Rabu, 20 Januari 2010

Kehormatanku Sudah Direnggut, Haruskah Aku Jujur Pada Calon Suamiku?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Tadinya saya sedang menunggu seorang pria yang ingin melamar saya 5 bulan lagi, karena dia sedang dalam masa kontrak dengan perusahaan tempat dia bekerja. Selama masa penantian itu, kami sepakat untuk tidak berkomunikasi. Kami sudah saling mengenal sejak lama. Dia kakak kelasku sewaktu kuliah dulu. Jujur, saya senang sekali dengan niatan dia untuk melamar saya, karena –menurut saya- akhlak dan agamanya baik.

Tapi ada satu hal yang membuat saya takut. Saya memiliki masa lalu yang tidak baik. Saya tidak bisa menjaga kehormatan saya. Tetapi alhamdulillah sekarang saya selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah. Saya ingin jujur kepada dia, apapun yang terjadi nantinya, saya harus jujur sebelum dia menikahi saya. Sebab, saya tidak mau berbohong kepada dia tentang masa lalu saya.

Alhamdulillah saya sudah lega. Saya sudah jujur kepada dia, dan akhirnya dia memutuskan untuk tidak jadi melamar saya. Ini adalah resiko yang harus saya tanggung atas perbuatan saya di masa lalu. Saya akan mencoba ikhlas dan ridha atas semua keputusannya. Saya yakin rencana Allah –di balik semua itu- pasti indah. Tapi saya harus menjalani semuanya. Saya harus tetap SABAR dan SEMANGAT. Saya tidak akan menyerah karena saya yakin Cinta Allah akan selalu melindungi saya, dan hanya dengan Cinta-Nya itu saya dapat bertahan. Lalu apakah seorang seperti saya bisa menjadi seorang wanita yang shalehah, wanita yang akan dipilih oleh seorang laki-laki shaleh untuk dijadikan isterinya dn juga ibu dari anak-anaknya, meskipun saya memiliki masa lalu yang sangat buruk?? Masih pantaskah saya mendapat seorang pendamping yang shaleh?

Ironisnya lagi, adik saya juga mengalami hal yang sama seperti yang saya alami. Dia juga telah kehilangan kehormatannya sebelum menikah. Saya tidak tahu mengapa semua ini menimpa keluarga saya. Namun, keluarga tidak pernah tahu apa yang saya alami. Saya sembunyikan semuanya dari mereka karena saya tidak tinggal bersama mereka, sedangkan adik saya tinggal bersama mereka. Menurut pandangan Islam, bagaimana saya harus menyikapi keadaan ini? Terima kasih sebelumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

A - ….

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Saudariku yang terhormat, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan kepada Anda:

Pertama: Keberanian Anda untuk berterus terang dan berkata jujur dalam kondisi seperti itu sungguh luar biasa. Anda berani mengatakan hal yang sebenarnya kepada laki-laki yang sebentar lagi akan melamar Anda di saat hati Anda sudah mulai tertarik kepadanya, meskipun Anda tahu bahwa keterusterangan itu akan mendatangkan hasil yang pahit dan tidak menyenangkan. Tapi yakinlah bahwa rasa pahit yang Anda alami itu tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan hasil yang akan Anda peroleh bila Anda tidak berterus terang kepadanya. Sebab bila Anda tidak melakukan hal itu, bisa jadi setelah menikah nanti, dia akan mengetahui bahwa sebenarnya Anda sudah tidak perawan lagi. Tentunya hal ini akan menjadi preseden buruk bagi Anda sehingga dia akan selalu berpandangan negatif terhadap Anda. Bila ini terjadi, maka keharmonisan rumah tangga Anda berdua rasanya sulit terwujud.

Jadi, menurut saya, apa yang Anda lakukan sudah tepat dan sesuai dengan nilai-nilai Islam, karena Islam telah mengajarkan kepada kita untuk selalu berkata jujur meskipun pahit hasilnya. Rasulullah saw. bersabda: “Kalian harus berkata jujur karena sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan (kalian) kepada kebajikan, dan sesungguhnya kebajikan itu akan mengantarkan kalian ke surga.” Beliau juga bersabda: “Katakanlah yang benar meskipun pahit hasilnya.”

Memang terkadang apa yang terlihat baik dalam kacamata manusia belum tentu baik dalam pandangan Allah. Demikian juga, apa yang terlihat buruk dalam kacamata manusia belum tentu buruk dalam pandangan Allah. Terkadang kita menyukai sesuatu dan berusaha keras untuk mendapatkannya, padahal di mata Allah, sesuatu yang kita perjuangkan itu justru tidak baik bagi kita. Sebaliknya, terkadang kita membenci sesuatu dan berusaha keras untuk menghindarinya, padahal di mata Allah, sesuatu yang kita benci dan hindari itu justru baik untuk kita. Karena itu, dalam menilai sesuatu, hendaknya kita mendasarkan penilaian itu pada nilai-nilai Islam. Inilah yang diajarkan oleh Allah swt. dalam firman-Nya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)

Kedua: Saudariku, Anda tidak perlu khawatir dan bertanya-tanya apakah Anda masih bisa menjadi wanita shalehah ataukah tidak, hanya gara-gara masa lalu Anda yang kelam itu? Keshalehan seseorang bukanlah diukur berdasarkan masa lalunya, tetapi diukur berdasarkan perilakunya sekarang, apakah dia shaleh di mata Allah ataukah tidak. Semua itu tergantung diri Anda sendiri, apakah Anda benar-benar mau bertaubat kepada Allah dan memperbaiki masa lalu Anda itu ataukah tidak. Jika Anda sungguh-sungguh bertaubat kepada-Nya, Allah pasti akan menerimanya.

Rasulullah saw. bersabda: “Allah lebih bahagia dengan taubat hamba-Nya daripada seseorang di antara kalian yang berada di atas kuda tunggangannya, sedangkan ia sedang berada di atas tanah yang tandus, kemudian kuda itu hilang darinya, padahal makanan dan minumannya berada di atas kuda tersebut. Hal itu membuatnya putus asa, lalu ia menghampiri sebuah pohon dan membaringkan tubuhnya di atas pohon tersebut. Ia benar-benar putus asa atas kehlangan kudanya itu. Ketika ia sedang berbaring, tiba-tiba ia melihat kuda tersebut sudah berada di sisinya. Ia pun segera meraih tali kekang kuda tersebut. Karena terlalu gembira, ia pun mengatakan: ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku, dan aku adalah Rabb-Mu.’ Orang itu mengucapkan perkataan yang salah karena sangkin gembiranya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apa yang disebutkan dalam hadits tersebut hanyalah perumpamaan yang menggambarkan betapa gembira dan senangnya Allah bila ada hamba-Nya yang benar-benar bertaubat kepada-Nya. Tentunya, Allah juga akan mencintainya. Ketahuilah bahwa bila Allah telah mencintai seseorang, maka apa yang dia minta, insya Allah akan dikabulkan. Karena itu, bila Anda sungguh-sungguh bertaubat kepada Allah, Anda tidak perlu khawatir apakah Anda masih bisa menjadi wanita shalehah ataukah tidak. Anda juga tidak perlu khawatir akan jodoh Anda. Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk Anda, sesuai firman-Nya: “Wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik.” (QS. An-Nuur: 26)

Berdasarkan hal itu, maka mantapkanlah hati Anda untuk bertaubat kepada-Nya dengan taubat nasuha. Lalu mohonlah kepada-Nya agar Anda selalu dibimbing oleh-Nya, niscaya Anda akan mendapatkan yang terbaik di dunia dan akhirat.

Ketiga: Kisah yang Anda alami merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi remaja-remaja puteri kita, yaitu agar hendaknya mereka berhati-hati dan berusaha keras untuk menjaga kehormatannya. Jangan mudah terpedaya oleh bujuk rayu syaitan, baik syaitan jin ataupun syaitan manusia. Penyesalan memang selalu datang belakangan. Terus terang, Anda termasuk orang yang beruntung karena Anda masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bertaubat kepada-Nya. Sungguh berapa banyak orang yang telah berbuat maksiat, namun sampai akhir hayatnya mereka tidak diberi kesempatan oleh Allah untuk bertaubat. Na’udzubillah min dzaalik. Wallaahu A’lam….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda