Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya mau tanya Pak Ustadz. Begini, suatu hari teman saya bercerita bahwa suaminya mempunyai hobi memelihara burung dengan tujuan untuk dilombakan. Dia kadang sampai bertengkar dengan suaminya karena sang suami sangat berlebihan. Rumahnya penuh dengan kandang-kandang burung yang bergelantungan. Bahkan, terkadang dia membeli burung dengan harga yang mahal hanya untuk sebuah gengsi.
Menurut Pak Ustadz, bolehkah seekor burung –misal burung kenari- diadu atau dilombakan, dengan cara membeli tiket lalu dikumpulkan di suatu tempat, kemudian suaranya diadu dengan burung-burung kicau lainnya. Yang menang akan mendapat hadiah dan juga sejumlah hadiah lainnya. Demikian pertanyaan dari saya. Atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
I –…..
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Perlombaan burung seperti yang Anda jelaskan di atas dikatagorikan sebagai judi bila hadiah yang diberikan diambil dari hasil pembayaran peserta. Karena judi jenis ini dikemas dalam bentuk perlombaan hingga dapat mengelabuhi sebagian orang, maka saya pun menyebutnya dengan istilah “judi berkedok perlombaan”.
Dalam bahasa Arab, judi diistilahkan dengan kata al-maisir. Kata al-maisir ini berasal dari kata yasara yaisiru yang berarti mudah atau gampang. Al-Maisir atau judi ini didefinisikan sebagai upaya untuk mengundi nasib, mencari keberuntungan atau mendapatkan harta dengan cara yang mudah. Dikatakan mudah karena seseorang yang berjudi mengeluarkan sejumlah uang (harta) dengan harapan ingin mendapatkan keuntungan berlipat ganda tanpa harus bersusah payah atau bekerja.
Judi diharamkan karena mengandung unsur gharar (spekulasi). Dalam kajian Fikih Muamalah, ada sebuah kaidah yang menyatakan bahwa setiap transaksi yang mengandung unsur gharar diharamkan karena dapat merugikan salah satu pihak yang terlibat di dalamnya. Selain itu, judi merupakan perbuatan yang dibenci Allah swt., bahkan dalam Al-Qur`an, Allah menganggapnya sebagai perbuatan keji dan termasuk salah satu perbuatan syaitan. Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar (arak), berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maa`idah [5]: 90)
Secara garis besar, judi dibagi menjadi dua: Judi yang dilakukan secara terang-terangan alias tidak dikemas dan judi yang dikemas dalam bentuk-bentuk tertentu seperti bentuk perlombaan, permainan, undian dan lain sebagainya. Karena adanya faktor kemasan itulah maka terkadang banyak orang yang terkelabuhi hingga tidak menyangka bahwa apa yang telah dilakukannya itu termasuk ke dalam katagori perbuatan judi.
Perlombaan burung yang Anda sebutkan di atas termasuk salah satu jenis judi yang dikemas dalam bentuk perlombaan. Secara sekilas, hal tersebut terlihat sebagai sebuah perlombaan, padahal hukum asal perlombaan adalah mubah (boleh). Namun, karena adanya faktor mengundi nasib dengan cara yang mudah yang diwujudkan dalam bentuk membeli tiket dengan harapan ingin mendapatkan hadiah bila menang, maka perlombaan seperti itu pun diharamkan dan dikatagorikan sebagai judi. Perlombaan tersebut juga diharamkan karena merugikan pihak yang mengalami kekalahan.
Bagi sebagian orang terkadang sulit untuk membedakan apakah perlombaan yang diikutinya termasuk judi ataukah tidak, apalagi bila perlombaan tersebut berhubungan dengan hobi seperti lomba mancing, bakat seperti lomba baca puisi, ataupun olahraga seperti lomba sepakbola. Sebenarnya untuk membedakannya kita cukup melihat apakah ada kewajiban bagi peserta untuk membayar ataukah tidak, dimana hasil pembayaran tersebut digunakan untuk hadiah. Bila ada, maka perlombaan itu termasuk judi. Bila tidak ada, maka tidak termasuk judi. Bila ada kewajiban membayar tetapi pembayaran tersebut murni digunakan untuk administrasi atau biaya pengadaan lomba, tidak termasuk hadiah, karena hadiahnya diperoleh dari pihak sponsor, maka tidak termasuk katagori judi.
Di sini, saya juga ingin menyebutkan satu bentuk judi yang sering kita saksikan pada masa sekarang ini, bahkan mungkin sebagian orang di antara kita pernah mengikutinya tanpa menyangka bahwa apa yang diikutinya itu termasuk judi. Bentuk perjudian yang saya maksud adalah SMS Berhadiah, dimana hadiah yang diberikan diambil dari hasil pengumpulan pulsa partisipasi setiap pengirim SMS yang biasanya menggunakan pulsa premium atau lebih mahal dari harga biasa.
Berdasarkan hasil ijtima’ (pertemuan) ulama di Gontor tanggal 26 Mei 2006, MUI mengeluarkan fatwa pengharaman SMS Berhadiah tersebut. Setidaknya ada tiga alasan yang dijadikan MUI untuk mengharamkan SMS Berhadiah dan mengatagorikannya sebagai judi. Ketiga alasan tersebut adalah:
- Karena mengandung unsur mengundi nasib dengan cara mudah
- Karena mengandung unsur menghambur-hamburkan harta
- Karena merugikan pihak lain yang mengalami kekalahan
Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan bahwa SMS Berhadiah diharamkan bila hadiah yang diberikan diambil dari pulsa partisipasi peserta. Tetapi bila hadiah tidak diambil dari pulsa partisipasi tersebut melainkan dari pihak sponsor (tentunya hal ini akan mempengaruhi harga pulsa partisipasi/pengiriman SMS), maka SMS Berhadiah seperti itu tidak haram.
Wallaahu A’lam….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda