Diriwayatkan bahwa pada masa pemerintahan Umar bin Khathab ra., Ibnu Abi ‘Udzrah Ad-Du`ali menceraikan isteri-isteri yang telah dinikahinya. Ketika hal itu diketahui oleh masyarakat, dia pun segera menarik tangan Abdullah bin Arqam (dan mengajaknya pergi) hingga sampai di rumahnya. Kemudian dia berkata kepada isterinya: “Aku menyumpahmu dengan nama Allah (untuk menjawab pertanyaanku), apakah kamu membenciku?” Sang isteri berkata: “Jangan engkau menyumpahku dengan nama Allah!” Ibnu Abi ‘Udzrah berkata: “Sungguh aku menyumpahmu dengan nama Allah!” Sang isteri berkata: “Ya, aku membencimu!”
Mendengar itu, Ibnu Abi ‘Udzrah pun berkata kepada Abdullah bin Arqam: “Apakah kamu mendengarnya?” Mereka berdua pun pergi hingga akhirnya mereka sampai di tempat Umar bin Khathab ra.. Ibnu Abi ‘Udzrah berkata (kepada Umar): “Sesungguhnya kalian mengatakan bahwa aku telah menzhalimi isteri-isteriku dan menceraikan mereka. Tanyalah kepada Ibnu Arqam!” Umar bertanya kepada Ibnu Arqam, dan Ibnu Arqam pun memberitahukan kepada Umar (apa yang telah dilihatnya). Umar menyuruh seseorang untuk memanggil isteri Ibnu Abi ‘Udzrah. Wanita itu pun datang bersama pamannya.
Umar bertanya: “Apakah engkau yang mengatakan kepada suamimu bahwa engkau membencinya?” Wanita itu menjawab: “Sesungguhnya aku adalah orang yang pertama kali bertaubat dan kembali kepada agama Allah. Sungguh dia telah menyumpahku (untuk berkata terus terang), maka aku pun merasa berat untuk berbohong. Apakah aku boleh berdusta dalam hal ini, wahai Amirul Mukminin?” Umar menjawab: “Ya, silahkan berbohong! Jika salah seorang di antara kalian (kaum wanita) tidak menyukai salah seorang di antara kami (kaum laki-laki), maka janganlah dia mengatakannya secara terus terang, karena sesungguhnya sedikit sekali rumah tangga yang dibangun di atas dasar cinta. Orang-orang (kaum Muslimin) lebih sering bergaul (bermuamalah) dengan dasar Islam dan garis keturunan.” (Footnote: Syarh As-Sunnah, 13/120.)
Berbohong dibolehkan dalam kondisi seperti ini. Diriwayatkan dari Ummu Kultsum bin Uqbah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Yang dimaksud pendusta bukanlah orang yang berbohong dengan niat untuk mendamaikan sesama manusia, lalu dia menebarkan kebaikan atau mengucapkan perkataan yang baik.”
Ummu Kultsum berkata: “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw. memberikan keringanan berkaitan dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang (maksudnya perkataan dusta) kecuali dalam tiga hal, yaitu: peperangan, upaya untuk mendamaikan manusia, serta perkataan seorang laki-laki kepada isterinya dan perkataan seorang wanita kepada suaminya.” (Footnote: Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Ash-Shulh dan Muslim dalam kitab Al-Birr.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda