Kamis, 13 Mei 2010

Bila Ayah Tiri Lepas Tanggung Jawab, Apa Dapat Warisan?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, saya mau menanyakan sesuatu. Begini ceritanya, ibu saya sudah meninggal sekitar 3 bulan yang lalu. Sekarang ayah tiri saya mengutak-atik harta warisan yang ditinggalkan ibu saya. Bahkan, sebenarnya hal itu sudah dia lakukan sebelum ibu meninggal dunia.
Sebenarnya pokok permasalahan bukan terletak pada tata cara bagi waris (fara’idh) yang sudah disepakati oleh semua ahli waris. Tapi pokok permasalahan terletak pada kewajiban dan tanggung jawab ayah tiri saya selama ibu masih hidup. Sebagai contoh, sejak dia menikah dengan ibu saya, ternyata ibu saya-lah yang menafkahi keluarga hingga punya berbagai macam harta. Ayah tiri saya hanya enak-enakan saja dan tidak kerja sama sekali.
Waktu ibu sakit, dia juga tidak mengambil alih fungsinya sebagai seorang suami. Akhirnya, saya bawa ibu ke rumah saya dan saya urus beliau hingga beliau dipanggil ALLAH swt.. Tidak hanya itu, setiap kali diajak berembug soal biaya pengobatan ibu yang sedang sakit, dia selalu mengatakan “tidak tahu” dan “tidak punya uang”. Padahal, semua harta yang diperoleh ibu saya melalui usahanya sendiri, telah dikuasai oleh ayah tiri saya. Saat kami minta untuk menjualnya guna membiayai pengobatan ibu, dia selalu melarang. Bahkan karena kami telah menjual harta bawaan ibu yang sudah dihibahkan kepada kami (anak-anaknya), dia pun menggugat kami ke Pengadilan Agama.
Anehnya lagi, setiap kali saya mengadakan pengajian di rumah guna mendoakan kesembuhan ibu, dia malah melarangnya. Begitu juga, saat ada dokter teraphist yang datang untuk mengobati ibu saya, dia malah menyuruhnya pulang lagi. Seakan-akan dia menginginkan agar ibu saya cepat meninggal.
Yang ingin saya tanyakan, bagaimana saya harus menghadapi masalah ini? Saya merasa tidak ada keadilan dalam masalah ini. Sebab menurut saya, ayah tiri saya telah meninggalkan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai suami, tapi mengapa dia mengejar-ngejar haknya untuk mendapatkan warisan dari ibu saya? Harta bawaan yang sudah dihibahkan kepada kami pun ikut dituntutnya. Malahan sebagian warisan tersebut sudah dia jual untuk kepentingan pribadinya tanpa seizin empat orang ahli waris lainnya, termasuk dua anaknya alias adik-adik saya lain ayah yang sekarang semuanya ikut saya. Mereka ikut saya karena tidak tahan melihat tingkah laku ayahnya yang kurang biadab. Terima kasih atas penjelasannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
E-.....

Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Sebelumnya saya turut berbela sungkawa atas meninggalnya ibunda tercinta. Semoga seluruh amal baiknya semasa hidup diterima di sisi-Nya dan dosa-dosanya juga diampuni oleh-Nya.
Saudaraku yang terhormat, apa yang telah dilakukan oleh ayah tiri Anda memang tidak baik dan bertentangan dengan aturan-aturan Islam. Namun, hal itu belum bisa dianggap sebagai faktor yang dapat menyebabkan dirinya terhalang dari haknya sebagai ahli waris dari isterinya sendiri (ibu Anda). Sebab, walaupun terkesan dia menginginkan kematian ibunda, namun secara hukum dia tidak terbukti melakukan tindakan pembunuhan terhadap ibunda.
Perlu diketahui bahwa, ada dua faktor yang dapat menyebabkan hilangnya hak seseorang sebagai ahli waris:
1. Orang kafir: Orang kafir tidak dapat mewarisi harta orang Muslim, demikian pula sebaliknya, walaupun keduanya memiliki hubungan darah atau hubungan pernikahan. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw.: “Orang Muslim tidak dapat mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak dapat mewarisi orang Muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Pembunuh: Seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta orang yang dibunuhnya, sesuai sabda Nabi saw.: “Pembunuh tidak dapat mewarisi orang yang dibunuh sedikitpun.” (HR. Abu Daud)
Dalam kasus ayah tiri Anda, saya tidak melihat adanya salah satu dari kedua faktor tersebut. Karena itu, dia pun masih berhak untuk mendapatkan bagian dari harta waris, sesuai ketentuan syariah.
Adapun mengenai harta waris yang sudah diambil dan dijualnya, itu merupakan hak semua ahli waris. Selama harta itu belum dibagi secara sah sesuai ketentuan ilmu fara’idh, maka secara hukum harta itu masih milik bersama (semua ahli waris), sehingga ayah tiri Anda tidak berhak untuk menjualnya tanpa izin dari ahli waris yang lain. Bila hal itu dia lakukan, berarti dia telah menzhalimi orang lain. Dalam hal ini, dia dituntut untuk mengembalikan harta tersebut, atau -paling tidak- mengembalikan nilainya, atau bisa juga dikurangi dari bagiannya nanti.
Saudaraku yang terhormat, masalah sikap ayah tiri Anda yang terkesan melalaikan tanggung jawabnya sebagai suami dan terkesan menginginkan kematian ibunda, pasrahkan dan serahkan sepenuhnya kepada ALLAH swt.. Biarlah ALLAH yang memberi balasan yang setimpal untuknya. Yakinlah bahwa setiap keburukan, sekecil apapun, akan dibalas oleh-Nya. ALLAH swt. berfirman: “Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 8) Bahkan, bisa jadi balasan itu akan diberikan ALLAH di dunia, mungkin dalam bentuk kehidupannya yang sulit atau tidak berkah.
Jadi, Anda tidak perlu merasa risau dan bertanya-tanya mengapa dia tetap memperoleh bagian warisan. Sebab dalam masalah warisan ini, yang bisa diintervensi oleh hukum adalah bila seorang ahli waris beragama lain (kafir) atau terbukti melakukan pembunuhan terhadap si mayit. Bila kedua hal itu tidak ada, maka yang berlaku adalah ketentuan hukum waris (fara’idh) seperti biasa. Sekarang ikuti saja ketentuan tersebut dan pasrahkan sepenuhnya kepada ALLAH bila dia memang benar-benar ingin menggugat Anda dalam kaitannya dengan harta bawaan yang sudah dihibahkan ibunda kepada Anda dan adik-adik.
Saudaraku, terkadang sikap buruk seseorang terhadap kita atau terhadap orang yang kita cintai memang seringkali membuat kita emosi atau merasa kesal, dan itu sangat manusiawi. Namun sebagai umat Nabi MUHAMMAD saw., kita dituntut untuk mengikuti tauladan yang beliau contohkan kepada kita, termasuk dalam menyikapi sikap tidak menyenangkan dari orang lain. Lihatlah bagaimana beliau selalu legowo dan selalu memaafkan kesalahan orang lain, bahkan terhadap orang yang jelas-jelas akan membunuh beliau. Itulah puncak ketinggian akhlak seorang manusia yang dipilih oleh ALLAH swt. sebagai panutan bagi seluruh manusia.
Jadi, berusahalah untuk ikhlas terhadap apa yang telah terjadi, syukur-syukur Anda bisa sampai pada tahap memaafkan kesalahan ayah tiri Anda. Yakinlah bahwa bila Anda ikhlas, maka ALLAH akan membukakan untuk Anda pintu-pintu rezeki dan pintu-pintu keberkahan-Nya. Ingat, rezeki ALLAH tidak hanya memiliki satu pintu saja, tetapi memiliki pintu-pintu yang sangat banyak. Jangan sampai kita berusaha mati-matian untuk membuka pintu yang satu itu saja, sementara pintu-pintu yang lain tertutup. Padahal, bisa jadi pintu-pintu lain itulah yang justru mengandung banyak keberkahan. Wallaahu A’lam.....Fatkhurozi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda