat.
1. Waktu mengeluarkan zakat fithrah: Berdasarkan hadis Ibn Umar riwayat Bukhari dan Muslim, sebagian ulama fiqh menetapkan ada 5 waktu penunaian zakat fithrah, yaitu :
a. Waktu jawaz (harus) : sejak awal ramadhan hingga akhir ramadhan
b. Waktu wajib : bila matahari telah terbenam di akhir ramadhan hingga terbit fajar
c. Waktu afdhal : sebelum orang-orang keluar pada pagi hari itu, untuk melaksanakan shalat hari raya.
d. Waktu makruh : setelah selesai shalat hari raya, baru dibayarkan
e. Waktu haram : setelah selesai berhari raya (keesokan harinya).
2. Orang-orang yang tidak wajib dibayarkan fithrahnya:
a. Istri yang durhaka, sebab gugur nafkahnya dan wajib bagi dirinya sendiri mengeluarkan zakat fithrahnya
b. Istri yang kaya, walaupun tidak durhaka, maka wajib dia menunaikan fithrahnya sendiri. Dan suaminya tidak wajib difithrahinya, sebab dirinya telah diserahkannya kepada suaminya.
c. Anak kecil yang kaya, maka wajib dikeluarkan zakat fithrahnya adri harta kekayaannya, ayahnya juga boleh mengeluarkannya.
d. Anak yang sudah besar dan sudah punya usaha
e. Budak yang kafir
f. Murtad (keluar dari agama islam)
3. Kepada siapa zakat fithrah diberikan?: Berdasarkan surat at-taubah : 60, maka jelas zakat fithrah diberikan kepada 8 mustahiq/ashnaf. Tetapi untuk lebih afdhalnya (lebih utama) maka hendaknya diberikan kepada keluarga yang lebih dekat, yang bukan tanggungan atau ditanggung dan memenuhi syarat salah satu dari ashnaf yg 8. Ini difahami dari kandungan surat al-Baqarah : 177.
4. Hikmah zakat:
a. Menolong orang yang lemah dan orang yang susah agar ia dapat menunaikna kewajibannya kepada Allah
b. Membersihkan diri dari kikir dan akhlak tercela serta mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah
c. Sebagai ucapan syukur atas segala nikmat yang diberikan Allah
d. Menjaga kejahatan-kejahatan yang akan ditimbulkan oleh orang faqir atau miskin
e. Menciptakan kesetiakawanan antara yang kaya dan yang miskin
Source: http://www.ponpesalhusna.wordpress.com
Download artikel ini, klik: http://www.ziddu.com/download/6301005/ZAKAT.doc.html
Dan dirikanlah shlat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang yang rukuk (Qs. Al-baqarah [2]: 43)
Makna Zakat: Zakat artinya kesucian dan kebersihan. Menurut syara’, zakat adalah mengeluarkan sebahagian harta atau bahan makanan utama menurut ketentuan dan ukuran yang ditentukan syari’at. Zakat disyari’atkan pada tahun ke II H. Bagi yang tidak mengeluarkan zakat, maka akan diseterika dengan seterika api neraka di akhirat kelak, sesuai hadis Abu Hurairah ra dalam riwayat Bukhari dan Muslim.
Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat:
a. Orang kaya yang punya harta benda atau uang banyak
b. Budak/hamba yang ditanggung majikannya (Qin dan Mudabbir)
c. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthallib
d. Orang kafir (non Muslim)
e. Orang yang kuat berusaha, dan usahanya telah mencukupinya
f. Orang-orang yang berada dalam tanggungan.
Orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik/ashnaf):
a. Fakir : Orang yang tidak punya harta, tidak punya usaha, tidak punya penanggung belanjanya dan tidak tercukupi kebutuhannya. (al-baqarah : 273)
b. Miskin : Orang yang punya harta atau usaha, tapi belum mencukupi kebutuhan. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
c. ‘Amil : Orang yang mengurusi zakat dan tidak menerima upah selain dari kepengurusan zakat. (HR Bukhari dari Abu Hamid as-Saidi)
d. Muallaf : Orang yang baru masuk Islam dan mengalami masalah dalam pembiayaan kebutuhannya. (HR Muslim dari Rafi’ ibn Khadij)
e. Hamba : Budak yang dijanjikan majikannya merdeka, tetapi tidak punya biaya untuk menebusnya.
f. Gharim : Orang yang berhutang di atas kemampuan yang hutangnya bukan dalam maksiat. (HR Ahmad dan Abu Daud dari Anas)
g. Fi sabilillah : Orang yang sedang berjuang di jalan Allah (perang atau menuntut ilmu) dan dia sendiri tidak punya gaji atau bayaran tertentu.
h. Ibn sabil : Orang yang sedang dalam perjalanan untuk kebaikan meninggalkan tanah airnya (perjalanan ke medan peperangan atau perjalanan menuntut ilmu), diberikan zakat sebagai bekal dalam perjalanannya.
Jenis-jenis zakat: Zakat terbagi 2, yaitu : Zakat maal (harta) dan zakat fitrah.
Zakat Maal (Harta)
Zakat maal (harta) hanya wajib atas orang yang kaya saja, sesuai keterangan rasulullah saw dalam hadis Abdullah Ibn Abbs, ketika rasul saw mengutus Mu’az ibn Jabal ke Yaman riwayat Bukhari dan Muslim yaitu,
إن الله فرض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم وترد على فقرائهم
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka (penduduk Yaman), yang dipungut dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.”
Harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya:
1. Ternak (unta, sapi/lembu/kerbau, kambing/domba): Syarat-syaratnya : a. Orangnya muslim b. Merdeka bukan hamba c. Milik sendiri secara sempurna, bukan titipan atau sewaan d. Cukup nisabnya e. Dimiliki selama setahun f. Digembalakan di tempat yang mubah
2. Emas dan Perak: Syarat-syaratnya : a. Muslim b. Merdeka c. Milik sempurna d. Sampai nisabnya (emas : 93,6 gram/2,5 %. Perak : 624 gram/2,5 %) e. Sampai setahun disimpan
3. Tanam-tanaman dan buah-buahan: Syarat-syaratnya : a. Muslim b. Merdeka c. Milik sempurna d. Tanaman atau buahan tersebut mengenyangkan e. Tanaman atau buahan tersebut dapat disimpan lama f. Sampai nisabnya (yang diirigasi : 5 %, non irigasi : 10 %) g. Telah panen
4. Harta perniagaan: Syarat-syaratnya sama dengan syarat-syarat pada emas dan perak
5. Harta Rikaz (harta terpendam): Syaratnya dikeluarkan zakat saat ditemukan dengan hitungan 20 %
6. Benda yang ditambang: Syaratnya sama dengan zakat emas dan perak, yaitu telah sampai setahun dan nisabnya 93,6 gram, persentase zakatnya 2,5 %.
Selain benda-benda tersebut, ternyata dalam kehidupan sekarang telah lahir berbagai jenis usaha/pekerjaan/profesi dan jasa yang zakatnya perlu dikeluarkan. Sebab nilai dari pekerjaan/usaha/profesi/jasa tersebut telah mencukupi kebutuhan dan bahkan berlebihan. Untuk itu dibutuhkan ijtihad, karena tidak ditemukan aturannya dalam nas-nas Al-Quran atau Hadis. Selain itu difahami dari keumuman (‘Am) ayat yang terkandung dalam surat al-Baqarah : 267.
Mengenai segala usaha (tambak, kebun teh, karet, sawit, kopi, peternakan ayam, bebek, kelinci, dsb), industri-industi yang tidak membutuhkan peralatan permanen, jasa, real estate, gaji, komisi, pendapatan diqiyaskan dengan zakat harta perniagaan (perdagangan), karena sama-sama menjual (yang satu menjual barang yang lain menjual jasa) dan sama-sama mengandung resiko (untung/rugi). Untuk itu dikeluarkan zakatnya 2,5 %.
Adapun segala industri-industri yang membutuhkan peralatan permanen (seperti pabrik dan perhotelan), maka zakatnya diqiyaskan dengan zakat pertanian yang diirigasi yaitu sebesar 5 %.
Untuk memudahkan penghitungan ada sebuah rumus yang dapat diterapkan :
Ph – (Kp + U + P) = H x Nz (dengan syarat perhatikan Nz & H) Keterangan : Ph : Penghasilan H : Hasil pengurangan Kp : Kebutuhan Pokok Nz : Nisab zakat U : Utang yang mesti dibayar H : Haul (masa setahun/panen) P : Pajak
Contoh kasus : Ahmad seorang pegawai berpangkat lector IV b, berkeluarga suami-istri dan 3 anak. Penghasilannya adalah :
a. Gaji PNS Rp. 300.000/bln x 12 bln = Rp. 3.600.000,-
b. Honor mengajar dari bbrp Universitas = Rp. 2.400.000,- Rp. 200.000/bln x 12 bln
c. Royalty sebagai penulis = Rp. 1.500.000,-
d. Deposito di bank dan bunganya = Rp. 1.500.000,-
Jumlah Rp. 9.000.000,-
Pengeluarannya (riil setahun) adalah :
a. Kebutuhan pokok keluarga Rp. 300.000/bln = Rp. 3.600.000,- x 12 bulan
b. PBB, Telepon, Listrik dll = Rp. 250.000,-
c. Angsuran kredit kereta Rp. 75.000/bln x 12 bln = Rp. 900.000,-
d. Angsuran rumah Perumnas Rp. 100.000/bln x 12 bl = Rp. 1.200.000,-
e. Membayar hutang = Rp. 50.000,-
Jumlah Rp. 6.200.000,-
Zakatnya adalah : 2,5 % x (Rp. 9.000.000,- dikurangi Rp. 6.200.000,-) = Rp. 70.000,- (Tujuh Puluh Ribu Rupiah).
Zakat Fithrah
Zakat fithrah gunanya untuk menyucikan hati dan jiwa, sebab orang yang berpuasa terkadang terlanjur berkata yang sia-sia atau juga berbohong. Oleh sebab itu, zakat fithrah hadir untuk menyucikannya, sehingga zakat fithrah disebut juga zakat an-nafs, sebagaimana dalam hadis Ibn Abbas riwayat Abu Daud dan Ibn Majah.
Berdasarkan hadis Abdullah ibn umar riwayat Bukhari dan Muslim, zakat fithrah diwajibkan atas setiap orang merdeka, budak, laki-laki atau perempuan, yang mendapati matahari terbenam di akhir ramadhan. Diwajibkan zakat fithrah dikeluarkan untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, baru kemudian orang-orang yang ditanggungnya, seperti istri dan anak.
Adapun ukuran zakat fithrah berdasarkan hadis Ibn Umar adalah 1 sha’ (gantang) = 3,5 liter = 2,5 kg dari bahan-bahan makanan pokok yang utama, seperti beras, sagu, jagung, gandum dsb. Ukuran tersebut dapat juga diuangkan dengan melihat kualitas bahan makanan pokok yang dijadikan standart nilai zakat.
1. Waktu mengeluarkan zakat fithrah: Berdasarkan hadis Ibn Umar riwayat Bukhari dan Muslim, sebagian ulama fiqh menetapkan ada 5 waktu penunaian zakat fithrah, yaitu :
a. Waktu jawaz (harus) : sejak awal ramadhan hingga akhir ramadhan
b. Waktu wajib : bila matahari telah terbenam di akhir ramadhan hingga terbit fajar
c. Waktu afdhal : sebelum orang-orang keluar pada pagi hari itu, untuk melaksanakan shalat hari raya.
d. Waktu makruh : setelah selesai shalat hari raya, baru dibayarkan
e. Waktu haram : setelah selesai berhari raya (keesokan harinya).
2. Orang-orang yang tidak wajib dibayarkan fithrahnya:
a. Istri yang durhaka, sebab gugur nafkahnya dan wajib bagi dirinya sendiri mengeluarkan zakat fithrahnya
b. Istri yang kaya, walaupun tidak durhaka, maka wajib dia menunaikan fithrahnya sendiri. Dan suaminya tidak wajib difithrahinya, sebab dirinya telah diserahkannya kepada suaminya.
c. Anak kecil yang kaya, maka wajib dikeluarkan zakat fithrahnya adri harta kekayaannya, ayahnya juga boleh mengeluarkannya.
d. Anak yang sudah besar dan sudah punya usaha
e. Budak yang kafir
f. Murtad (keluar dari agama islam)
3. Kepada siapa zakat fithrah diberikan?: Berdasarkan surat at-taubah : 60, maka jelas zakat fithrah diberikan kepada 8 mustahiq/ashnaf. Tetapi untuk lebih afdhalnya (lebih utama) maka hendaknya diberikan kepada keluarga yang lebih dekat, yang bukan tanggungan atau ditanggung dan memenuhi syarat salah satu dari ashnaf yg 8. Ini difahami dari kandungan surat al-Baqarah : 177.
4. Hikmah zakat:
a. Menolong orang yang lemah dan orang yang susah agar ia dapat menunaikna kewajibannya kepada Allah
b. Membersihkan diri dari kikir dan akhlak tercela serta mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah
c. Sebagai ucapan syukur atas segala nikmat yang diberikan Allah
d. Menjaga kejahatan-kejahatan yang akan ditimbulkan oleh orang faqir atau miskin
e. Menciptakan kesetiakawanan antara yang kaya dan yang miskin
Source: http://www.ponpesalhusna.wordpress.com
Download artikel ini, klik: http://www.ziddu.com/download/6301005/ZAKAT.doc.html
Rabu, 26 Agustus 2009
Utsman bin Affan, Sang Dzun Nurain
Abu Lahab adalah orang yang paling memusuhi Nabi dan isterinya, Khadijah binti Khuwailid. Isteri Abu Lahab, Ummu Jamil binti Harb, juga merupakan seorang wanita yang buruk akhlaknya. Al-Qur`an menjulukinya dengan nama Hammaalah Al-Hathab (pembawa kayu bakar), karena dia sangat memusuhi dan membenci beliau. Abu Lahab dan isterinya ingin menyakiti hati Rasulullah. Keduanya memerintahkan kepada kedua anaknya, ‘Utbah dan ‘Utaibah, untuk menceraikan Ruqayyah dan Ummu Kultsum yang kedua-duanya adalah puteri Rasulullah saw..
Utsman ingin sekali menikah dengan Ruqayyah. Maka, setelah Ruqayyah dicerai oleh suaminya, Utsman pergi kepada Rasulullah saw. untuk meminang Ruqayyah. Rasulullah saw. pun menikahkan Ruqayyah dengan Utsman. Utsman adalah seorang pemuda yang berparas tampan dan berpenampilan menarik. Demikian pula dengan Ruqayyah, dia juga seorang wanita yang berparas cantik dan berpenampilan menarik.
Pernikahan Utsman dengan Ruqayyah merupakan pernikahan yang sangat indah, sehingga para pemudi Mekkah bernyanyi dengan mengatakan:
Sungguh, pasangan terindah yang pernah dilihat oleh manusia #
(Mereka berdua adalah) Ruqayyah dan suaminya, Utsman.
Kebencian orang-orang Quraisy kepada Utsman semakin bertambah setelah pernikahan Utsman dengan Ruqayyah itu. Mereka telah mengetahui betapa besar rasa cinta Utsman kepada Rasulullah saw. dan juga rasa cinta Rasulullah saw. kepada Utsman. Maka, siksaan yang ditujukan kepada Utsman dan isterinya itu pun semakin bertambah. Orang-orang Quraisy memerangi Utsman dengan menghancurkan perdagangannya, hingga akhirnya kota Mekkah terasa semakin sempit bagi Utsman dan Ruqayyah. Maka, Utsman berhijrah ke Habasyah dengan ditemani oleh Ruqayyah.
Nabi saw. melihat kepergiaan Utsman dan Ruqayyah saat mereka berdua hendak berhijrah. Maka beliau bersabda, “Semoga Allah menemani Utsman dan Ruqayyah. Sesungguhnya Utsman adalah orang yang pertama kali berhijrah bersama keluarganya setelah Nabi Luth.”
Akan tetapi, kerinduan Ruqayyah kepada kota Mekkah telah mempercepat kepulangan Utsman dari Habasyah. Sesampainya di Mekkah, mereka berdua mengetahui bahwa Khadijah telah meninggal dunia. Ruqayyah pun bersedih atas kematian ibunya itu. Utsman juga demikian, dia sangat terpengaruh dengan kematian Khadijah. Namun, Allah memberikan ganti kepada keduanya berupa seorang anak kecil yang diberi nama oleh Rasulullah saw dengan nama Abdullah.
Setelah itu, Utsman berhijrah ke Madinah bersama kaum muslimin lainnya. Saat orang yang bertugas untuk mengajak kaum muslimin berjihad berseru, “Wahai kuda Allah, naiklah (ke atas untamu)!”, Utsman sedang berada di samping Ruqayyah yang sedang mengalami sakit parah setelah anaknya, Abdullah, meninggal dunia. Maka, Utsman pun meminta izin kepada Nabi saw. agar dia dapat mendampingi isterinya yang sedang sakit. Rasulullah pun mengizinkannya. Oleh sebab itu, maka Utsman tidak ikut serta dalam peperangan Badar. Akan tetapi, Nabi saw. tetap memberikan kepadanya harta rampasan yang diperoleh dalam peperangan ini, sehingga dia menjadi seperti orang yang ikut serta dalam peperangan tersebut.
Kaum Muslimin kembali dari perang Badar dengan membawa kemenangan. Namun, luapan kegembiraan karena kemenangan ini bercampur dengan air mata kesedihan. Sebab, Ruqayyah binti Rasulullah telah meninggal dunia. Utsman pun kini hidup seorang diri tanpa ada isteri yang mendampinginya. Dulu, dia merupakan menantu Rasulullah saw.. Akan tetapi sekarang, hubungan nasab antara dirinya dengan Rasulullah telah terputus.
Umar pun berkeinginan untuk menikahkan puterinya, Hafshah, dengan Utsman. Tetapi Utsman tidak menerima keinginan Umar itu. Maka, Umar mengadu kepada Nabi saw. Beliau pun bersabda kepada Umar, “Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik daripada Utsman, sementara Utsman akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Hafshah.”
Rasulullah saw. pun, akhirnya, menikahi Hafshah. Sedangkan Utsman dinikahkan oleh Rasulullah saw. dengan Ummu Kultsum yang telah menjadi janda setelah dicerai oleh putera Abu Lahab. Seolah-olah Allah telah menyimpan Ummu Kultsum untuk Utsman hingga dia dapat menjadi isteri Utsman.
Sejak pernikahan Utsman dengan Ummu Kultsum, Utsman pun menjadi Dzu An-Nuurain (orang yang mempunyai dua cahaya). Sebab, dia telah menikah dengan dua puteri Rasulullah saw., dimana tidak ada seorang pun yang menikahi dua puteri Rasulullah saw kecuali Utsman ra.. Ummu Kultsum tetap menjadi isteri Utsman hingga dia meninggal dunia pada tahun ke-9 Hijriyah. Ketika Ummu Kultsum meninggal dunia, Utsman sangat bersedih karena dia tahu bahwa Rasulullah tidak lagi memiliki seorang anak perempuan yang dapat dinikahinya. Maka, Rasulullah saw. bersabda, “Andaikan aku mempunyai puteri yang ketiga, niscaya aku akan menikahkannya dengan Utsman.”
Utsman ingin sekali menikah dengan Ruqayyah. Maka, setelah Ruqayyah dicerai oleh suaminya, Utsman pergi kepada Rasulullah saw. untuk meminang Ruqayyah. Rasulullah saw. pun menikahkan Ruqayyah dengan Utsman. Utsman adalah seorang pemuda yang berparas tampan dan berpenampilan menarik. Demikian pula dengan Ruqayyah, dia juga seorang wanita yang berparas cantik dan berpenampilan menarik.
Pernikahan Utsman dengan Ruqayyah merupakan pernikahan yang sangat indah, sehingga para pemudi Mekkah bernyanyi dengan mengatakan:
Sungguh, pasangan terindah yang pernah dilihat oleh manusia #
(Mereka berdua adalah) Ruqayyah dan suaminya, Utsman.
Kebencian orang-orang Quraisy kepada Utsman semakin bertambah setelah pernikahan Utsman dengan Ruqayyah itu. Mereka telah mengetahui betapa besar rasa cinta Utsman kepada Rasulullah saw. dan juga rasa cinta Rasulullah saw. kepada Utsman. Maka, siksaan yang ditujukan kepada Utsman dan isterinya itu pun semakin bertambah. Orang-orang Quraisy memerangi Utsman dengan menghancurkan perdagangannya, hingga akhirnya kota Mekkah terasa semakin sempit bagi Utsman dan Ruqayyah. Maka, Utsman berhijrah ke Habasyah dengan ditemani oleh Ruqayyah.
Nabi saw. melihat kepergiaan Utsman dan Ruqayyah saat mereka berdua hendak berhijrah. Maka beliau bersabda, “Semoga Allah menemani Utsman dan Ruqayyah. Sesungguhnya Utsman adalah orang yang pertama kali berhijrah bersama keluarganya setelah Nabi Luth.”
Akan tetapi, kerinduan Ruqayyah kepada kota Mekkah telah mempercepat kepulangan Utsman dari Habasyah. Sesampainya di Mekkah, mereka berdua mengetahui bahwa Khadijah telah meninggal dunia. Ruqayyah pun bersedih atas kematian ibunya itu. Utsman juga demikian, dia sangat terpengaruh dengan kematian Khadijah. Namun, Allah memberikan ganti kepada keduanya berupa seorang anak kecil yang diberi nama oleh Rasulullah saw dengan nama Abdullah.
Setelah itu, Utsman berhijrah ke Madinah bersama kaum muslimin lainnya. Saat orang yang bertugas untuk mengajak kaum muslimin berjihad berseru, “Wahai kuda Allah, naiklah (ke atas untamu)!”, Utsman sedang berada di samping Ruqayyah yang sedang mengalami sakit parah setelah anaknya, Abdullah, meninggal dunia. Maka, Utsman pun meminta izin kepada Nabi saw. agar dia dapat mendampingi isterinya yang sedang sakit. Rasulullah pun mengizinkannya. Oleh sebab itu, maka Utsman tidak ikut serta dalam peperangan Badar. Akan tetapi, Nabi saw. tetap memberikan kepadanya harta rampasan yang diperoleh dalam peperangan ini, sehingga dia menjadi seperti orang yang ikut serta dalam peperangan tersebut.
Kaum Muslimin kembali dari perang Badar dengan membawa kemenangan. Namun, luapan kegembiraan karena kemenangan ini bercampur dengan air mata kesedihan. Sebab, Ruqayyah binti Rasulullah telah meninggal dunia. Utsman pun kini hidup seorang diri tanpa ada isteri yang mendampinginya. Dulu, dia merupakan menantu Rasulullah saw.. Akan tetapi sekarang, hubungan nasab antara dirinya dengan Rasulullah telah terputus.
Umar pun berkeinginan untuk menikahkan puterinya, Hafshah, dengan Utsman. Tetapi Utsman tidak menerima keinginan Umar itu. Maka, Umar mengadu kepada Nabi saw. Beliau pun bersabda kepada Umar, “Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik daripada Utsman, sementara Utsman akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Hafshah.”
Rasulullah saw. pun, akhirnya, menikahi Hafshah. Sedangkan Utsman dinikahkan oleh Rasulullah saw. dengan Ummu Kultsum yang telah menjadi janda setelah dicerai oleh putera Abu Lahab. Seolah-olah Allah telah menyimpan Ummu Kultsum untuk Utsman hingga dia dapat menjadi isteri Utsman.
Sejak pernikahan Utsman dengan Ummu Kultsum, Utsman pun menjadi Dzu An-Nuurain (orang yang mempunyai dua cahaya). Sebab, dia telah menikah dengan dua puteri Rasulullah saw., dimana tidak ada seorang pun yang menikahi dua puteri Rasulullah saw kecuali Utsman ra.. Ummu Kultsum tetap menjadi isteri Utsman hingga dia meninggal dunia pada tahun ke-9 Hijriyah. Ketika Ummu Kultsum meninggal dunia, Utsman sangat bersedih karena dia tahu bahwa Rasulullah tidak lagi memiliki seorang anak perempuan yang dapat dinikahinya. Maka, Rasulullah saw. bersabda, “Andaikan aku mempunyai puteri yang ketiga, niscaya aku akan menikahkannya dengan Utsman.”
Jumat, 21 Agustus 2009
MLM, Halal atau Haram
Semua bisnis termasuk yang menggunakan sistem MLM dalam literatur syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori mu’amalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (Jual-beli) yang hukum asalnya dari aspek hukum jual-belinya secara prinsip boleh berdasarkan kaidah fiqih sebagaimana dikemukakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah “Pada dasarnya semua ibadah hukumnya haram kecuali kalau ada dalil yang memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum transaksi dan mu’amalah adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarangnya”. (Lihat I’lamul Muwaqi’in 1/344). Hal itu tentunya selama bisnis yang dilakukan memenuhi unsur syariah yaitu bebas dari unsur-unsur haram diantaranya;
Riba (Transaksi Keuangan Berbasis Bunga); Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375)
Gharar (Kontrak yang tidak Lengkap dan Jelas); Dari Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual beli gharar”. (HR. Muslim)
Penipuan (Tadlis/Ghisy); Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Dawud 3435, Ibnu Majah 2224)
Perjudian (Maysir atau Transaksi Spekulatif Tinggi yang tidak terkait dengan Produktifitas Riil); Firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah.” (QS. Al-Maidah: 90)
Kedhaliman dan Eksploitatif (Dzulm). Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…” (QS. An-Nisaa:29)
Barang/Jasa yang dijual adalah berunsur atau mengandung hal yang haram. Dari Ibnu ‘Abbas ra. berkata :”Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih)
(Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Zadul Ma’ad Imam Ibnul Qayyim 5/746, Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal. 191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, hal.60).
Allah SWT. berfirman: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.Al-Baaqarah:275), “Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.” (QS.Al-Maidah:2) Sabda Rasulullah saw: “Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (HR.al-Baihaqi dan Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka buka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim).
Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan mengenai status hukum halal-haram maupun status syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia) termasuk oleh klaim sepihak sebagai Perusahaan MLM Syari’ah karena harus ada penjamin syariah dan bukti atau sertifikat syariah atau kehalalannya yang dapat diperftanggungjawabkan seperti dari MUI, melainkan tergantung sejauh mana dalam praktek manajemen, sistem marketing, kegiatan operasionalnya serta barang/jasa yang dijualnya setelah melalui kajian dan penelitian sesuai syariah. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat lebih dari 200-an perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri yang menjadi dasar secara individual perusahaan MLM itu dinilai halal atau haram.
Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM, terus marak dan subur menjamur dan bertambah merebak lagi setelah adanya badai krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM yang memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarakan solusi bisnis pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat diantaranya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN, Propolis Gold, Kamyabi-Net, Persada Network, termasuk yang Saudara tanyakan Tianshi bahkan juga yang berkedok MLM padahal bisnis money game (penggandaan uang) yang akhirnya bangkrut seperti Gee Cosmos. Hal itu menunjukkan bahwa bisnis MLM banyak diminati banyak kalangan diantaranya mengingat jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa. Bayangkan kalau rata-rata minimal belanja perbulan Rp 10 ribu per jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp.2 trilyun perbulan.
Bisnis MLM ini dalam kajian fiqih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek; produk barang atau jasa yang dijual dan cara ataupun sistem penjualan dan pemasarannya (trading/marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram tergantung kandungannya apakah terdapat unsur maupun komposisi yang diharamkan secara syariah ataukah tidak, demikian halnya jasa yang dijual. Sebagai contoh adakah di dalamnya terkandung unsur babi, khamr, bangkai, darah, pornografi dan pornoaksi, kemaksiatan, perjudian. Lebih mudahnya sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertivikasi halal dari LP-POM MUI, maupun sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Halal dari Negara Lain yang diakreditasi oleh LP-POM MUI seperti The Islamic Food and Nutrition of America (IFANCA), meskipun produk yang belum disertivikasi halal memang belum tentu haram tergantung pada kandungannya.
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang tetapi juga produk jasa yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqih disebut “Samsarah/simsar” ialah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, vol. III/159)
Kemunculan trend strategi pemasaran di dunia bisnis modern berupa multi level marketing memang sangat menguntungkan pengusaha dengan adanya penghematan biaya (minimizing cots) dalam iklan, promosi dan lainnya. Di samping menguntungkan para distributor sebagai simsar (makelar/broker/mitrakerja/agen/distributor) yang ingin bekerja secara mandiri dan bebas.
Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan sebagainya dalam fiqih Islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama seperti Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim, memandang boleh jasa ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat disamping persyaratan diatas, antara lain sebagai berikut: 1. Perjanjian jelas kedua belah pihak (QS. An-Nisa: 29) 2. Obyek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan. 3. Obyek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram.
Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (yang tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya, sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. (QS. Al-A’raf: 85), sesuai dengan hadits Nabi: “Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Tabrani). Tiga orang yang menjadi musuh Rasulullah di hari Qiyamat diantaranya “seseorang yang memakai jasa orang, kemudian menunaikan tugas pekerjaannya tetapi orang itu tidak menepati pembayaran upahnya.” (HR. Bukhari).
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu.” (QS. Al-Maidah:1) dan juga hadits Nabi: “orang-orang Islam itu terikat dengan perjanjian-perjanjian mereka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Abu Hurairah). Bila terdapat unsur dzulm (kezaliman) dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah ia lakukan maka bisnis MLM tersebut tidak benar.
Dalam menjalankan bisnis dengan sistem MLM perlu mewaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul sehingga membahayakan kepribadian diantaranya: obsesi yang berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu karena terpacu oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang kadang mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan bisnis, banyak yang keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu singkat, sistem ini akan memperlakukan seseorang (mitranya) berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang mereka capai yang pada akhirnya dapat mengkndisikan seseorang berjiwa materialis dan melupakan tujuan asasinya untuk dekat kepada Allah didunia dan akherat. (QS. Al-Qashash: 77 dan Al-Muthaffifin: 26).
IFANCA telah mengeluarkan edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama. Dalam edarannya IFANCA mengingatkan umat Islam untuk meneliti dahulu kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun menggunakannya yaitu dengan mengkaji aspek:
Marketing Plan-nya, apakah ada unssur skema piramida atau tidak. Kalau ada unsur piamida yaitu distributor yang lebih duluan masuk selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan down line dibawahnya, maka hukumnya haram.
Apakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak kontriversinya.
Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak, dan apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.
Apabila perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting ataupun hanya sebagai kedok atau kamuflase, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.
Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian.Selain kriteria penilaian di atas perlu diperhatikan pula hal-hal berikut:
Transparansi penjualan dan pembagian bonus serta komisi penjualan, disamping pembukuan yang menyangkut perpajakan dan perkembangan networking atau jaringan dan level, melalui laporan otomatis secara periodik.
Penegasan niat dan tujuan bisnis MLM sebagai sarana penjualan langsung produk barang ataupun jasa yang bermanfaat, dan bukan permainan uang (money game).
Meyakinkan kehalalan produk yang menjadi objek transaksi riil (underlying transaction) dan tidak mendorong kepada kehidupan boros, hedonis, dan membahayakan eksistensi produk domestik terutama MLM produk asing.
Tidak adanya excessive mark up (ghubn fakhisy) atas harga produk yang dijeluabelikan di atas covering biaya promosi dan marketing konvensional.
Harga barang dan bonus (komisi) penjualan diketahui secara jelas sejak awal dan dipastikan kebenarannya saat transaksi.
Tidak adanya eksploitasi pada jenjang manapun antar distributor aataupun antara produsen dan distributor, terutama dalam pembagian bonus yang merupakan cerminan hasil usaha masing-masing anggota.Mengenai beberapa bisnis yang memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih meragukan (syubhat) ataupun yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legalitas formal, pertanggung jawaban, tidak terbebasnya dari unsur-unsur haram seperti; riba (permainan bunga ataupun penggandaan uang), dzulm dan ghoror (merugikan nasabah dengan money game), maysir (perjudian), seperti kasus New Era 21, BMA, Solusi Centre, PT BUS (Republika, 25/7/1999, Adil, No.42 21-27 Juli 1999) sebaiknya ditinggalkan mengingat pesan Rasulullah saw: “Janganlah kalian membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni), “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat di mana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa yang jatuh pada syubhat berarti telah jatuh pada yang haram.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib ra.: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang tidak meragukan.” HR Tirmidzi dan Nasai).Untuk lebih memudahkan dalam mengetahui status kehalalan atau kesyariahan perusahaan MLM, dapat diketahui bahwa sampai posisi sekarang ini (Oktober 2008), perusahaan yang telah terdaftar sebagai MLM syariah dan mendapatkan sertifikat bisnis syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI sekaligus mendapatkan jaminan kesesuaian syariah dalam produk dan kegiatan operasional bisnisnya dari MUI yang diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah baru tiga perusahaan, yaitu; 1. PT Ahad-Net Internasional, 2. PT Usahajaya Ficooprasional (UFO), 3. PT Exer Indonesia.
Selain itu perlu kiranya dicermati beberapa isu syariah pada bisinis MLM diantaranya sebagaimana yang disoroti oleh MUI DKI dalam Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa MUI DKI Jakarta (hal: 288) adalah;
Barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem MLM menggunakan harga yang jauh lebih tinggi dari harga wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagi sharing modal dalam akad syirkah (kemitraan) mengingat pembeli sekaligus akan menjadi member perusahaan yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapat keuntungan estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM juga mengandung unsur kesamaran atau penipuan karena terjadi kekaburan antara akad jual beli, syirkah dan mudharabah, karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai pekerja yang memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli atau member baru.
Jika calon anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar uang tertentu, dengan ketentuan dia harus membeli produk perusahaan baik untuk dijual lagi atau tidak dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus. Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut maka keanggotaannya akan dicabut dan uangnya pun hangus. Hal ini diharamkan karena mengandung unsur gharar yang sangat jelas dan kedzaliman terhadap anggota.
Jika calon anggota mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk membeli atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota baru dengan cara seperti diatas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini merupakan salah satu transkasi berbasis riba karena menaruh uang diperusahaan tersebut kemudian mendapatkan hasil yang lebih banyak semacam money game. Sebagaimana kasus perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring dana dari masyarakat untuk menanamkan modal disitu dengan janji akan diberikan bunga dan bonus dari modalnya dengan memutarnya diantaranya pada investasi ribawi seperti deposito perbankan konvenisonal. Ini jelas hukumnya haram karena mengandung unsur riba.
Sebagai catatan akhir dalam rangka pertimbangan memasuki bisnis MLM sekaligus sebagai filter teknis agar tidak terjebak kepada pola MLM konvensional yang tidak meneerapkan system syariah sebagian kadang melakukan praktik eksploitatif yang tidak adil melalui skema sistem piramida marketing, saya merasa perlu menyampikan fenomena penyesatan intelektual kalau tidak dikatakan sebagai kebohongan dalam kampanye dan propaganda MLM konvensional sebagaimana 10 catatan yang ditulis oleh Robert L. Fitzpatrick dan Joyce K. Reynolds dalam bukunya False Profits: Seeking Financial and Spiritual Deliverance in Multi-Level Marketing and Pyramid Schemes, Herald Press Charlotte) sebagai berikut:
Pertama: MLM dikenalkan sebagai bisnis yang menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan banyak uang dibandingkan dengan bisnis lain maupun pekerjaan lain. Perlu dipelajari lebih lanjut bahwa bagi hampir semua orang yang menanamkan uang, MLM berakhir dengan hilangnya uang. Kurang dari 1% distributor MLM mendapatkan laba dan mereka yang mendapatkan pendapatan seumur hidup dalam bisnis ini persentasenya jauh lebih kecil lagi. Cara pemasaran dan penjualan yang tidak lazim menjadi penyebab utama kegagalan ini. Namun, kalau toh bisnis ini lebih berkelayakan, perhitungan matematis pasti akan membatasi terjadinya peluang sukses tersebut. Tipe struktur bisnis MLM hanya dapat menopang sejumlah kecil pemenang. Jika seseorang memerlukan downline sejumlah 1000 orang agar dia memperoleh pendapatan seumur hidup, maka 1000 orang downline tadi akan memerlukan sejuta orang untuk bisa memperoleh kesempatan yang sama. Jadi, berapa orang yang secara realistis bisa diajak bergabung? Banyak hal yang tampak sebagai pertumbuhan pada kenyataannya adalah pengorbanan distributor baru secara terus-menerus. Uang yang masuk ke kantong elite pemenang berasal dari pendaftaran para pecundang. Dengan tidak adanya batasan jumlah distributor di suatu daerah dan tidak ada evaluasi tentang potensi pasar, sistem ini dari dalamnya sudah tidak stabil.
Kedua: Jejaring (network) marketing (pemasaran mengandalkan jaringan) dikenalkan sebagai cara baru yang paling populer dan efektif untuk membawa produk ke pasar. Konsumen menyukai membeli produk dengan cara door-to-door. Perlu diperhatikan jika anda mengikuti aktivitas andalan MLM berupa penjualan keanggotaan secara terus-menerus dan mengamati hukum dasarnya, yakni penjualan eceran satu-satu ke konsumen, anda akan menemukan sistem penjualan yang tidak produktif dan tidak praktis. Penjualan eceran satu-satu ke konsumen merupakan cara kuno, bukan trend masa depan. Penjualan secara langsung satu-satu ke teman atau saudara menuntut seseorang untuk mengubah kebiasaan belanjanya secara drastis. Dengan demikian, seseorang mendapatkan pilihan terbatas, kerap kali membayar lebih mahal untuk sebuah produk, membeli dengan tidak nyaman, dan dengan kagok mengadakan transaksi bisnis dengan teman dekat atau saudara. Ketidak-layakan penjualan door-to-door inilah yang menjadi alasan kenapa pada kenyataannya MLM merupakan bisnis yang terus-terusan menjual kesempatan menjadi distributor.
Ketiga: Di suatu saat kelak, semua produk diklaim akan dijual dengan model MLM. Para pengecer, mall, katalog, dan sebagian besar pengiklanan akan mati karena MLM. Perlu dicamkan bahwa kurang dari 1% dari keseluruhan penjualan dilakukan melalui MLM dan banyak volume dari penjualan ini terjadi karena pembelian oleh para distributor baru yang sebenarnya membayar biaya pendaftaran untuk sebuah bisnis yang selanjutnya akan dia tinggalkan. MLM tidak akan menggantikan cara-cara pemasaran yang sekarang ada. MLM sama sekali tidak bias menyaingi cara-cara pemasaran yang lain. Namun yang lebih pasti, MLM melambangkan program investasi baru yang meminjam istilah pemasaran dan produk. Produk MLM yang sesungguhnya adalah keanggotaan (menjadi distributor) yang dijual dengan cara menyesatkan dan membesar-besarkan janji mengenai pendapatan. Orang membeli produk guna menjaga posisinya pada sebuah piramid penjualan. Pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa anda dapat menjadi kaya, jika bukan karena usaha keras anda sendiri maka kekayaan itu berasal dari seseorang yang tidak anda kenal yang mungkin akan bergabung dengan downline anda, atau istilah orang MLM “big fish”. Pertumbuhan MLM adalah perwujudan bukan dari nilai tambahnya terhadap ekonomi, konsumen, maupun distributor, namun lebih merupakan perwujudan dari tingginya ketakutan ekonomi dan perasaan tidak aman serta meningkatnya impian untuk menjadi kaya dengan mudah dan cepat. MLM tumbuh dengan cara yang sama dengan tumbuhnya perjudian dan lotere.
Keempat: MLM dinilai sebagai gaya hidup baru yang menawarkan kebahagiaan dan kepuasan. MLM merupakan cara untuk mendapatkan segala kebaikan dalam hidup. Perlu diperhatikan lagi bahwa daya tarik paling menyolok dari industri MLM sebagaimana yang disampaikan lewat iklan dan presentasi penarikan anggota baru adalah ciri materialismenya. Perusahaan-perusahaan besar Fortune 100 akan tumbang sebagai akibat dari janji-janji kekayaan dan kemewahan yang disodorkan oleh penjaja MLM. Janji-janji ini disajikan sebagai tiket menuju kepuasan diri. Pesona MLM yang berlebihan mengenai kekayaan dan kemewahan bertentangan dengan aspirasi sebagian besar manusia berkaitan dengan karya yang bernilai dan memberikan kepuasan untuk sesuatu yang menjadi bakat dan minatnya. Singkatnya, budaya bisnis MLM membelokkan banyak orang dari nilai-nilai pribadinya dan membelokkan aspirasi seseorang untuk mengekspresikan bakatnya.
Kelima: MLM sering mendeklarasikan dirinya sebagai adalah gerakan spiritual dalam bisnis. Perlu mendapatkan pencerahan lebih lanjut bahwa peminjaman konsep spiritual (kerohanian) maupun emosional seperti kesadaran akan kemakmuran dan visualisasi kreatif untuk mengiklankan keanggotaan MLM, penggunaan kata-kata seperti “komunitas” dan “kekeluargaan” untuk menggambarkan kelompok penjualan, dan klaim bahwa MLM merupakan pelaksanaan prinsip-prinsip agama adalah penyesatan besar dari ajaran-ajaran rohani sekalipun menurut penulis buku ini dikaitkan dengan kristiani dan injil. Mereka yang memusatkan harapan dan impiannya pada kekayaan dalam doa-doanya jelas kehilangan pandangan akan spiritualitas murni sebagaimana yang diajarkan oleh semua agama yang dianut umat manusia. Penyalahgunaan ajaran-ajaran spiritual ini pastilah pertanda bahwa penawaran investasi MLM merupakan penyesatan. Jika sebuah produk dikemas dengan bendera atau agama tertentu, waspadalah! “Komunitas”, ”kekeluargaan” dan “dukungan” yang ditawarkan oleh organisasi MLM kepada anggota baru semata-mata didasarkan pada belanjanya. Jika pembelanjaan dan pendaftarannya menurun, maka menurun pula tingkat keterlibatannya dalam “komunitas” tersebut.
Keenam: Sukses dalam MLM itu diklaim mudah dan semua teman dan saudara harus dijadikan prospek. Mereka yang mencintai dan mendukung anda akan menjadi konsumen anda seumur hidup. Perlu dicamkan kembali bahwa komersialisasi ikatan keluarga dan persahabatan yang diperlukan bagi jalannya MLM adalah unsur penghancur dalam masyarakat dan sangat tidak sehat bagi mereka yang terlibat. Mencari keuntungan dengan memanfaatkan ikatan keluarga dan kesetiakawanan sahabat akan menghancurkan jiwa sosial seseorang. Kegiatan MLM menekankan pada hubungan yang mungkin tidak akan bisa mengembalikan pertalian yang didasarkan atas cinta, kesetiaan, dan dukungan. Selain dari sifatnya yang menghancurkan, pengalaman menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali orang yang menyukai atau menghargai suasana dirayu oleh teman atau saudara untuk membeli produk.
Ketujuh: Anda dimotivasi untuk dapat melakukan MLM di waktu luang sesuai kontrol anda sendiri karena sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain. Perlu dipikirkan kembali bahwa pengalaman puluhan tahun yang melibatkan jutaan manusia telah menunjukkan bahwa mencari uang lewat MLM menuntut pengorbanan waktu yang luar biasa serta ketrampilan dan ketabahan yang tinggi. Selain dari kerja keras dan bakat, MLM juga jelas-jelas menggerogoti lebih banyak wilayah kehidupan pribadi dan lebih banyak waktu. Dalam MLM, semua orang dianggap prospek. Setiap waktu di luar tidur adalah potensi untuk memasarkan. Tidak ada batas untuk tempat, orang, maupun waktu. Akibatnya, tidak ada lagi tempat bebas atau waktu luang begitu seseorang bergabung dengan MLM. Dibalik selubung mendapatkan uang secara mandiri dan dilakukan di waktu luang, sistem MLM akhirnya mengendalikan dan mendominasi kehidupan seseorang dan menuntut penyesuaian yang ketat pada program-programnya. Inilah yang menjadi penyebab utama mengapa begitu banyak orang tenggelam begitu dalam dan akhirnya menjadi tergantung sepenuhnya kepada MLM. Mereka menjadi terasing dan meninggalkan cara interaksi yang lain.
Kedelapan: MLM dianggap bisnis baru yang positif dan suportif mendukung yang memperkuat jiwa manusia dan kebebasan pribadi. Perlu dicamkan kembali bahwa MLM sebagian besar berjalan karena adanya ketakutan. Cara perekrutan selalu menyebutkan ramalan akan runtuhnya model-model distribusi yang lain, runtuhnya kekokohan ekonomi Amerika, dan sedikitnya kesempatan di bidang lain (profesi atau jasa). Profesi, perdagangan, dan usaha konvensional terus-menerus dikecilkan artinya dan diremehkan karena tidak menjanjikan “penghasilan tak terbatas”. Menjadi karyawan adalah sama dengan perbudakan bagi mereka yang “kalah”. MLM dinyatakan sebagai tumpuan terbaik terakhir bagi banyak orang. Pendekatan ini, selain menyesatkan kerapkali juga menimbulkan dampak menurunkan semangat bagi orang yang ingin meraih kesuksesan sesuai visinya sendiri tentang sukses dan kebahagiaan. Sebuah bisnis yang sehat tidak akan menunjukkan keunggulannya dengan menyajikan ramalan-ramalan buruk dan peringatan-peringatan menakutkan.
Kesembilan: MLM merupakan pilihan terbaik untuk memiliki bisnis sendiri dan mendapatkan kemandirian ekonomi yang nyata. Perlu dipertimbangkan kembali secara masak bahwa MLM bukanlah self-employment (usaha mempekerjakan sendiri) yang sejati. “Memiliki” keanggotaan distributor MLM hanyalah ilusi. Beberapa perusahaan MLM melarang anggotanya memiliki keanggotaan MLM lain. Hampir semua kontrak MLM memungkinkan dilakukannya pemutusan keanggotaan dengan gampang dan cepat. Selain dari putus kontrak, downline dapat diambil alih dengan berbagai alasan. Keikutsertaan dalam MLM menuntut orang untuk meniru model yang ada secara ketat, bukannya kemandirian dan individualitas. Distributor MLM bukanlah pengusaha (enterpreneur), namun hanya pengikut pada sebuah sistem hirarki yang rumit di mana mereka hanya punya sedikit kendali.
Kesepuluh: MLM sering menolak dianggap sebagai program piramid karena adanya produk (barang) yang dijual dan bukan money game. Perlu diamati bahwa penjualan produk sama sekali bukan penangkal bagi MLM untuk lolos dari undang-undang anti program piramid, juga bukan jawaban atas tuduhan tentang praktek perdagangan yang tidak sehat (unfair) sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang negara bagian maupun federal di Amerika. MLM bisa menjadi bisnis yang legal jika sudah memenuhi prasyarat tertentu yang sudah ditetapkan oleh FTC (Federal Trade Commission) dan Jaksa Agung negara bagian. Banyak MLM jelas-jelas melanggar ketentuan tersebut dan sementara ini tetap beroperasi karena belum ada yang menuntut. Hal ini juga merupakan potensi moral hazard yang dapat terjadi di Indonesia. Di Amerika contohnya, pengadilan sempat menetapkan angka 70% untuk menentukan legalitas MLM. Maksudnya, minimal 70% produk yang dijual MLM harus dibeli oleh konsumen non-distributor. Ketentuan ini tentu saja akan membuat hampir semua MLM masuk kategori melanggar hukum. Para pelaksana MLM terbesar mengakui bahwa mereka hanya menjual 18% produknya ke non-distributor.
Bisnis MLM tumbuh dan perusahan-perusahaan MLM pun bermunculan. Kegiatan penarikan anggota ada di mana-mana. Akibatnya, terkesan seolah-olah bisnis ini merupakan gelombang bisnis masa depan, model bisnis yang sedang mendapatkan momentum, semakin banyak diterima dan diakui secara legal, dan sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para penggagasnya, MLM akan menggantikan sebagian besar model pemasaran dan penjualan jenis lain. Banyak orang menjadi percaya dengan pengakuan bahwa keberhasilan dapat diperoleh siapa saja yang secara setia mengikuti sistem ini dan menerapkan metode-metodenya, dan bahwa pada akhirnya semua orang akan menjadi distributor MLM.
Dengan pengalaman penulis buku ini selama 14 tahun di bidang konsultan korporat untuk bidang distribusi dan setelah lebih dari 6 tahun melakukan riset dan menulis mengenai MLM, berhasil mengumpulkan informasi, fakta, dan masukan-masukan yang menunjukkan bahwa bisnis MLM pada dasarnya adalah bentuk lain dari kebohongan pasar bebas. Hal ini bisa dianalogikan dengan menyebut pembelian tiket lotere sebagai “usaha bisnis” dan memenangkan hadiahnya sebagai ” pendapatan seumur hidup bagi siapa saja”. Validitas pernyataan industri MLM tentang potensi pendapatan si distributor, penjelasannya yang mengagumkan tentang model bisnis jaringan, dan pengakuannya tentang penguasaan dalam distribusi produk adalah persis seperti validitas penampakan makhluk luar angkasa ET.
Pada realitas kebanyakan, prestasi ekonomi MLM seringnya dibayar dengan angka kegagalan yang tinggi dan kerugian finansial bagi jutaan orang yang mencoba membeli ataupun bergabung sebagai distributor. Struktur MLM, di mana posisi pada rantai penjualan yang tak berujung dicapai dengan cara menjual atau membeli barang, secara matematis tidak bisa dipertahankan. Juga, system MLM yang memungkinkan direkrutnya distributor dalam jumlah tak terbatas dalam suatu kawasan pemasaran jelas-jelas tidak stabil. Bisnis inti MLM, yakni penjualan langsung, berlawanan dengan trend dalam teknologi komunikasi yakni distribusi yang cost-effective (berbiaya rendah), dan ketertarikan membeli pada pihak konsumen. Kegiatan penjualan secara eceran dalam MLM pada kenyataannya merupakan topeng dari bisnis utamanya, yaitu menggaet pemilik uang (investor) ke dalam organisasi pyramid yang menjanjikan pertumbuhan pendapatan yang berlipat-ganda.
Sebagaimana pada semua program piramid, pendapatan para distributor di posisi puncak dan keuntungan para perusahaan pemberi sponsor berasal dari masuknya para investor (penanam uang) baru secara terus-menerus di tingkat bawah. Jika dilihat secara kasar dari segi keuntungan perusahaan dan kekayaan kelompok elite di posisi puncak, model MLM akan tampak seolah-olah tidak akan ada matinya bagi para mitra bisnis, persis seperti program pyramid sebelum akhirnya tumbang atau dituntut oleh pihak berwenang.
Konstituen atau penopang utama industri MLM bukanlah publik konsumen namun para penanam uang yang menaruh harapan. Pasar bagi para penanam uang ini tumbuh subur di saat-saat terjadinya perubahan ekonomi, globalisasi, dan PHK karyawan, seperti pada momentum krisis keuangan. Janji-janji tentang perolehan financial dengan mudah serta kaitan antara kekayaan dengan kebahagiaan tertinggi juga berperan besar dalam kondisi pasar ini. Karenanya, arah pemasaran MLM ditujukan terutama kepada calon (prospek) distributor, bukannya berupa promosi produk ke para pembeli. Produk MLM yang sesungguhnya bukanlah jasa, vitamin, nutrisi, krim kulit, alat kesehatan dan produk konsumsi lainnya, namun sesungguhnya program investasi bagi para distributor yang secara seringnya menyesatkan digambarkan dengan pendapatan tinggi, lompatan ekonomi keluarga, penggunaan waktu sedikit, modal kecil, dan sukses dalam waktu singkat serta mandiri.
Karena pelanggaran syariah pada sistem MLM konvensional itulah, Saudi Arabia mengharamkan MLM yang tertuang dalam Fatwa Lajnah Daimah Saudi nomor 22935 demikian halnya Majma’ Fiqh (Lembaga Fikih) Sudan dalam keputusan rapat nomor 3/23 tertanggal 17 Rabiul Akhir 1424/17 Juni 2003, sepakat mengharamkan jenis jual beli dengan sistem MLM.
Selain itu, perlu juga diketahui juga ciri-ciri bisnis money game yang jelas haram yang seringnya berkedok MLM. Perlu diingat bahwa bisnis yang hanya mengandalkan perekrutan saja seperti itu (tanpa ada produk yang dijual) disebut Bisnis Piramid. Kadang-kadang, bisnis piramid ini disebut juga Bisnis Money Game. Di Indonesia, bisnis ini lazim disebut Bisnis Penggandaan Uang. Dari beberapa sumber diantaranya APLI sebagaimana juga dikemukakan konsultan financial planner (Safir Senduk; 2008) dapat diketahui ciri-ciri bisnis yang dapat diindikasikan sebagai bisnis Money Game sebagai berikut:
Perusahaan yang mengadakan bisnis itu biasanya mengatakan bahwa bisnisnya adalah bisnis MLM. Penggunaan istilah MLM oleh perusahaan money game biasanya adalah karena mereka tidak ingin bisnis orang jadi malas bergabung jika mereka terang-terangan menyebut nama money game. Karena itu mereka biasanya menyebut dirinya MLM, walaupun nama mereka tidak tercantum dalam APLI (APLI adalah singkatan dari Asosiasi Penjual Langsung Indonesia, sebuah asosiasi yang salah satu fungsinya adalah menyaring mana perusahaan yang betul-betul berbisnis penjualan langsung, entah itu dengan menggunakan sistem MLM atau tidak).
Anda akan diminta membayar sejumlah dana yang cukup besar hanya untuk mendaftar saja. Jumlahnya bervariasi, tapi minimal biasanya sekitar Rp 400 ribuan. Jumlah itu sebetulnya bisa dianggap cukup besar, mengingat Perusahaan MLM yang sejati biasanya hanya meminta biaya pendaftaran yang besarnya biasanya tidak sampai Rp 150 ribuan (itu pun tidak termasuk produk). Rendahnya biaya pendaftaran pada perusahaan MLM adalah agar semua orang bisa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa bergabung. Sedangkan pada perusahaan money game, tingginya biaya pendaftaran yang diminta adalah karena mereka harus membayar bonus penghasilan bagi orang-orang di atas Anda yang sudah lebih dulu bergabung.
Pada Perusahaan MLM sejati, biaya pendaftaran biasanya harus bisa dijangkau, karena bonus penghasilan yang akan dibayarkan hanya akan dibebankan pada produk yang terjual saja, bukan dari biaya pendaftaran.
Bisnis money game biasanya tidak memiliki produk untuk dijual kepada konsumen. Padahal ini sebetulnya merupakan faktor kunci dari sebuah bisnis MLM yang sejati. Karena itulah, agar bisa terlihat sebagai sebuah MLM, beberapa perusahaan money game biasanya lalu membuat produk untuk bisa dijual. Namun seringkali yang ada adalah bahwa produk yang dijual tersebut memiliki kualitas dan mutu yang biasa-biasa saja kalau tidak mau disebut asal-asalan. Pada Perusahaan MLM, harus ada produk yang dijual (entah itu berupa barang atau jasa), dan produk tersebut haruslah memiliki kualitas yang cukup baik agar bisa bersaing di pasar. Faktor produk ini sebetulnya juga merupakan faktor kunci dari sebuah perusahaan untuk bisa disebut sebagai sebuah MLM atau tidak. Kalau bisnis yang ditawarkan tersebut tidak memiliki produk, atau mutu produknya asal-asalan saja, sulit disebut sebagai bisnis MLM. Itu jelas money game.
Bisnis money game seringkali hanya menguntungkan orang orang yang pertama bergabung. Sedangkan orang-orang yang bergabung belakangan seringkali cuma ’ketiban pulung’, entah itu perusahaannya bangkrut, lari atau ditutup, atau karena orang yang bergabung belakangan seringkali tidak bisa memiliki penghasilan yang lebih besar daripada orang yang bergabung lebih dulu.
Karena itulah bisnis seperti itu juga disebut Bisnis Piramida. Kalau di Perusahaan MLM yang sejati, walaupun Anda bergabung belakangan, Anda bisa punya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar daripada orang-orang di atas Anda yang sudah bergabung lebih dahulu. Sekarang tinggal keputusan Anda apakah akan bergabung dengan bisnis money game yang ditawarkan kepada Anda atau tidak. Sayangnya, di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang bisnis seperti itu dan ketegasan sanksi kecuali terkenai pasal umum tentang penipuan dan penggelapan dan KUHPidana, sehingga pada akhirnya masyarakat pulalah yang harus menaggung sendiri risiko kerugian dan penipuan tersebut oleh perusahaan yang mengaku MLM yang tidak bertanggungjawab.
Source: Eramuslim.com
Riba (Transaksi Keuangan Berbasis Bunga); Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375)
Gharar (Kontrak yang tidak Lengkap dan Jelas); Dari Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual beli gharar”. (HR. Muslim)
Penipuan (Tadlis/Ghisy); Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Dawud 3435, Ibnu Majah 2224)
Perjudian (Maysir atau Transaksi Spekulatif Tinggi yang tidak terkait dengan Produktifitas Riil); Firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah.” (QS. Al-Maidah: 90)
Kedhaliman dan Eksploitatif (Dzulm). Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…” (QS. An-Nisaa:29)
Barang/Jasa yang dijual adalah berunsur atau mengandung hal yang haram. Dari Ibnu ‘Abbas ra. berkata :”Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih)
(Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Zadul Ma’ad Imam Ibnul Qayyim 5/746, Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal. 191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, hal.60).
Allah SWT. berfirman: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.Al-Baaqarah:275), “Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.” (QS.Al-Maidah:2) Sabda Rasulullah saw: “Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (HR.al-Baihaqi dan Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka buka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim).
Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan mengenai status hukum halal-haram maupun status syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia) termasuk oleh klaim sepihak sebagai Perusahaan MLM Syari’ah karena harus ada penjamin syariah dan bukti atau sertifikat syariah atau kehalalannya yang dapat diperftanggungjawabkan seperti dari MUI, melainkan tergantung sejauh mana dalam praktek manajemen, sistem marketing, kegiatan operasionalnya serta barang/jasa yang dijualnya setelah melalui kajian dan penelitian sesuai syariah. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat lebih dari 200-an perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri yang menjadi dasar secara individual perusahaan MLM itu dinilai halal atau haram.
Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM, terus marak dan subur menjamur dan bertambah merebak lagi setelah adanya badai krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM yang memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarakan solusi bisnis pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat diantaranya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN, Propolis Gold, Kamyabi-Net, Persada Network, termasuk yang Saudara tanyakan Tianshi bahkan juga yang berkedok MLM padahal bisnis money game (penggandaan uang) yang akhirnya bangkrut seperti Gee Cosmos. Hal itu menunjukkan bahwa bisnis MLM banyak diminati banyak kalangan diantaranya mengingat jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa. Bayangkan kalau rata-rata minimal belanja perbulan Rp 10 ribu per jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp.2 trilyun perbulan.
Bisnis MLM ini dalam kajian fiqih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek; produk barang atau jasa yang dijual dan cara ataupun sistem penjualan dan pemasarannya (trading/marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram tergantung kandungannya apakah terdapat unsur maupun komposisi yang diharamkan secara syariah ataukah tidak, demikian halnya jasa yang dijual. Sebagai contoh adakah di dalamnya terkandung unsur babi, khamr, bangkai, darah, pornografi dan pornoaksi, kemaksiatan, perjudian. Lebih mudahnya sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertivikasi halal dari LP-POM MUI, maupun sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Halal dari Negara Lain yang diakreditasi oleh LP-POM MUI seperti The Islamic Food and Nutrition of America (IFANCA), meskipun produk yang belum disertivikasi halal memang belum tentu haram tergantung pada kandungannya.
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang tetapi juga produk jasa yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqih disebut “Samsarah/simsar” ialah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, vol. III/159)
Kemunculan trend strategi pemasaran di dunia bisnis modern berupa multi level marketing memang sangat menguntungkan pengusaha dengan adanya penghematan biaya (minimizing cots) dalam iklan, promosi dan lainnya. Di samping menguntungkan para distributor sebagai simsar (makelar/broker/mitrakerja/agen/distributor) yang ingin bekerja secara mandiri dan bebas.
Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan sebagainya dalam fiqih Islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama seperti Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim, memandang boleh jasa ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat disamping persyaratan diatas, antara lain sebagai berikut: 1. Perjanjian jelas kedua belah pihak (QS. An-Nisa: 29) 2. Obyek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan. 3. Obyek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram.
Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (yang tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya, sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. (QS. Al-A’raf: 85), sesuai dengan hadits Nabi: “Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Tabrani). Tiga orang yang menjadi musuh Rasulullah di hari Qiyamat diantaranya “seseorang yang memakai jasa orang, kemudian menunaikan tugas pekerjaannya tetapi orang itu tidak menepati pembayaran upahnya.” (HR. Bukhari).
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu.” (QS. Al-Maidah:1) dan juga hadits Nabi: “orang-orang Islam itu terikat dengan perjanjian-perjanjian mereka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Abu Hurairah). Bila terdapat unsur dzulm (kezaliman) dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah ia lakukan maka bisnis MLM tersebut tidak benar.
Dalam menjalankan bisnis dengan sistem MLM perlu mewaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul sehingga membahayakan kepribadian diantaranya: obsesi yang berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu karena terpacu oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang kadang mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan bisnis, banyak yang keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu singkat, sistem ini akan memperlakukan seseorang (mitranya) berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang mereka capai yang pada akhirnya dapat mengkndisikan seseorang berjiwa materialis dan melupakan tujuan asasinya untuk dekat kepada Allah didunia dan akherat. (QS. Al-Qashash: 77 dan Al-Muthaffifin: 26).
IFANCA telah mengeluarkan edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama. Dalam edarannya IFANCA mengingatkan umat Islam untuk meneliti dahulu kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun menggunakannya yaitu dengan mengkaji aspek:
Marketing Plan-nya, apakah ada unssur skema piramida atau tidak. Kalau ada unsur piamida yaitu distributor yang lebih duluan masuk selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan down line dibawahnya, maka hukumnya haram.
Apakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak kontriversinya.
Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak, dan apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.
Apabila perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting ataupun hanya sebagai kedok atau kamuflase, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.
Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian.Selain kriteria penilaian di atas perlu diperhatikan pula hal-hal berikut:
Transparansi penjualan dan pembagian bonus serta komisi penjualan, disamping pembukuan yang menyangkut perpajakan dan perkembangan networking atau jaringan dan level, melalui laporan otomatis secara periodik.
Penegasan niat dan tujuan bisnis MLM sebagai sarana penjualan langsung produk barang ataupun jasa yang bermanfaat, dan bukan permainan uang (money game).
Meyakinkan kehalalan produk yang menjadi objek transaksi riil (underlying transaction) dan tidak mendorong kepada kehidupan boros, hedonis, dan membahayakan eksistensi produk domestik terutama MLM produk asing.
Tidak adanya excessive mark up (ghubn fakhisy) atas harga produk yang dijeluabelikan di atas covering biaya promosi dan marketing konvensional.
Harga barang dan bonus (komisi) penjualan diketahui secara jelas sejak awal dan dipastikan kebenarannya saat transaksi.
Tidak adanya eksploitasi pada jenjang manapun antar distributor aataupun antara produsen dan distributor, terutama dalam pembagian bonus yang merupakan cerminan hasil usaha masing-masing anggota.Mengenai beberapa bisnis yang memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih meragukan (syubhat) ataupun yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legalitas formal, pertanggung jawaban, tidak terbebasnya dari unsur-unsur haram seperti; riba (permainan bunga ataupun penggandaan uang), dzulm dan ghoror (merugikan nasabah dengan money game), maysir (perjudian), seperti kasus New Era 21, BMA, Solusi Centre, PT BUS (Republika, 25/7/1999, Adil, No.42 21-27 Juli 1999) sebaiknya ditinggalkan mengingat pesan Rasulullah saw: “Janganlah kalian membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni), “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat di mana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa yang jatuh pada syubhat berarti telah jatuh pada yang haram.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib ra.: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang tidak meragukan.” HR Tirmidzi dan Nasai).Untuk lebih memudahkan dalam mengetahui status kehalalan atau kesyariahan perusahaan MLM, dapat diketahui bahwa sampai posisi sekarang ini (Oktober 2008), perusahaan yang telah terdaftar sebagai MLM syariah dan mendapatkan sertifikat bisnis syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI sekaligus mendapatkan jaminan kesesuaian syariah dalam produk dan kegiatan operasional bisnisnya dari MUI yang diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah baru tiga perusahaan, yaitu; 1. PT Ahad-Net Internasional, 2. PT Usahajaya Ficooprasional (UFO), 3. PT Exer Indonesia.
Selain itu perlu kiranya dicermati beberapa isu syariah pada bisinis MLM diantaranya sebagaimana yang disoroti oleh MUI DKI dalam Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa MUI DKI Jakarta (hal: 288) adalah;
Barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem MLM menggunakan harga yang jauh lebih tinggi dari harga wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagi sharing modal dalam akad syirkah (kemitraan) mengingat pembeli sekaligus akan menjadi member perusahaan yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapat keuntungan estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM juga mengandung unsur kesamaran atau penipuan karena terjadi kekaburan antara akad jual beli, syirkah dan mudharabah, karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai pekerja yang memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli atau member baru.
Jika calon anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar uang tertentu, dengan ketentuan dia harus membeli produk perusahaan baik untuk dijual lagi atau tidak dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus. Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut maka keanggotaannya akan dicabut dan uangnya pun hangus. Hal ini diharamkan karena mengandung unsur gharar yang sangat jelas dan kedzaliman terhadap anggota.
Jika calon anggota mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk membeli atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota baru dengan cara seperti diatas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini merupakan salah satu transkasi berbasis riba karena menaruh uang diperusahaan tersebut kemudian mendapatkan hasil yang lebih banyak semacam money game. Sebagaimana kasus perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring dana dari masyarakat untuk menanamkan modal disitu dengan janji akan diberikan bunga dan bonus dari modalnya dengan memutarnya diantaranya pada investasi ribawi seperti deposito perbankan konvenisonal. Ini jelas hukumnya haram karena mengandung unsur riba.
Sebagai catatan akhir dalam rangka pertimbangan memasuki bisnis MLM sekaligus sebagai filter teknis agar tidak terjebak kepada pola MLM konvensional yang tidak meneerapkan system syariah sebagian kadang melakukan praktik eksploitatif yang tidak adil melalui skema sistem piramida marketing, saya merasa perlu menyampikan fenomena penyesatan intelektual kalau tidak dikatakan sebagai kebohongan dalam kampanye dan propaganda MLM konvensional sebagaimana 10 catatan yang ditulis oleh Robert L. Fitzpatrick dan Joyce K. Reynolds dalam bukunya False Profits: Seeking Financial and Spiritual Deliverance in Multi-Level Marketing and Pyramid Schemes, Herald Press Charlotte) sebagai berikut:
Pertama: MLM dikenalkan sebagai bisnis yang menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan banyak uang dibandingkan dengan bisnis lain maupun pekerjaan lain. Perlu dipelajari lebih lanjut bahwa bagi hampir semua orang yang menanamkan uang, MLM berakhir dengan hilangnya uang. Kurang dari 1% distributor MLM mendapatkan laba dan mereka yang mendapatkan pendapatan seumur hidup dalam bisnis ini persentasenya jauh lebih kecil lagi. Cara pemasaran dan penjualan yang tidak lazim menjadi penyebab utama kegagalan ini. Namun, kalau toh bisnis ini lebih berkelayakan, perhitungan matematis pasti akan membatasi terjadinya peluang sukses tersebut. Tipe struktur bisnis MLM hanya dapat menopang sejumlah kecil pemenang. Jika seseorang memerlukan downline sejumlah 1000 orang agar dia memperoleh pendapatan seumur hidup, maka 1000 orang downline tadi akan memerlukan sejuta orang untuk bisa memperoleh kesempatan yang sama. Jadi, berapa orang yang secara realistis bisa diajak bergabung? Banyak hal yang tampak sebagai pertumbuhan pada kenyataannya adalah pengorbanan distributor baru secara terus-menerus. Uang yang masuk ke kantong elite pemenang berasal dari pendaftaran para pecundang. Dengan tidak adanya batasan jumlah distributor di suatu daerah dan tidak ada evaluasi tentang potensi pasar, sistem ini dari dalamnya sudah tidak stabil.
Kedua: Jejaring (network) marketing (pemasaran mengandalkan jaringan) dikenalkan sebagai cara baru yang paling populer dan efektif untuk membawa produk ke pasar. Konsumen menyukai membeli produk dengan cara door-to-door. Perlu diperhatikan jika anda mengikuti aktivitas andalan MLM berupa penjualan keanggotaan secara terus-menerus dan mengamati hukum dasarnya, yakni penjualan eceran satu-satu ke konsumen, anda akan menemukan sistem penjualan yang tidak produktif dan tidak praktis. Penjualan eceran satu-satu ke konsumen merupakan cara kuno, bukan trend masa depan. Penjualan secara langsung satu-satu ke teman atau saudara menuntut seseorang untuk mengubah kebiasaan belanjanya secara drastis. Dengan demikian, seseorang mendapatkan pilihan terbatas, kerap kali membayar lebih mahal untuk sebuah produk, membeli dengan tidak nyaman, dan dengan kagok mengadakan transaksi bisnis dengan teman dekat atau saudara. Ketidak-layakan penjualan door-to-door inilah yang menjadi alasan kenapa pada kenyataannya MLM merupakan bisnis yang terus-terusan menjual kesempatan menjadi distributor.
Ketiga: Di suatu saat kelak, semua produk diklaim akan dijual dengan model MLM. Para pengecer, mall, katalog, dan sebagian besar pengiklanan akan mati karena MLM. Perlu dicamkan bahwa kurang dari 1% dari keseluruhan penjualan dilakukan melalui MLM dan banyak volume dari penjualan ini terjadi karena pembelian oleh para distributor baru yang sebenarnya membayar biaya pendaftaran untuk sebuah bisnis yang selanjutnya akan dia tinggalkan. MLM tidak akan menggantikan cara-cara pemasaran yang sekarang ada. MLM sama sekali tidak bias menyaingi cara-cara pemasaran yang lain. Namun yang lebih pasti, MLM melambangkan program investasi baru yang meminjam istilah pemasaran dan produk. Produk MLM yang sesungguhnya adalah keanggotaan (menjadi distributor) yang dijual dengan cara menyesatkan dan membesar-besarkan janji mengenai pendapatan. Orang membeli produk guna menjaga posisinya pada sebuah piramid penjualan. Pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa anda dapat menjadi kaya, jika bukan karena usaha keras anda sendiri maka kekayaan itu berasal dari seseorang yang tidak anda kenal yang mungkin akan bergabung dengan downline anda, atau istilah orang MLM “big fish”. Pertumbuhan MLM adalah perwujudan bukan dari nilai tambahnya terhadap ekonomi, konsumen, maupun distributor, namun lebih merupakan perwujudan dari tingginya ketakutan ekonomi dan perasaan tidak aman serta meningkatnya impian untuk menjadi kaya dengan mudah dan cepat. MLM tumbuh dengan cara yang sama dengan tumbuhnya perjudian dan lotere.
Keempat: MLM dinilai sebagai gaya hidup baru yang menawarkan kebahagiaan dan kepuasan. MLM merupakan cara untuk mendapatkan segala kebaikan dalam hidup. Perlu diperhatikan lagi bahwa daya tarik paling menyolok dari industri MLM sebagaimana yang disampaikan lewat iklan dan presentasi penarikan anggota baru adalah ciri materialismenya. Perusahaan-perusahaan besar Fortune 100 akan tumbang sebagai akibat dari janji-janji kekayaan dan kemewahan yang disodorkan oleh penjaja MLM. Janji-janji ini disajikan sebagai tiket menuju kepuasan diri. Pesona MLM yang berlebihan mengenai kekayaan dan kemewahan bertentangan dengan aspirasi sebagian besar manusia berkaitan dengan karya yang bernilai dan memberikan kepuasan untuk sesuatu yang menjadi bakat dan minatnya. Singkatnya, budaya bisnis MLM membelokkan banyak orang dari nilai-nilai pribadinya dan membelokkan aspirasi seseorang untuk mengekspresikan bakatnya.
Kelima: MLM sering mendeklarasikan dirinya sebagai adalah gerakan spiritual dalam bisnis. Perlu mendapatkan pencerahan lebih lanjut bahwa peminjaman konsep spiritual (kerohanian) maupun emosional seperti kesadaran akan kemakmuran dan visualisasi kreatif untuk mengiklankan keanggotaan MLM, penggunaan kata-kata seperti “komunitas” dan “kekeluargaan” untuk menggambarkan kelompok penjualan, dan klaim bahwa MLM merupakan pelaksanaan prinsip-prinsip agama adalah penyesatan besar dari ajaran-ajaran rohani sekalipun menurut penulis buku ini dikaitkan dengan kristiani dan injil. Mereka yang memusatkan harapan dan impiannya pada kekayaan dalam doa-doanya jelas kehilangan pandangan akan spiritualitas murni sebagaimana yang diajarkan oleh semua agama yang dianut umat manusia. Penyalahgunaan ajaran-ajaran spiritual ini pastilah pertanda bahwa penawaran investasi MLM merupakan penyesatan. Jika sebuah produk dikemas dengan bendera atau agama tertentu, waspadalah! “Komunitas”, ”kekeluargaan” dan “dukungan” yang ditawarkan oleh organisasi MLM kepada anggota baru semata-mata didasarkan pada belanjanya. Jika pembelanjaan dan pendaftarannya menurun, maka menurun pula tingkat keterlibatannya dalam “komunitas” tersebut.
Keenam: Sukses dalam MLM itu diklaim mudah dan semua teman dan saudara harus dijadikan prospek. Mereka yang mencintai dan mendukung anda akan menjadi konsumen anda seumur hidup. Perlu dicamkan kembali bahwa komersialisasi ikatan keluarga dan persahabatan yang diperlukan bagi jalannya MLM adalah unsur penghancur dalam masyarakat dan sangat tidak sehat bagi mereka yang terlibat. Mencari keuntungan dengan memanfaatkan ikatan keluarga dan kesetiakawanan sahabat akan menghancurkan jiwa sosial seseorang. Kegiatan MLM menekankan pada hubungan yang mungkin tidak akan bisa mengembalikan pertalian yang didasarkan atas cinta, kesetiaan, dan dukungan. Selain dari sifatnya yang menghancurkan, pengalaman menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali orang yang menyukai atau menghargai suasana dirayu oleh teman atau saudara untuk membeli produk.
Ketujuh: Anda dimotivasi untuk dapat melakukan MLM di waktu luang sesuai kontrol anda sendiri karena sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain. Perlu dipikirkan kembali bahwa pengalaman puluhan tahun yang melibatkan jutaan manusia telah menunjukkan bahwa mencari uang lewat MLM menuntut pengorbanan waktu yang luar biasa serta ketrampilan dan ketabahan yang tinggi. Selain dari kerja keras dan bakat, MLM juga jelas-jelas menggerogoti lebih banyak wilayah kehidupan pribadi dan lebih banyak waktu. Dalam MLM, semua orang dianggap prospek. Setiap waktu di luar tidur adalah potensi untuk memasarkan. Tidak ada batas untuk tempat, orang, maupun waktu. Akibatnya, tidak ada lagi tempat bebas atau waktu luang begitu seseorang bergabung dengan MLM. Dibalik selubung mendapatkan uang secara mandiri dan dilakukan di waktu luang, sistem MLM akhirnya mengendalikan dan mendominasi kehidupan seseorang dan menuntut penyesuaian yang ketat pada program-programnya. Inilah yang menjadi penyebab utama mengapa begitu banyak orang tenggelam begitu dalam dan akhirnya menjadi tergantung sepenuhnya kepada MLM. Mereka menjadi terasing dan meninggalkan cara interaksi yang lain.
Kedelapan: MLM dianggap bisnis baru yang positif dan suportif mendukung yang memperkuat jiwa manusia dan kebebasan pribadi. Perlu dicamkan kembali bahwa MLM sebagian besar berjalan karena adanya ketakutan. Cara perekrutan selalu menyebutkan ramalan akan runtuhnya model-model distribusi yang lain, runtuhnya kekokohan ekonomi Amerika, dan sedikitnya kesempatan di bidang lain (profesi atau jasa). Profesi, perdagangan, dan usaha konvensional terus-menerus dikecilkan artinya dan diremehkan karena tidak menjanjikan “penghasilan tak terbatas”. Menjadi karyawan adalah sama dengan perbudakan bagi mereka yang “kalah”. MLM dinyatakan sebagai tumpuan terbaik terakhir bagi banyak orang. Pendekatan ini, selain menyesatkan kerapkali juga menimbulkan dampak menurunkan semangat bagi orang yang ingin meraih kesuksesan sesuai visinya sendiri tentang sukses dan kebahagiaan. Sebuah bisnis yang sehat tidak akan menunjukkan keunggulannya dengan menyajikan ramalan-ramalan buruk dan peringatan-peringatan menakutkan.
Kesembilan: MLM merupakan pilihan terbaik untuk memiliki bisnis sendiri dan mendapatkan kemandirian ekonomi yang nyata. Perlu dipertimbangkan kembali secara masak bahwa MLM bukanlah self-employment (usaha mempekerjakan sendiri) yang sejati. “Memiliki” keanggotaan distributor MLM hanyalah ilusi. Beberapa perusahaan MLM melarang anggotanya memiliki keanggotaan MLM lain. Hampir semua kontrak MLM memungkinkan dilakukannya pemutusan keanggotaan dengan gampang dan cepat. Selain dari putus kontrak, downline dapat diambil alih dengan berbagai alasan. Keikutsertaan dalam MLM menuntut orang untuk meniru model yang ada secara ketat, bukannya kemandirian dan individualitas. Distributor MLM bukanlah pengusaha (enterpreneur), namun hanya pengikut pada sebuah sistem hirarki yang rumit di mana mereka hanya punya sedikit kendali.
Kesepuluh: MLM sering menolak dianggap sebagai program piramid karena adanya produk (barang) yang dijual dan bukan money game. Perlu diamati bahwa penjualan produk sama sekali bukan penangkal bagi MLM untuk lolos dari undang-undang anti program piramid, juga bukan jawaban atas tuduhan tentang praktek perdagangan yang tidak sehat (unfair) sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang negara bagian maupun federal di Amerika. MLM bisa menjadi bisnis yang legal jika sudah memenuhi prasyarat tertentu yang sudah ditetapkan oleh FTC (Federal Trade Commission) dan Jaksa Agung negara bagian. Banyak MLM jelas-jelas melanggar ketentuan tersebut dan sementara ini tetap beroperasi karena belum ada yang menuntut. Hal ini juga merupakan potensi moral hazard yang dapat terjadi di Indonesia. Di Amerika contohnya, pengadilan sempat menetapkan angka 70% untuk menentukan legalitas MLM. Maksudnya, minimal 70% produk yang dijual MLM harus dibeli oleh konsumen non-distributor. Ketentuan ini tentu saja akan membuat hampir semua MLM masuk kategori melanggar hukum. Para pelaksana MLM terbesar mengakui bahwa mereka hanya menjual 18% produknya ke non-distributor.
Bisnis MLM tumbuh dan perusahan-perusahaan MLM pun bermunculan. Kegiatan penarikan anggota ada di mana-mana. Akibatnya, terkesan seolah-olah bisnis ini merupakan gelombang bisnis masa depan, model bisnis yang sedang mendapatkan momentum, semakin banyak diterima dan diakui secara legal, dan sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para penggagasnya, MLM akan menggantikan sebagian besar model pemasaran dan penjualan jenis lain. Banyak orang menjadi percaya dengan pengakuan bahwa keberhasilan dapat diperoleh siapa saja yang secara setia mengikuti sistem ini dan menerapkan metode-metodenya, dan bahwa pada akhirnya semua orang akan menjadi distributor MLM.
Dengan pengalaman penulis buku ini selama 14 tahun di bidang konsultan korporat untuk bidang distribusi dan setelah lebih dari 6 tahun melakukan riset dan menulis mengenai MLM, berhasil mengumpulkan informasi, fakta, dan masukan-masukan yang menunjukkan bahwa bisnis MLM pada dasarnya adalah bentuk lain dari kebohongan pasar bebas. Hal ini bisa dianalogikan dengan menyebut pembelian tiket lotere sebagai “usaha bisnis” dan memenangkan hadiahnya sebagai ” pendapatan seumur hidup bagi siapa saja”. Validitas pernyataan industri MLM tentang potensi pendapatan si distributor, penjelasannya yang mengagumkan tentang model bisnis jaringan, dan pengakuannya tentang penguasaan dalam distribusi produk adalah persis seperti validitas penampakan makhluk luar angkasa ET.
Pada realitas kebanyakan, prestasi ekonomi MLM seringnya dibayar dengan angka kegagalan yang tinggi dan kerugian finansial bagi jutaan orang yang mencoba membeli ataupun bergabung sebagai distributor. Struktur MLM, di mana posisi pada rantai penjualan yang tak berujung dicapai dengan cara menjual atau membeli barang, secara matematis tidak bisa dipertahankan. Juga, system MLM yang memungkinkan direkrutnya distributor dalam jumlah tak terbatas dalam suatu kawasan pemasaran jelas-jelas tidak stabil. Bisnis inti MLM, yakni penjualan langsung, berlawanan dengan trend dalam teknologi komunikasi yakni distribusi yang cost-effective (berbiaya rendah), dan ketertarikan membeli pada pihak konsumen. Kegiatan penjualan secara eceran dalam MLM pada kenyataannya merupakan topeng dari bisnis utamanya, yaitu menggaet pemilik uang (investor) ke dalam organisasi pyramid yang menjanjikan pertumbuhan pendapatan yang berlipat-ganda.
Sebagaimana pada semua program piramid, pendapatan para distributor di posisi puncak dan keuntungan para perusahaan pemberi sponsor berasal dari masuknya para investor (penanam uang) baru secara terus-menerus di tingkat bawah. Jika dilihat secara kasar dari segi keuntungan perusahaan dan kekayaan kelompok elite di posisi puncak, model MLM akan tampak seolah-olah tidak akan ada matinya bagi para mitra bisnis, persis seperti program pyramid sebelum akhirnya tumbang atau dituntut oleh pihak berwenang.
Konstituen atau penopang utama industri MLM bukanlah publik konsumen namun para penanam uang yang menaruh harapan. Pasar bagi para penanam uang ini tumbuh subur di saat-saat terjadinya perubahan ekonomi, globalisasi, dan PHK karyawan, seperti pada momentum krisis keuangan. Janji-janji tentang perolehan financial dengan mudah serta kaitan antara kekayaan dengan kebahagiaan tertinggi juga berperan besar dalam kondisi pasar ini. Karenanya, arah pemasaran MLM ditujukan terutama kepada calon (prospek) distributor, bukannya berupa promosi produk ke para pembeli. Produk MLM yang sesungguhnya bukanlah jasa, vitamin, nutrisi, krim kulit, alat kesehatan dan produk konsumsi lainnya, namun sesungguhnya program investasi bagi para distributor yang secara seringnya menyesatkan digambarkan dengan pendapatan tinggi, lompatan ekonomi keluarga, penggunaan waktu sedikit, modal kecil, dan sukses dalam waktu singkat serta mandiri.
Karena pelanggaran syariah pada sistem MLM konvensional itulah, Saudi Arabia mengharamkan MLM yang tertuang dalam Fatwa Lajnah Daimah Saudi nomor 22935 demikian halnya Majma’ Fiqh (Lembaga Fikih) Sudan dalam keputusan rapat nomor 3/23 tertanggal 17 Rabiul Akhir 1424/17 Juni 2003, sepakat mengharamkan jenis jual beli dengan sistem MLM.
Selain itu, perlu juga diketahui juga ciri-ciri bisnis money game yang jelas haram yang seringnya berkedok MLM. Perlu diingat bahwa bisnis yang hanya mengandalkan perekrutan saja seperti itu (tanpa ada produk yang dijual) disebut Bisnis Piramid. Kadang-kadang, bisnis piramid ini disebut juga Bisnis Money Game. Di Indonesia, bisnis ini lazim disebut Bisnis Penggandaan Uang. Dari beberapa sumber diantaranya APLI sebagaimana juga dikemukakan konsultan financial planner (Safir Senduk; 2008) dapat diketahui ciri-ciri bisnis yang dapat diindikasikan sebagai bisnis Money Game sebagai berikut:
Perusahaan yang mengadakan bisnis itu biasanya mengatakan bahwa bisnisnya adalah bisnis MLM. Penggunaan istilah MLM oleh perusahaan money game biasanya adalah karena mereka tidak ingin bisnis orang jadi malas bergabung jika mereka terang-terangan menyebut nama money game. Karena itu mereka biasanya menyebut dirinya MLM, walaupun nama mereka tidak tercantum dalam APLI (APLI adalah singkatan dari Asosiasi Penjual Langsung Indonesia, sebuah asosiasi yang salah satu fungsinya adalah menyaring mana perusahaan yang betul-betul berbisnis penjualan langsung, entah itu dengan menggunakan sistem MLM atau tidak).
Anda akan diminta membayar sejumlah dana yang cukup besar hanya untuk mendaftar saja. Jumlahnya bervariasi, tapi minimal biasanya sekitar Rp 400 ribuan. Jumlah itu sebetulnya bisa dianggap cukup besar, mengingat Perusahaan MLM yang sejati biasanya hanya meminta biaya pendaftaran yang besarnya biasanya tidak sampai Rp 150 ribuan (itu pun tidak termasuk produk). Rendahnya biaya pendaftaran pada perusahaan MLM adalah agar semua orang bisa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa bergabung. Sedangkan pada perusahaan money game, tingginya biaya pendaftaran yang diminta adalah karena mereka harus membayar bonus penghasilan bagi orang-orang di atas Anda yang sudah lebih dulu bergabung.
Pada Perusahaan MLM sejati, biaya pendaftaran biasanya harus bisa dijangkau, karena bonus penghasilan yang akan dibayarkan hanya akan dibebankan pada produk yang terjual saja, bukan dari biaya pendaftaran.
Bisnis money game biasanya tidak memiliki produk untuk dijual kepada konsumen. Padahal ini sebetulnya merupakan faktor kunci dari sebuah bisnis MLM yang sejati. Karena itulah, agar bisa terlihat sebagai sebuah MLM, beberapa perusahaan money game biasanya lalu membuat produk untuk bisa dijual. Namun seringkali yang ada adalah bahwa produk yang dijual tersebut memiliki kualitas dan mutu yang biasa-biasa saja kalau tidak mau disebut asal-asalan. Pada Perusahaan MLM, harus ada produk yang dijual (entah itu berupa barang atau jasa), dan produk tersebut haruslah memiliki kualitas yang cukup baik agar bisa bersaing di pasar. Faktor produk ini sebetulnya juga merupakan faktor kunci dari sebuah perusahaan untuk bisa disebut sebagai sebuah MLM atau tidak. Kalau bisnis yang ditawarkan tersebut tidak memiliki produk, atau mutu produknya asal-asalan saja, sulit disebut sebagai bisnis MLM. Itu jelas money game.
Bisnis money game seringkali hanya menguntungkan orang orang yang pertama bergabung. Sedangkan orang-orang yang bergabung belakangan seringkali cuma ’ketiban pulung’, entah itu perusahaannya bangkrut, lari atau ditutup, atau karena orang yang bergabung belakangan seringkali tidak bisa memiliki penghasilan yang lebih besar daripada orang yang bergabung lebih dulu.
Karena itulah bisnis seperti itu juga disebut Bisnis Piramida. Kalau di Perusahaan MLM yang sejati, walaupun Anda bergabung belakangan, Anda bisa punya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar daripada orang-orang di atas Anda yang sudah bergabung lebih dahulu. Sekarang tinggal keputusan Anda apakah akan bergabung dengan bisnis money game yang ditawarkan kepada Anda atau tidak. Sayangnya, di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang bisnis seperti itu dan ketegasan sanksi kecuali terkenai pasal umum tentang penipuan dan penggelapan dan KUHPidana, sehingga pada akhirnya masyarakat pulalah yang harus menaggung sendiri risiko kerugian dan penipuan tersebut oleh perusahaan yang mengaku MLM yang tidak bertanggungjawab.
Source: Eramuslim.com
Langganan:
Postingan (Atom)