Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Maaf Pak Ustadz, saya mau nanya. Saya mempunyai ayah yang sudah meninggal sekitar 10 bulan yang lalu. Beliau meninggalkan harta yang cukup banyak, antara lain 4 buah rumah. Salah satu di antaranya vila, sawah, kolam ikan serta rumah kontrakan sebanyak 36 kamar. Belum lagi warisan rumah, tanah dan sawah peninggalan ayahnya (kakek saya) di Jawa. Tetapi ibu saya tidak mau membagikannya dengan alasan untuk membiayai sekolah adik laki-laki saya yang bungsu. Bahkan, bila ibu ditanya tentang pembagian warisan tersebut, beliau malah marah-marah dan menganggap kami anak yang durhaka. Karena bingung, kami pun membiarkan sikap ibu. Kami 5 bersaudara, 2 laki-laki dan 3 perempuan. Bagaimana hukumnya Pak Ustadz, sedangkan ada salah satu anaknya yang membutuhkannya. Terima kasih atas waktunya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
D - …..
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Seperti yang pernah saya utarakan, persoalan warisan merupakan persoalan yang sangat sensitif karena dapat merusak hubungan antara seseorang dengan kerabatnya, saudaranya atau bahkan dengan orangtuanya sendiri. Karena itu, hendaknya seorang Muslim mengikuti aturan-aturan warisan yang telah ditetapkan oleh Islam. Seperti pada kasus yang Anda hadapi, bila salah satu pihak tidak hati-hati dalam mengambil sikap, maka hubungan antara dirinya dengan pihak yang lain dapat renggang. Dalam hal ini, hubungan antara anak dengan ibunya sendiri. Di sini dibutuhkan adanya sikap bijaksana orangtua dan pengertian dari anak-anaknya.
Orangtua harus bersikap bijaksana terhadap anak-anaknya termasuk dalam masalah warisan. Dia juga harus membuang jauh-jauh egonya, tentunya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk kebaikan seluruh anaknya, bukan hanya untuk satu anak saja. Dalam kasus Anda, seharusnya ibu membagikan harta warisan sang ayah kepada anak-anaknya, apalagi anak-anaknya sudah dewasa hingga dapat mengelola hartanya sendiri. Atau paling tidak, ibu harus menentukan bagian masing-masing sesuai ketentuan hukum fara`idh meskipun pengelolaan atas harta tersebut masih di pegang dirinya. Sebab, berbicara soal warisan adalah berbicara soal hak, dan hak harus disampaikan kepada pemiliknya. Oleh karena itu, ibu harus bersikap legowo dan terbuka dalam masalah pembagian warisan. Dia tidak boleh marah bila ditanya oleh anak-anaknya yang sudah dewasa mengenai hal itu, apalagi sampai menganggap anaknya durhaka.
Menurut saya, andaikata ibu Anda memang ingin membiayai anak bungsunya dari harta warisan tersebut, maka ada dua alternatif solusi yang bisa dia lakukan dimana keduanya tetap sesuai dengan aturan Islam.
Pertama: Ibu membagikan kepada anak-anaknya haknya masing-masing tetapi dia meminta komitmen mereka (terutama yang sudah bekerja) untuk membantu pembiayaan sekolah adik bungsu mereka. Di sini, ibu tidak berperan sebagai pengelola seluruh harta karena sudah dibagikan kepada anak-anaknya kecuali bagiannya sendiri dan (bila ada) bagian anak yang belum mampu mengelola hartanya.
Kedua: Ibu menentukan bagian masing-masing ahli waris (termasuk dirinya) tanpa harus membagikannya langsung sehingga pengelolaan atas seluruh harta masih di tangan sang ibu. Dalam hal ini, yang berlaku adalah prinsip syirkah jabar (kepemilikan bersama akibat faktor warisan) seperti yang pernah saya jelaskan pada konsultasi sebelumnya. Tentunya bila kira-kira ada anak yang sangat membutuhkan, maka sebaiknya ibu memberikan jatah anak tersebut, sisanya dia kelola atas kesepakatan semua pihak. Ibu dapat menggunakan hasil pengelolaan harta tersebut untuk pembiayaan sekolah anak bungsunya, bila ada sisa maka dibagikan kepada anak-anaknya.
Selain membutuhkan adanya sikap bijaksana sang ibu, masalah yang Anda hadapi juga membutuhkan adanya pengertian atau kesadaran dari anak-anak untuk membantu orangtuanya. Apalagi sejak ditinggal sang ayah, mungkin ibu tidak memiliki penghasilan untuk menutupi kebutuhan-kebutuhannya termasuk pembiayaan sekolah anak bungsunya. Mungkin inilah yang menyebabkan kekhawatiran sang ibu sehingga dia tidak mau membagikan harta warisan suaminya kepada anak-anaknya. Bila memang kondisinya seperti itu, maka –menurut saya- alternatif solusi kedua lebih baik.
Saran saya, cobalah bicarakan masalah ini dengan saudara-saudara Anda yang lain, setelah itu bicarakan bersama-sama dengan ibu dengan penyampaian yang baik yang tidak menyinggung perasaannya. Pilihlah waktu yang tepat, terutama saat ibu sedang dalam keadaan nyaman untuk diajak berdiskusi. Sebab, walau bagaimana pun, dia adalah ibu Anda yang harus tetap dihormati dan diperlakukan dengan baik, sesuai firman Allah swt.: “maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.’” (QS. Al-Israa` [17]: 23) Di ayat lain, Allah swt. juga berfirman: “dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqmaan [31]: 15)
Sekedar informasi, cara pembagian warisan harta ayah Anda adalah sebagai berikut:
- Ibu (isteri ayah) mendapat 1/8
- Yang 7/8 dibagi untuk 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Karena bagian 1 anak laki-laki = bagian 2 anak perempuan, maka bila ada 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan, itu sama saja dengan 7 anak perempuan. Dengan demikian, maka 7/8 dibagi 7 = 1/8. Jadi bagian 1 anak perempuan = 1/8.
- Sedangkan bagian 1 anak laki-laki : 1/8 x 2 = 2/8.
Wallaahu A’lam Fatkhurozi
Pak, saya mau nanya soal harta orangtua. Ibu saya baru saja meninggal, sementara bapak sudah sekitar lima tahun menderita sakit jantung (sudah dioperasi), namun masih cuci darah 2 kali setiap minggu. kondisi bapak memprihatinkan, tidak bisa berjalan. berjalan dengan kursi roda. Yang saya mau nanya soal usaha bapak Yaitu toko elektronik dan showroom motor yang masing-masing dikelola oleh orang2 kepercayaan bapak yang tidak ada hubungan saudara sama sekali. Sementara saya sebagai anak kandung satu2nya yang tinggal bersama bapak, tidak boleh mencampuri dan mengurusi usaha bapak. Bapak dan keluarga saya (semuanya 7 bersaudara, 6 saudara2 saya semuanya tinggal di luar kota sudah berkeluarga dan semuanya mapan)hanya minta saya merawat dan mengurus bapak yang sakit, selebihnya tidak boleh mencampuri urusan bisnis bapak. Saya juga sudah berkeluarga dan mempunyai 2 anak, namun belum mapan seperti saudara2 saya yg lain. Saya hanya dijatah oleh orang kepercayaan bapak seminggu sekali. Yang saya tanyakan sebenarnya mana yang lebih berhak mengurus dan mengelola usaha bapak?
BalasHapus