Minggu, 16 Agustus 2009

Tafsir Surah Adh-Dhuhaa

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuhaa [93]: 1-11)

Adh-Dhuhaa (waktu matahari sepenggalan naik), maksudnya permulaan waktu siang.
Sajaa (telah sunyi), maksudnya telah gelap gulita.
Wadda’aka, maksudnya tiada meninggalkan kamu.
Qalaa, maksudnya benci.
Aawaa (melindungimu), maksudnya memeliharamu.
Dhaallan, maksudnya orang yang bingung.
‘Aa`ilan (seorang yang kekurangan), maksudnya orang fakir.
Laa taqhar (janganlah kamu berlaku sewenang-wenang), maksudnya janganlah kamu menghinakan.
Laa tanhar, maksudnya janganlah menghardik.
Haddits (hendaklah kamu menyebut-nyebutnya), yang dimaksud dengan menyebut-nyebut nikmat di sini adalah sering mengingatnya baik dengan lisan atau hanya dalam hati saja, sehingga dengannya seseorang akan terdorong untuk selalu bersyukur kepada Allah. Ada pula yang menafsirkan: “dan terhadap nikmat Tuhanmu sedekahkanlah…”

Penjelasan Surah:
Penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad saw. pernah berhenti untuk sementara waktu, maka orang-orang Musyrik pun segera menyebarkan isu bahwa Tuhan Muhammad saw. telah meninggalkan dan membenci beliau. Dari sini, maka turunlah surah ini, yang di dalamnya Allah swt. bersumpah atas nama permulaan waktu siang dan kegelapan malam bahwa Dia tidak mungkin meninggalkan beliau, dan bahwa Dia akan memberikan berbagai nikmat dan karunia-Nya kepada beliau hingga beliau merasa puas. Kemudian Allah swt. menyebutkan nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw., sebelum beliau diutus sebagai rasul dengan tujuan untuk menenangkan hati beliau.
Di sini Allah ingin menegaskan kepada beliau bahwa sebagaimana Dia telah memperhatikan dan menjaga Nabi saat beliau masih yatim serta telah memberinya petunjuk menuju jalan yang benar, bukan jalan yang sesat yang ditempuh oleh kaum beliau, maka Dia juga akan melindungi beliau dari kemiskinan dan akan menjadikannya sebagai orang yang kaya hati.
Setelah penyebutan nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah kepada Nabi tersebut, Nabi saw. pun semakin yakin bahwa Allah swt. tidak akan meninggalkan diri beliau setelah beliau diangkat sebagai rasul. Karena itu, Nabi saw. diminta untuk selalu bersyukur kepada Allah atas limpahan karunia-karunia tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda