Kamis, 30 Juli 2009

Jejak Kaki Ibnu Sina

Jakarta - Ketika peradaban Islam mengalami kemajuan pesat di abad pertengahan. Nama Ibnu Sina disebut-sebut sebagai tokoh yang memiliki peran besar, terutama dalam bidang kedokteran. Terlepas dari kontroversi yang mengiringi kematiannya, siapakah Ibnu Sina itu?

Pakar kedokteran muslim ini lahir pada tahun 370 H/980 M di Afshana, sebuah kota kecil di wilayah Uzbekistan. Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, yang berasal dari Balkh Khorasan. Ketika Ibnu Sina lahir, ayahnya menjabat sebagai gubernur di pemukiman Nuh Ibnu Manshur, sekarang wilayah Afghanistan (dan juga Persia).

Sang ayah, ingin putranya menggali ilmu pengetahuan di Bukhara. Dengan kegigihan menerpa ilmu akhirnya, pribadi yang dikenal dengan Avicenna di dunia barat ini, menjadi seorang filosof, ilmuwan, dokter, dan seorang penulis yang produktif.


Hampir sebagian besar karyanya membahas tentang filsafat dan pengobatan. Karyanya yang monumental ialah Qanun fi Thib. Bahkan karya master piece ini menjadi rujukan di bidang kedokteran sampai dengan saat ini. Intelektual Barat George Sarton menyebut Ibnu Sina sebagai ilmuwan terkenal dari ranah Islam lewat karyanya The Book of Healing dan The Canon of Medicine yang juga dikenal sebagai Qanun.

Sejak kecil memang Ibnu Sina telah menampakkan kecerdasannya. Dalam usia belia ia telah hafal membaca Al-Quran di usia 5 tahun. Ia juga menjadi penyair Persia yang paling digemari. Dan seorang yang tak pernah malu untuk belajar aritmatika dari seorang pedagang sayur.

Hal yang menjadi kebiasaan Ibnu Sina jika gagal memahami pelajaran. Ia selalu pergi ke sebuah surau untuk berwudhu dan shalat hingga turun sebuah hidayah di alam pikirannya. Bekerja di meja belajar hingga larut malam merupakan rutinitas yang sulit dirubah sebelum sebuah rumus kedokteran bisa dipecahkan. Karena memang Ibnu Sina mulai mempelajari ilmu kedokteran sejak umur 16 tahun.

Tidak sebatas ilmu kedokteran, lebih dari itu Ibnu Sina juga mempelajari ilmu merawat pasien. Ia pun melakukannya secara sukarela tanpa meminta upah. Keyakinan yang diberikan masyarakat kepada Ibnu Sina itu, akhinya ia dipercaya menjadi tabib raja di istana.

Kehebatannya berhasil mengobati raja dari penyakit berbahaya dan mematikan. Peritiwa inilah yang kemudian mengantarkannya masuk ke perpustakaan raja Samanids. Namun sayangnya, ketika perpustakaan terbakar, Ibnu Sina dituduh sebagai pemicu munculnya api.

Beberapa karya monumental Ibnu Sina, antara lain Qanun fi Thibb (Canon of Medicine), Asy-Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan) dan An-Najat. Setelah itu, ikon pemikir besar Iran ini akhirnya wafat pada tahun 428 H di usianya ke 58. (sul/lik)

Sumber: WartaOne.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda