Kamis, 15 April 2010

Rumah Tanggaku Pernah Berantakan Gara-gara Ibu Mertua

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustadz, saya mohon penjelasan dari Ustadz tentang masalah yang sedang saya hadapi, tentunya penjelasan menurut syariat Islam yang disertai dalil-dalil Al-Qur`an dan Hadits. Hal itu dimaksudkan agar saya bisa menyampaikannya kepada suami saya. Syukran katsiran atas bantuannya.
Ibu mertua saya tinggal bersama keluarga kecil saya. Sebetulnya hal itu tidak jadi masalah bagi saya, malah saya merasa senang karena –kebetulan- kedua orangtua saya sudah tiada. Ibu mertua saya masih punya suami (bapak mertua saya). Kata ibu mertua, bapak mertua tidak usah ikut tinggal bersama kami, alias tinggal di kampung saja. Maaf, ibu mertua saya sikapnya memang selalu meremehkan suaminya (bapak mertua saya). Sedangkan suami saya, otaknya seperti sudah dicuci oleh ibunya. Dia selalu menuruti kemauan ibunya. Di matanya, perkataan ibunya selalu benar.
Sebetulnya saya juga agak risih jika tinggal bersama ibu mertua saya, karena dia pernah menghancurkan mahligai pernikahan kami hingga dua kali. Dia pernah memerintahkan suami saya untuk selingkuh dan melakukan tindak kekerasan kepada saya. Ini adalah kali kedua kami rujuk (bersatu kembali). Semua kami lakukan semata-mata demi anak kami.
Setahu saya, jika jarang bertemu dengan ibunya, suami saya termasuk orang yang baik. Apalagi dia sering berteman dengan orang-orang yang shaleh. Tapi jika sudah bertemu dengan ibunya, semua menjadi gelap. Yang paling benar di matanya hanyalah perkataan ibunya. Saya takut bila ibu mertua saya ikut tinggal bersama kami, rumah tangga kami berantakan lagi. Bagaimana saya menyampaikan hal ini kepada suami saya, Ustadz?
Perlu diketahui, saat ibu mertua tinggal di kampung, kami selalu mengirim sejumlah uang untuknya. Menurut suami saya, ibunya menyuruh suami saya untuk melakukan balas budi karena sudah disekolahkan oleh sang ibu. Bahkan katanya, separoh uang gaji ibunya digunakan untuk biaya sekolah suami saya. Padahal kedua adiknya saja tahu bahwa sikap ibunya memang kurang baik. Karenanya, mereka tidak mau tinggal bersama ibu mertua saya, meskipun mereka berada dalam satu kota. Bagaimana menurut Ustadz?
Selain itu, suami saya kurang mengenal karakter ibunya, karena setelah lulus SMP, dia tidak serumah lagi dengan ibunya. Dia tinggal di kost karena sekolahnya agak jauh. Mohon sekali jawabannya Ustadz.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
D - …..
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Saudariku yang terhormat, sebenarnya masalah yang Anda hadapi hampir mirip dengan masalah yang sudah saya bahas pada konsultasi minggu lalu, yaitu mengenai “Batasan Berbakti Kepada Orangtua”. Sebab, kedua masalah tersebut sama-sama berkaitan dengan upaya seorang anak untuk berbakti kepada ibunya dan juga sikap sang ibu yang dinilai pihak ketiga (dalam hal ini adalah istri sang anak) sebagai sikap yang kurang menyenangkan. Karena itu, saya sarankan Anda untuk membaca kembali pembahasan tersebut agar Anda lebih mengetahui tentang batasan-batasan dalam berbakti kepada orangtua sehingga Anda dapat menjelaskannya kepada suami Anda.
Yang ingin saya tekankan di sini adalah tentang kondisi rumah tangga Anda yang sudah dua kali berantarakan akibat campur tangan pihak ketiga (ibu mertua). Di atas, Anda mengatakan bahwa ibu mertua Anda pernah menghancurkan pernikahan Anda berdua hingga dua kali, tetapi kemudian Anda berdua rujuk (bersatu kembali). Ini berarti bahwa hanya tinggal satu kesempatan lagi bagi Anda dan suami untuk menggayuh bahtera rumah tangga, karena Anda dan suami telah melakukan talak sebanyak dua kali. Menurut hukum Islam, talak yang di dalamnya boleh dilakukan rujuk hanya dua kali. Bila sampai terjadi talak lagi, maka sepasang suami-isteri yang bercerai tidak boleh bersatu kembali kecuali setelah si isteri dinikahi oleh laki-laki lain dengan pernikahan yang sah, bukan main-main atau rekayasa. Hal ini seperti dijelaskan dalam firman Allah swt.:
“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, (setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik.” (QS. Al-Baqarah [2]: 229)
“Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain.” (QS. Al-Baqarah [2]: 230)
Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan terakhir ini sebaik-baiknya. Bila Anda benar-benar ingin tetap bersatu dengan suami Anda, terutama karena pertimbangan anak-anak, jelaskanlah masalah ini dan juga masalah “Batasan Berbakti Kepada Orangtua” kepada suami Anda. Carilah waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan suami, lalu diskusikanlah dengan menggunakan hati dan akal yang jernih. Ingat, jangan sampai ada emosi! Carilah solusi yang terbaik.
Sekedar masukan, ada beberapa alternatif yang mungkin bisa Anda berdua lakukan:
1. Ibu mertua masih tetap tinggal bersama keluarga kecil Anda. Tetapi ingat, Anda dan suami harus memiliki komitmen yang tinggi untuk mempertahankan bahtera rumah tangga. Anda harus berusaha keras untuk bersabar, terutama bila ada sikap ibu mertua yang kurang menyenangkan. Sebab walau bagaimanapun, ibu suami Anda adalah ibu Anda juga, yang harus selalu dihormati dan dijaga perasaannya. Demikian pula dengan suami Anda, dia harus berani mengatakan “tidak” (menolak) kepada ibunya bila sang ibu menyuruhnya untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan-aturan Allah, seperti menyuruhnya untuk selingkuh, seperti yang Anda sebutkan di atas. Sebab, kepatuhan kepada orangtua hanya boleh dilakukan bila tidak mengandung unsur kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tentunya, penolakan tersebut harus disampaikan dengan cara yang baik agar tidak menyakiti hati sang ibu.
2. Suruhlah suami untuk merayu ibunya agar mau tinggal di kampung bersama suaminya (bapak mertua Anda). Bila Anda memilih alternatif ini, carilah waktu yang tepat dan cara yang baik untuk menyampaikannya kepada ibu mertua Anda. Jangan lupa, Anda berdua harus berkomitmen untuk membantu sang ibu. Buatlah agar dia merasa lebih nyaman tinggal di kampung bersama suaminya. Dalam hal ini, Anda berdua bisa meminta bantuan kepada adik-adik suami Anda.
Sebagai penutup, saya ingin kembali menekankan bahwa seperti apapun sikap orangtua kita atau orangtua suami/isteri kita, mereka tetaplah orangtua kita yang harus kita hormati dan kita jaga perasaannya. Sebagai anak, kita harus bersabar bila ada sikapnya yang mungkin kurang menyenangkan. Andaikata ada penolakan yang ingin disampaikan, carilah waktu yang tepat dan kemaslah penolakan itu dengan cara yang baik. Satu lagi, ingatlah bahwa setiap orang punya masalah; dan ketika masalah itu datang, kita harus menghadapinya dengan hati dan akal yang jernih. Untuk mendapatkan solusi yang terbaik, janganlah lupa untuk memohon petunjuk dan pertolongan Allah. Wallaahu A’lam…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda