Rabu, 24 Februari 2010

Menunda Pernikahan Karena Masih Kuliah (Surat Untuk Muda-mudi Yang Belum Menikah)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, saya mempunyai seorang teman laki-laki. Kami tidak berpacaran karena kami tahu bahwa tidak ada pacaran dalam Islam. Kami sudah saling mengenal sekitar 1 tahun yang lalu. Alhamdulillah saya sudah bekerja. Dia juga sudah bekerja tapi sambil kuliah. Memang kami merasa bahwa kami sudah wajib menikah. Namun, kami menundanya karena menunggu hingga dia lulus kuliah.
Pertanyaannya, apakah alasan seperti itu bisa menjadi alasan yang kuat untuk menunda pernikahan? Dan apa saja yang harus disiapkan jika kami ingin menikah? Mohon penjelasannya. Terima kasih….
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
A- ….

Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Saudariku yang terhormat, sebelum menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu saya akan menjelaskan tentang hukum pernikahan. Sebab, hukum pernikahan sangat tergantung pada kondisi masing-masing orang. Bisa wajib, bisa sunah, bisa mubah, bisa makruh, bahkan bisa haram. Semua tergantung pada kemampuan seseorang untuk menikah dan juga kemampuannya dalam mengendalikan nafsu syahwatnya. Berikut adalah hukum-hukum pernikahan:
1. Sunah: Pernikahan disunahkan bagi orang yang sudah memiliki baa’ah (kemampuan untuk menikah) sementara dirinya masih mampu mengendalikan nafsu syahwatnya dan tidak khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina.
2. Wajib: Hukum pernikahan menjadi wajb bila seseorang sudah memiliki kemampuan sementara dirinya khawatir tidak mampu lagi mengendalikan nafsu syahwatnya. Dalam kondisi seperti ini, hukum pernikahan berubah menjadi wajib karena perbuatan zina adalah perbuatan yang jelas-jelas diharamkan Allah swt. dan termasuk dosa besar. Bila perbuatan yang haram (zina) sudah tidak dapat dihindari kecuali dengan pernikahan, maka pernikahan menjadi wajib hukumnya.
3. Mubah: Yaitu bagi orang yang mampu tetapi tidak memiliki syahwat sama sekali, seperti orang yang impoten atau lanjut usia. Pernikahan juga mubah hukumnya bagi orang yang tidak mampu menikah sementara calon mempelai wanitanya rela menerima kondisi tersebut. Pernikahan juga mubah hukumnya bagi orang yang sudah mampu tetapi dia ingin menikah hanya untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat untuk mendapatkan keturunan ataupun menjaga diri dari perbuatan zina.
4. Makruh: Yaitu bagi orang yang tidak mampu karena hal itu dapat menzhalimi isteri, atau bagi orang yang tidak ada minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.
5. Haram: Yatu bagi orang yang tidak mampu menikah (lahir batn), sementara dirinya tidak khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina ataupun perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.
Dalam pertanyaan yang Anda lontarkan, Anda tidak menjelaskan tentang kondisi kemampuan Anda dan calon suami dalam mengendalikan hasrat seksual; Seberapa besar dorongan hasrat seksual Anda berdua saat ini? Apakah Anda dan dia masih mampu mengendalikannya ataukah tidak? Sebab sesuai penjelasan di atas, kondisi kemampuan dalam mengendalikan hasrat seksual akan mempengaruhi hukum pernikahan bagi Anda berdua, apakah masih sunah ataukah sudah wajib? Hal inilah yang dapat digunakan untuk menganalisa apakah alasan Anda untuk menunda pernikahan tersebut bisa dianggap sebagai alasan yang kuat ataukah tidak.
Di atas, Anda hanya menyebutkan bahwa Anda berdua merasa sudah wajib menikah. Saya tidak tahu, apakah kata “wajib” tersebut memang menunjukkan bahwa hukum nikah telah menjadi wajib bagi Anda berdua ataukah tidak. Bila jawabannya “ya”, maka alasan Anda untuk menunda pernikahan, seperti yang Anda kemukakan, tidak cukup kuat. Sebab, sesuatu yang wajib tidak boleh ditinggalkan ataupun ditunda pelaksanaannya kecuali bila ada udzur (halangan) yang dibenarkan, dimana bila seseorang memaksakan diri untuk melakukan kewajiban tersebut dalam kondisi seperti itu, maka hal itu dapat membahayakan dirinya. Saya kira, alasan menyelesaikan studi tidak termasuk ke dalam katagori tersebut.
Nampaknya dalam kasus Anda ini, penundaan pernikahan Anda berdua lebih disebabkan oleh kekhawatiran Anda berdua bila pernikahan itu dapat mengganggu studi calon suami. Menurut hemat saya, kekhawatiran seperti itu tidak beralasan, karena sebenarnya pernikahan itu justru dapat menjadi faktor terbesar yang dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar serta menciptakan ketenangan jiwa dan kehidupan yang bahagia bagi seorang penuntut ilmu. Tentunya, semua tergantung pada ‘azm (tekad) dan komitmen Anda berdua.
Tetapi bila jawabannya ternyata “tidak” karena Anda berdua masih bisa mengendalikan hasrat seksual sehingga tidak khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina, maka alasan yang Anda sebutkan sah-sah saja.
Saudariku yang terhormat, bagi saya pribadi, jawaban ya atau tidak, tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah tekad dan komitmen kita. Anda berdua sudah memiliki kemampuan untuk menikah, karena itu bulatkanlah tekad Anda berdua untuk menikah. Terus terang, kondisi Anda berdua jauh lebih bagus daripada kondisi saya saat akan menikah. Dulu, sepulang dari Mesir tahun 2001, saya bertekad untuk merantau di Jakarta. Saat itu, saya belum memiliki pekerjaan yang tetap. Saya hanya bekerja sebagai translator lepas buku-buku Islam, yang penghasilannya masih sangat tergantung pada ada atau tidak adanya order. Setelah tiga bulan di Jakarta, saya membulatkan tekad untuk menikahi seorang wanita yang saya kenal melalui dunia maya (internet) dan saya sendiri belum pernah melihatnya langsung, hanya melalui foto saja. Sebelumnya kami sudah berhubungan via internet sekitar 8 bulan. Saat itu, saya masih di Mesir, sementara calon isteri saya berada di Pekanbaru.
Dengan hanya modal yang sangat pas-pasan dan hanya cukup untuk ongkos dan uang mahar, tetapi diiringi dengan modal restu dari orang tua yang tak ternilai harganya dan juga modal tekad yang kuat, saya pun pergi ke Pekanbaru dalam kondisi sudah siap untuk menikah (saya sudah membawa pengantar nikah dari kecamatan daerah asal saya). Saat itu, saya benar-benar sudah siap menerima resiko yang akan terjadi. Bahkan, seandainya saat tiba di Pekanbaru, ternyata calon isteri saya ataupun orangtuanya merasa tidak cocok dengan saya, saya pun rela. Dalam benak saya, bila hal itu terjadi, paling-paling saya kembali ke Jakarta dengan tangan hampa.
Awalnya, saya akan pergi ke sana seorang diri, karena kebetulan rencana sangat mendadak dan orangtua saya tidak bisa ikut, dan hal itu tdak menjadi kendala bagi saya. Tetapi ternyata ketika saya sudah sampai di Jakarta, kakak ipar saya menyusul. Akhirnya, dengan naik kendaraan bus, kami berdua berangkat ke Pekanbaru.
Mungkin karena faktor kesungguhan hati dan niat ikhlas karena Allah swt., alhamdulillah semua berjalan lancar. Dua hari setelah saya tiba di Pekanbaru, kami pun melangsungkan pernikahan dengan sangat sederhana. Seminggu kemudian, saya ajak isteri untuk pindah ke Jakarta. Saya suruh dia untuk mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Saya berani mengambil keputusan seperti itu meski pada saat itu saya belum ada pekerjaan yang tetap. Alhamdulillah sampai detik ini, ikatan pernikahan kami masih tetap terjalin kuat. Bahkan, kami telah dikaruniai 3 orang anak yang lucu-lucu, dan insya Allah sekitar 6 bulan lagi akan bertambah satu. Saya juga berhasl menyelesaikan studi di Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, padahal sekembalinya dari Mesir, sama sekali tidak terpikir dalam benak saya bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Saudariku, jangan takut dan jangan khawatir. Yakinkan calon suami Anda bahwa hendaknya studi tidak menjadi kendala yang menghalangi niat baik Anda berdua. Selama niat kita ikhlas karena Allah swt., insya Allah Allah akan menolong kita. Allah telah berfirman: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur [24]: 32)
Mengenai persiapan menjelang pernikahan, siapkan saja tekad yang bulat, komitmen yang kuat dan pengetahuan yang cukup tentang hak dan kewajiban dalam berumah tangga. Demikian penjelasan dari saya, mudah-mudahan dapat menjadi motivasi bagi Anda berdua untuk menyegerakan pernikahan. Wallaahu A’lam……

2 komentar:

  1. Ustadz, saya juga menikah ketika belum lulus kuliah...do'a saya adalah kalo pria ini memang jodoh saya maka mudahkanlah ya Alloh....dan akhirnya memang dimudahkan. Saya sudah merasa wajib menikah demikian pula dengan suami. Ketika meminta saya, dia bertanya apakah boleh dinikahi sekarang oleh Bapak saya, dan ternyata Bapak saya meniyakan padahal sebelumnya jika ada lelaki yang bertanya bapak dan ibu selalu bilang kalo saya masih kuliah belum selesai. Niat saya cuma satu beribadah, mengharap ridho dan berkah Alloh. Jadi ketika saya tidak mendapat apa yang teman2 saya dapatkan (bekerja dengan kariri yang bagus) saya tidak menyesal karena niat saya ibadah. Pada tahun ke 5 pernikahan kita, Alloh mengundang kita ke tanah suci. Wa bahagianya berlipat-lipat. Kita tidak pernah tahu akan apa yang direncanakan Alloh untuk kita, jika semua kita niatkan apapun untuk Alloh semata.

    BalasHapus
  2. assalamualaikum pak ustadz saya saat ini kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri di pulau sumatera..
    saya merasa bahwa saya sudah wajib untuk menikah. 3 bulan lagi saya selesai dan menjadi dokter. saat masih kuliah saya sudah bekerja dengan usaha sendiri. saya pernah berpacaran juga. dengan niat karena Alloh SWT untuk menghindari zina saya putuskan pacar saya. saya memutuskan ingin segera menikah, akan tetapi orang tua saya sepertinya masih belum mengizinkan untuk menikah..saya sudah mencoba untuk berpuasa agar dapat membentengi diri saya. akan tetapi keinginan untuk menikah sangat kuat. ridho orang tua adalah ridho Alloh SWT. apa yang harus saya lakukan.

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar Anda