Pak Ustadz, saya mempunyai dua pertanyaan. Pertama: Bapak mertuaku wafat 1 tahun yang lalu. Beliau meninggalkan seorang isteri dan 3 orang anak, semuanya laki-laki. Beliau mewariskan beberapa bidang tanah. Ada tanah seluas 6000 m2 yang menjadi hak 3 orang (ibu, suamiku dan 1 orang adik), dengan aset usaha di atas tanah itu sekitar 300 juta, sementara adik yang satu lagi mendapat bagian tanah di tempat lain, yang luasnya sekitar 2000 m2 dengan aset usaha sebesar 2 Milyar.
Dulu sewaktu almarhum masih hidup, beliau berniat agar usaha itu untuk tiga orang bersaudara, termasuk suami saya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, adik iparku tidak mau membagi usaha itu untuk bertiga. Dia menginginkan semuanya untuk dirinya. Dia pun mengeluarkan suamiku dari jabatan komisaris dan menggantikannya dengan isterinya. Akhirnya almarhum bapak membuat wasiat kalau tanah yang 6000 m2 tersebut untuk ibu, suamiku dan adik bungsu suamiku.
Sepeninggal almarhum, adik yang mendapat tanah di tempat lain itu meminta agar tanah yang menjadi hak bertiga dijual. Dia memang tidak ingin mengambil bagian suamiku, tapi dia mau mengambil bagian ibu, padahal ibu masih hidup. Saat ini, di atas tanah itu, adik iparku memasang spanduk bertuliskan “Tanah ini dijual”. Bagaimana hukumnya yah??
Kedua: Bagaimana cara pembagian tanah yang menjadi hak 3 orang itu? Berapa bagian masing-masing (isteri dan 2 orang anak)? Terima kasih sebelumnya atas penjelasan yang diberikan.
Demikian pertanyaan saya, Pak Ustadz. Terima kasih atas perhatian dan jawaban yang diberikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
H-….
Jawaban:
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Saudari H yang saya hormati, mungkin ada sedikit kerancuan pada istilah yang Anda gunakan, terutama pada istilah yang berkaitan dengan akad yang menyebabkan berpindahnya hak kepemilikan dari Bapak Mertua Anda kepada anak-anak dan isterinya. Dari paparan Anda, saya dapat menangkap bahwa akad yang sebenarnya diinginkan dan digunakan oleh Bapak Mertua Anda pada kedua bidang tanah tersebut adalah hibah, bukan wasiat seperti yang Anda katakan dan bukan pula waris.
Sebelum saya menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya saya jelaskan terlebih dahulu perbedaan antara hibah, wasiat dan waris. Bila akad yang digunakan adalah hibah, maka hak kepemilikan langsung berpindah tangan seiring dengan dikeluarkannya akad tersebut dan tidak harus menunggu orang yang memberinya meninggal dunia. Tetapi bila akad yang digunakan adalah wasiat, maka hak kepemilikan tidak langsung berpindah tangan walaupun akad sudah diucapkan, melainkan menunggu orang yang memberinya meninggal dunia. Namun dalam kasus yang Anda tanyakan, akad wasiat tidak berlaku karena wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris, sesuai sabda Baginda Rasulullah saw.: ““Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap pemiliknya, maka tidak ada (harta) wasiat bagi ahli waris.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Jadi pada kasus tersebut hanya ada dua kemungkinan, ada kemungkinan berpindahnya kepemilikan kedua bidang tanah tersebut melalui akad hibah dan ada kemungkinan melalui sistem waris. Namun setelah memperhatikan alur cerita yang Anda sampaikan, saya menangkap bahwa sebenarnya Bapak Mertua Anda ingin memberikan tanah-tanah itu kepada anak-anak dan isterinya melalui akad hibah. Hal ini dibuktikan dengan niatan beliau untuk memberikan tanah yang luasnya sekitar 2000 m2 untuk ketiga anaknya, termasuk suami Anda. Namun melihat sikap salah satu anaknya yang rakus, beliau pun memberikan tanah yang satunya lagi untuk isteri dan kedua anaknya yang tersingkirkan dari jatah pertama. Akad hibah atas harta orangtua untuk anak-anaknya biasanya dilakukan dengan maksud untuk menghindari terjadinya perselisihan di antara mereka pasca meninggalnya orangtua. Hal inilah yang nampaknya diinginkan oleh Bapak Mertua Anda, sehingga ketika melihat sikap anaknya yang ingin menguasai tanah pertama yang luasnya 2000 m2, beliau pun langsung mengambil kebijakan baru dengan memberikan tanah yang luasnya 6000 m2 untuk isteri dan kedua anaknya.
Dengan demikian, maka tanah yang luasnya 6000 m2 itu menjadi hak tiga orang, yaitu ibu dan kedua anaknya (termasuk suami Anda). Karena akadnya hibah, maka perhitungan yang berlaku bukan perhitungan waris, melainkan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh si pemberi pada saat akad. Untuk mengetahui berapa bagian masing-masing, tanyakan kepada suami atau ibu mertua Anda, apakah waktu itu Bapak Mertua menyebutkan berapa bagian masing-masing ataukah tidak, atau bagaimana lafazh yang diucapkan beliau? Namun melihat kasus yang terjadi dan berdasarkan kebiasaan yang ada, menurut saya nampaknya Bapak Mertua Anda menginginkan agar tanah tersebut dibagi rata untuk tiga orang. Bila luasnya 6000 m2, maka masing-masing mendapat 2000 m2.
Adapun mengenai sikap adik suami Anda yang ingin menjual tanah bagian ibu, hal itu sangat tergantung pada kesediaan ibu untuk memberikan haknya ataukah tidak. Sebab tanah tersebut telah menjadi hak miliknya, maka hanya dia-lah yang berhak untuk menjualnya ataupun memberikannya kepada orang lain.
Saudari H yang saya hormati, jawaban saya ini hanyalah analisa dari apa yang Anda sampaikan di atas. Seperti yang saya katakan, ada kemungkinan Bapak Mertua Anda melakukan pembagian kedua bidang tanah tersebut melalui akad hibah, tapi ada kemungkinan pula tidak. Bila beliau tidak bermaksud seperti itu, maka yang berlaku adalah hukum waris, sehingga semua harta yang ditinggalkannya dibagi untuk semua ahli waris yang ada sesuai ketentuan yang berlaku. Karena itu, ada baiknya Anda tanyakan secara detail kepada suami atau ibu mertua Anda mengenai hal tersebut, terutama mengenai apa yang dikatakan oleh Bapak Mertua Anda saat itu, apakah bisa disebut hibah ataukah tidak. Wallaahu A’lam….
Fatkhurozi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda