Saya teringat saat-saat ketika saya menunaikan ibadah haji, tepatnya pada tahun 2000. Saat itu, saya masih berstatus sebagai mahasiswa di Mesir. Seperti mahasiswa-mahasiswa lainnya, di samping menunaikan ibadah haji, saya juga mencari tambahan uang saku dengan cara bekerja. Alhamdulillah, meskipun baru pertama kali haji, saya langsung mendapat job. Saya dipercaya untuk menjadi guide para TKI yang ada di sana. Selama beberapa hari bersama para TKI (TKW) itu, saya mendengar banyak cerita yang memilukan. Kebanyakan dari mereka mengalami hal yang tidak menyenangkan. Bahkan, ada sebagian dari mereka yang menceritakan kisah yang dialaminya sambil menangis. Mungkin, saya tidak perlu menjelaskan apa yang mereka alami. Mudah-mudahan saudara-saudara sekalian dapat menafsirkannya sendiri. Belum lagi, banyak di antara mereka yang akhirnya menjadi TKI ilegal, karena sudah tidak memiliki izin tinggal. Berkaitan dengan masalah ini, ada beberapa pertanyaan yang menggelitik hati saya: Mengapa tiap tahun makin banyak TKI yang di-ekspor ke luar negeri (terutama ke Timur Tengah), yang notabene mereka memiliki pendidikan yang rendah, padahal apa yang dialami sebagian besar di antara mereka tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Mungkin apa yang dialami oleh TKI-TKI kita tidak akan terjadi bila yang dikirim ke sana adalah tenaga-tenaga profesional, karena mereka lebih dihormati. Mengapa tidak tenaga-tenaga profesional saja yang dikirim??
Memang bagi TKI-TKI yang bernasib baik, kehidupan mereka dan juga keluarga mereka akan lebih baik ketimbang mereka harus mengais rezeki di negeri sendiri. Tetapi bagaimana dengan mereka yang bernasib malang?? Di satu sisi, mereka harus berusaha demi meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka, hingga mereka pun rela untuk berpisah dengan sanak saudara. Hal itu mereka lakukan dengan harapan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik, apalagi di saat tuntutan dan biaya hidup semakin tinggi. Tetapi ternyata apa yang mereka alami di negeri tempat mereka bekerja tidaklah seindah apa yang mereka bayangkan. Di sisi lain, bila mereka masih tetap tinggal di tanah airnya, maka kemungkinan bagi mereka untuk merubah nasib sangatlah kecil, mengingat begitu sulitnya lapangan pekerjaan dan begitu ketatnya persaingan hidup. Sungguh sebuah dilema yang sangat membingungkan….! Di akhir tulisan ini, saya ingin menyebutkan hadits Nabi saw. yang berkaitan dengan masalah tersebut, mudah-mudahan dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua. Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan orang-orang Mukmin, dalam hal cinta dan kasih sayang di antara mereka, adalah seperti satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain, akan ikut merasakannya, dengan cara tidak bisa tidur dan mengalami demam.” Adakah kita ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita itu???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda