A’isyah ra. telah memperoleh posisi yang besar dan agung di hati Rasulullah saw.. Beliau suka bersenda-gurau, bermain, dan bercumbu-rayu dengannya, bahkan terkadang beliau menahan diri atas beberapa perlakuan “tidak menyenangkan” yang bersumber dari A’isyah sebagai bentuk kemurahan hati beliau. Semua itu dilakukannya untuk memberikan teladan dan contoh tentang bagaimana berinteraksi dan berbagi kasih dengan keluarga (isteri). A’isyah ra. adalah isteri yang manja dan mampu meraih hati Rasulullah saw.. Ketika ditanya tentang siapa isteri yang paling beliau cintai, Rasulullah saw. menjawab: “A’isyah.”
Berikut ini kami paparkan beberapa bukti dan indikasi yang menunjukkan posisi dan kedudukan A’isyah di mata Nabi kita, Muhammad saw..
A’isyah RA bercerita: “Aku biasa bermain boneka di tempat Nabi saw. bersama kawan-kawan sepermainanku. Jika Rasulullah saw. masuk, mereka lari bersembunyi, namun beliau mengirimkan lagi mereka kepadaku, kemudian mereka pun bermain-main denganku.” (HR Bukhari).
Diriwayatkan juga dari A’isyah ra., ia bercerita: “Suatu hari aku lihat Nabi saw. di depan pintu kamarku selagi orang-orang Habasyah bermain di masjid. Beliau lantas menutupiku dengan bajunya, lalu aku melihat (menonton) permainan mereka.” (HR Ahmad.)
Dalam riwayat lain, ia bercerita: “Orang-orang Habsyah masuk masjid dan bermain-main di sana. Rasulullah saw. lalu bersabda kepadaku: “Hai gadis yang kemerah-merahan pipinya (humairah-panggilan sayang Nabi saw. untuk A’isyah ra.), apakah kau ingin menonton mereka?” Aku jawab: “Ya.” Beliau lantas berdiri di depan pintu, lalu aku letakkan daguku di pundak beliau dan aku sandarkan wajahku di pipi beliau. Rasulullah saw. lantas berseru: “Cukup!” Aku balas: “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru.” Beliau lantas berdiri, kemudian berkata: “Cukup.” Aku jawab lagi: “Jangan terburu-buru, Rasulullah.” A’isyah berkomentar: “Sesungguhnya aku tidak suka menonton mereka, akan tetapi aku hanya ingin agar wanita-wanita mengetahui posisi dan kedudukanku di sisi Rasulullah.” (HR Nasa`i).
Diriwayatkan lagi darinya, ia bercerita: “Rasulullah saw. masuk ke kamarku ketika dua orang budak wanita kecil tengah mendendangkan nyanyian heroik (bu’aats) di tempatku. Beliau lantas berbaring di ranjang dan menutup rapat wajah (tubuhnya dengan baju beliau). Tiba-tiba Abu Bakar masuk dan langsung membentakku. Ia berkata: “Nyanyian syetan di tempat Nabi saw.!” Rasulullah saw. langsung (membuka selimut) beliau dan menunjukkan diri di hadapan Abu Bakar dan bersabda: “Biarkan mereka.” Ketika ia lengah, aku kedipi mereka berdua (agar keluar), lalu mereka pun keluar.” (HR Bukhari).
Dalam peristiwa yang lain, Rasulullah saw. sekali lagi menunjukkan gurau-sayang dan cumbu-rayunya bersama isterinya. A’isyah ra. bercerita: “Rasulullah saw. pulang dari Perang Tabuk atau Khaibar, dan mendapati kotak mainan milik A’isyah ra. yang tersingkap ujung penutupnya oleh angin yang bertiup lumayan kencang sehingga terlihatlah boneka-boneka mainannya.
Beliau pun bertanya: “Apa ini, hai A’isyah?”
Ia menjawab: “Boneka-boneka mainanku.”
Di antara boneka-boneka mainan tersebut beliau melihat boneka kuda yang bersayap dua terbuat dari kain rombeng. Beliau bertanya: “Apa yang aku lihat di tengah-tengah mainan-mainan ini?”
Ia menjawab: “Kuda.”
Beliau bertanya lagi: “Lalu apa itu yang ada pada kuda itu?”
Ia menjawab: “Kuda bersayap.”
A’isyah ra. berkata: Beliau pun tertawa hingga aku lihat gigi-gigi geraham beliau. (HR Abu Dawud).
Betapa indahnya perilaku Rasulullah saw. ini. Sungguh perilaku yang sangat berbeda dengan perilaku sebagian orang di antara kita, karena biasanya bila salah seorang di antara kita melihat isterinya bermain-main, maka dia akan menyindirnya dengan sinis, bahkan mencemoohnya dengan keras. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah menunjukkan diri sebagai seorang teladan yang baik dan panutan yang ideal.
Bukti lain yang menunjukkan ketinggian posisi ibunda kita, A’isyah ra., di hati Nabi kita, Muhammad saw. adalah cerita Anas ra.. Ia berkata: Seorang tetangga yang beretnis Persia dan pandai memasak membuat masakan spesial untuk Rasulullah saw.. Ia lalu datang mengundang beliau. Beliau bertanya: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Ia menjawab: “Tidak.” Rasulullah saw. pun menjawab: “Kalau begitu, tidak usah saja.” Orang itu datang lagi mengundang beliau dan beliau bertanya lagi: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Ia menjawab: “Tidak.” Rasulullah saw. pun menjawab: “Kalau begitu, tidak usah saja.” Kemudian ia datang lagi untuk yang ketiga kalinya, dan beliau tetap bertanya: “Dan ini?” (Apakah aku boleh mengajak isteriku ini?) Pada kali ketiga ia menjawab: “Ya.” Mereka berdua (Rasulullah saw. dan A’isyah ra.) lantas bangkit dan saling berkejaran hingga sampai ke rumah si pengundang. (HR Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda