Kamis, 10 Desember 2009

Warisan Orangtua

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya ingin bertanya tentang aturan warisan orangtua untuk anak-anaknya. Seandainya ada suatu keluarga besar, mereka mempunyai banyak anak perempuan dan anak laki-laki, dimana semuanya sudah menikah kecuali satu anak perempuan. Sang ayah mempunyai bisnis yang lancar dan dia meminta sang anak yang belum menikah untuk membantunya menjalankan usaha tersebut. Hingga akhirnya sang anak perempuan tersebut sudah cukup dipercaya untuk menjalankan usaha sang ayah sampai sang ayah meninggal dunia. Jadilah anak perempuan itu sebagai orang yang menjalankan usaha sang ayah hingga saat ini.

Suatu saat, salah seorang saudara laki-laki mereka yang sudah menikah mengalami kesulitan finansial. Dia terlilit hutang sana sini karena usahanya gagal, hingga anak laki-laki tersebut beserta isteri dan anak-anaknya diusir dari rumah kontrakan mereka karena tidak sanggup lagi membayar uang kontrakan. Akhirnya mereka menumpang di rumah salah satu saudaranya.

Yang ingin saya tanyakan, usaha yang dijalankan anak perempuan ini merupakan usaha sang ayah. Jadi, bukannya sudah menjadi kewajiban anak perempuan tersebut untuk menolong saudaranya yang sedang kesusahan? Karena setahu saya, orangtua tetap bertanggung jawab terhadap anak laki-lakinya sampai kapanpun, sementara usaha yang dijalankan itu adalah usaha sang ayah. Bagaimana jika anak perempuan itu tidak mau menolong karena dia menganggap penghasilan dari usaha itu merupakan miliknya dan hasil kerja kerasnya selama ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

N - …..

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Dari penjelasan Anda, nampaknya harta sang ayah (dalam hal ini adalah usaha yang dijalankan tersebut) belum dibagi hingga sekarang, bahkan nampaknya belum ada pembicaraan di antara anak-anak yang ditinggalkan untuk membaginya. Sebab, penekanan Anda hanya pada tuntutan anak lak-laki yang sedang kesulitan itu, apakah dia berhak mendapatkan bantuan dari saudara perempuannya yang menjalankan usaha tersebut ataukah tidak. Padahal yang seharusnya menjadi penekanan adalah masalah pembagian harta warisan sang ayah, dimana semua anak berhak mendapatkan bagian dari harta warisan tersebut, tentunya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam ilmu faraa`idh (ilmu waris).

Bila seseorang meninggal dunia, maka sebaiknya pembagian harta warisan yang ditinggalkan dilakukan secepatnya, tentunya setelah kewajiban-kewajiban terhadap si mayit sudah dijalankan terlebih dahulu, seperti pengurusan jenazahnya, penunaian wasiatnya serta pelunasan hutang-hutangnya (bila ada), sesuai firman Allah swt.: “(Pembagian-pembagian tersebut di atas dilakukan) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” (QS. An-Nisaa` [4]: 11) Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan di antara ahli waris di kemudian hari, karena persoalan harta waris merupakan persoalan yang sangat sensitif yang dapat menimbulkan perpecahan dan putusnya tali silaturahim antara seseorang dengan saudaranya atau dengan anggota-anggota keluarga lainnya bila tidak dilakukan dengan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku. Upaya untuk mempercepat pembagian harta waris itu juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya percampurbauran antara harta si mayit dengan harta-harta yang lain, termasuk harta orang yang mengelolanya.

Dalam kasus yang Anda ceritakan di atas, semua anak berhak mendapatkan bagian dari harta waris tersebut. Bila tidak ada isteri dan orangtua dari ayah, maka semua anak menjadi pewaris seluruh harta sang ayah, dengan ketentuan anak laki-laki memperoleh dua bagian anak perempuan, sesuai firman Allah swt.: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.” (QS. An-Nisaa` [4]: 11) Tetapi bila ada isteri (isteri ayah), maka isteri mendapatkan 1/8, sementara yang 7/8 menjadi bagian semua anak, dengan ketentuan anak laki-laki memperoleh 2 bagian anak perempuan.

Karena yang ditinggalkan sang ayah berbentuk usaha, maka masing-masing ahli waris akan memperoleh saham sesuai bagian warisannya. Jadi usaha tersebut bukan hanya milik anak perempuan yang mengelolanya saja, melainkan milik semua ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, kecuali bila sebelum meninggal dunia sang ayah telah memberikan usaha tersebut kepada anak perempuan yang mengelolanya itu dengan menggunakan akad hadiah. Dalam hal ini, yang menjadi ahli waris adalah semua anak (laki-laki dan perempuan), isteri ayah (bila ada) dan orangtua ayah (bila ada).

Mengenai keengganan saudara perempuan itu untuk menolong, sebenarnya hal itu tidak ada kaitannya dengan masalah pembagian harta waris. Ia lebih terkait dengan aspek sosial dalam Islam, dimana seorang Muslim (yang mampu) diwajibkan untuk menolong saudaranya sesama Muslim yang sedang kesusahan, apalagi bila orang yang memerlukan pertolongan tersebut masih merupakan kerabatnya. Wallaahu A’lam….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda