Selasa, 19 Juli 2011

Cinta Lama Bersemi Kembali

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yth. Pengasuh konsultasi, saya seorang single parent, usia 43 tahun, memiliki satu orang anak yang usianya menjelang remaja. Suami telah menghadap Yang Maha Kuasa hampir 11 tahun yang lalu, dalam usia pernikahan yang belum genap 3 tahun.



Selama masa kesendirian ini, saya mengkonsentrasikan diri untuk membesarkan anak sembari mendekatkan diri kepada Tuhan dan mencari hikmah atas ujian yang saya hadapi ini. Alhamdulillah saya bisa tegar dan bisa menjalani kesendirian ini.



Tapi ternyata ujian Tuhan datang lagi sebulan yang lalu, tiba-tiba seseorang dari masa lalu saya menelpon. Surprise, karena kami telah hilang komunikasi selama 20 tahun. Waktu itu, jarak yang memisahkan sehingga kami kesulitan untuk berkomunikasi, karena setelah menamatkan kuliah, saya pulang ke kampung halaman. Dia laki-laki terbaik yang pernah dekat dalam kehidupan saya. Tapi dulu kami sama-sama remaja yang lugu sehingga tak pernah ada terucap kata sayang di antara kami.



Dia baru tahu kesendirian saya setelah kami cerita tentang keluarga masing-masing. Setelah itu kami intens sms ataupun telpon. Bahkan dia mengirimi suatu benda yang didalamnya terukir nama kami berdua. Dari komunikasi-komunikasi yang kami lakukan, terungkap fakta-fakta sebagai berikut:

1.Kami masih sama-sama saling mengingat satu sama lain, meskipun waktu yang cukup lama telah memisahkan kami. Sebenarnya dia menelpon saya karena tiba-tiba dia ingat saya dan langsung mencari info tentang keberadaan saya.

2.Kami sama-sama masih menyimpan rasa yang dulu, alias kami masih saling menyayangi.

3. Kami berdua masih berharap suatu hari nanti kami akan berjodoh.

4. Selama ini kami masih saling mencari info satu sama lain.

5. Ternyata kami sama-sama pernah berdoa agar suatu hari kami bisa bertemu kembali, dan Tuhan mengabulkannya sekarang.

6. Dia ingin berjumpa denganku, tapi aku menolak ajakannya karena takut fitnah, karena kesendirianku rentan akan fitnah.

7. Dia pernah mengatakan bahwa saya adalah cinta pertamanya, karena itu dia pun sangat sulit untuk melupakan saya, meskipun dia telah berkeluarga hampir 15 tahun. Sementara bagi saya, dia adalah laki-laki yang terbaik, karena itu pula sulit bagi saya untuk melupakannya meskipun dulu pertemuan kami sangat singkat dan tak pernah terucap kata sayang di antara kami. Dulu kami sama-sama pendiam, dia hanya memberikan perhatian dengan pemberian-pemberian berupa apa saja.



Saya menyadari kami sekarang sedang bermain api. Saya coba untuk pending komunikasi, bahkan dua kali pernah mencoba untuk memutuskan komunikasi. Namun, yang terjadi malah saya selalu menangis dan tak bisa tidur. Akhirnya hal itu hanya bertahan 1 hari, setelah itu saya kembali mengirim sms.



Sampai sekarang istrinya belum tahu komunikasi kami. Sebenarnya ada kekhawatiran bila komunikasi kami ini diketahui oleh isterinya, apalagi kami sempat bertukar foto by phone, dan ternyata fotoku itu dia print dan disimpan untuk dipandang bila dia sedang merindukan saya. Tapi saya tidak memungkiri kalau saya merasa bahagia bisa berkomunikasi kembali dengannya. Saya mulai rindu dengan sms-sms darinya, rindu dengan suaranya, dan rindu dengan panggilan sayang darinya.



Apa yang harus saya lakukan sekarang? Bukankah Allah melarang memutuskan silaturahmi, dan apakah yang terjadi sekarang juga karena doa-doaku. Mohon solusinya. Terima kasih…

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

D-….



Jawaban:



Wa’alaikumussalam Wr. Wb.



Saudari D yang saya hormati, mengenai apa yang harus Anda lakukan, hal itu sangat tergantung dari pihak ketiga yaitu isteri dari laki-laki yang Anda cintai itu, apakah dia mengizinkan suaminya untuk menikah lagi ataukah tidak. Sebab, permasalahan ini bukan hanya berkaitan dengan hukum pernikahan dalam Islam saja, melainkan juga dengan UU No. 1/1974 tentang Perkawinan yang berlaku di negara kita, Indonesia.



Bila sang isteri mengizinkan, maka saya kira Anda sudah mengetahui jawaban saya mengenai apa yang harus Anda lakukan. Ya, Anda harus meminta laki-laki tersebut untuk segera menikahi Anda. Hal ini dimaksudkan agar Anda dan dia tidak terus terjerat oleh tali cinta yang akan menjerumuskan Anda berdua ke dalam “lubang” kemaksiatan, bahkan bisa jadi akan mengantarkan Anda berdua ke dalam perbuatan zina yang sangat dibenci ALLAH swt., sesuai firman-Nya: ““Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji ( fahisyah ) dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al-Israa`: 32 )



Namun bila ternyata sang isteri tidak mengizinkan karena mungkin dia termasuk wanita yang tidak mau dimadu atau tidak setuju dengan poligami, maka sebaiknya Anda menghentikan “permainan” api cinta tersebut. Sebab bila kenyataannya seperti itu, sementara Anda masih berkeinginan untuk tetap menjalin cinta dengannya, maka setidaknya ada dua kemungkinan:

1. Anda menikah dengannya secara sembunyi-sembunyi atau yang biasa disebut oleh masyarakat kita dengan istilah “nikah sirri”. Dalam hal ini, laki-laki tersebut akan menikahi Anda tanpa sepengetahuan isteri pertamanya. Walau dari sisi hukum Islam, pernikahan seperti ini dibolehkan asalkan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya, namun saya pribadi sangat tidak menyarankan. Sebab bila ditinjau dari nilai-nilai akhlak, pernikahan seperti itu seringkali menimbulkan banyak kebohongan, terutama pada pihak laki-laki yang Anda cintai. Biasanya, laki-laki yang menikah lagi dengan cara seperti ini, seringkali berbohong kepada isteri pertamanya, padahal junjungan kita Nabi Muhammad saw. sangat tidak menyukai perbuatan dusta sebagaimana ditegaskan dalam sabda beliau: “Wajib atasmu berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan terus berlaku jujur dan memilih kejujuran hingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan, dan sesungguhnya durhaka itu membawa ke neraka. Dan seseorang akan terus berlaku dusta dan memilih kedustaan hingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta". (HR. Muslim) Belum lagi bila nantinya Anda dikaruniai anak dari pernikahan sirri tersebut, akan banyak kesulitan yang Anda berdua hadapi.

2. Anda tetap menjalin hubungan cinta dengannya tanpa ada pernikahan, atau yang biasa disebut oleh masyarakat kita dengan istilah “selingkuh”. Walaupun saya yakin Anda bisa menjaga diri sehingga Anda dapat terhindar dari perbuatan zina, namun menurut saya hal ini sangat tidak baik dan bertentangan dengan syariat Islam. Sebab seperti yang saya katakan di atas, hal ini akan menyebabkan Anda berdua terus terjerumus dalam “lubang” kemaksiatan, walaupun bukan kemaksiatan dalam pengertian zina (hubungan seksual).



Dari sini, maka saran saya, sebaiknya Anda pastikan apakah laki-laki yang Anda cintai itu mendapat izin dari isterinya untuk menikah lagi ataukah tidak, dan hal itu bisa Anda lakukan dengan cara memintanya untuk menanyakan hal itu kepada isterinya. Bila jawabannya ya, maka saya kira itu jawaban ALLAH atas doa yang pernah Anda berdua panjatkan kepada-Nya. Namun bila jawabannya tidak, maka bisa jadi itu adalah ujian ALLAH atas kesendirian Anda, atau –bahkan- bisa jadi itu godaan syetan yang dimaksudkan untuk menghalangi upaya Anda untuk mendekatkan diri kepada ALLAH, apalagi di saat Anda sedang berkonsentrasi untuk membesarkan anak sembari mendekatkan diri kepada Tuhan. Wallaahu A’lam….

Selasa, 12 Juli 2011

Ingin Cerai Karena Hati Selalu Hampa

Ingin Cerai Karena Hati Selalu Hampa

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Mohon petunjuknya, apa yang bisa dilakukan bila ingin bercerai dari suami. Sebenarnya saya sudah terbiasa beranggapan bahwa pernikahan hanyalah sebatas status sosial saja sehingga semua terlihat adem ayem. Namun sesungguhnya ada kegersangan di dalam hati, karena mengubur banyak harapan keindahan berumah tangga. Mungkin karena berulang kali tersakiti, bahkan empat kali membina rumah tangga, tapi bayangan menjadi orang yang pernah tersakiti selalu mengikuti. Mohon maaf, bukannya saya tidak mensyukuri nikmat Allah, namun saya tidak ingin berada dalam kehampaan hati sepanjang hidup saya. Alasan apa yang bisa digunakan bila ingin berpisah. Mohon petunjuknya. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


S-…..


Jawaban:


Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Saudari S yang saya hormati, pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, penuh mawaddah dan rahmah. Hal ini seperti ditegaskan dalam firman ALLAH swt.: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum [30]: 21)




Seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, bila salah satu pihak merasa bahwa tujuan tersebut tidak tercapai, maka dia berhak untuk tidak meneruskan perjalanan bahtera rumah tangganya. Bagi laki-laki berhak menjatuhkan thalak secara langsung dan bisa juga melalui pengadilan, sementara bagi perempuan bisa mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Namun karena pernikahan merupakan ikatan yang suci yang harus dijaga, maka kedua belah pihak harus berhati-hati dalam menggunakan hak tersebut. Karena itu pula, maka Rasulullah saw. menegaskan bahwa meskipun thalak dibolehkan, namun ia sangat tidak disukai. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Rasulullah menganggap wanita yang menuntut cerai tanpa alasan yang dibenarkan sebagai wanita yang munafik, seperti ditegaskan dalam sabda beliau: ““Para istri yang minta cerai (pada suaminya) adalah wanita-wanita munafik.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).


Dari sini, maka para ulama menetapkan sejumlah alasan yang dengannya seorang isteri bisa mengajukan gugatan cerai:


  1. Adanya penyiksaan secara fisik, mental ataupun emosional
  2. Bila tidak ada lagi ketidakcocokkan antara suami isteri, sehingga sering terjadi perselisihan di antara mereka, sementara kemungkinan dilakukannya ishlah

    (perbaikan) sangat kecil.
  3. Adanya pengkhianatan.
  4. Bila suami yang semestinya bertindak sebagai pencari nafkah tidak lagi bertanggung jawab atas hal tersebut.


Menurut saya pribadi, tidak ada salahnya bila Anda mencoba untuk merubah keadaan. Berusahalah untuk menghilangkan bayangan menjadi orang yang pernah tersakiti itu perlahan-lahan. Sebab, bayangan itulah yang menyebabkan Anda merasakan kehampaan hati. Berilah sugesti kepada diri Anda, bahwa sebenarnya Anda termasuk wanita yang beruntung. Sebab, tidak sedikit wanita yang sulit mendapatkan pasangan hidup, sementara Anda bisa berkali-kali. Namun sayang, Anda tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Anda lebih pasrah pada keadaan dan tidak mencoba untuk merubahnya. Anda juga memiliki persepsi yang salah tentang pernikahan sejak awal Anda menikah, dimana Anda menganggapnya hanyalah sebatas status sosial saja.

Saudari S yang saya hormati, bagi seorang Mukmin, kebahagiaan bisa dicapai kapan saja, dimana saja, dan dalam kondisi apa saja, bahkan dalam kondisi yang sangat tidak menyenangkan. Hal ini digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya: ““Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Semua perkara (yang menimpanya) adalah kebaikan baginya dan tidaklah hal ini terjadi kecuali hanya pada diri seorang mukmin. Jika dia tertimpa sesuatu menyenangkan, dia bersyukur maka hal ini adalah baik baginya. Dan jika tertimpa musibah dia bersabar maka itu juga baik baginya.” (HR. Muslim) Namun untuk sampai pada tahap itu, kita harus berusaha keras dan tidak hanya berpasrah pada keadaan saja. Intinya, kebahagiaan itu tidak datang dengan sendiri, namun harus diupayakan. Termasuk dalam hal berumah tangga, kita harus menganggap kehidupan rumah tangga sebagai benih yang selalu dirawat dan diurus, hingga pada akhirnya akan membuahkan hasil yang menggembirakan.

Saran saya, perbanyaklah dzikir kepada ALLAH swt., karena hanya dengan dzikir kepada-Nya, hati akan selalu merasa tenang, nyaman dan bahagia. “[yaitu] Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan dzikir hati menjadi tentram.” (QS. ar-Ra’d : 28) Wallaahu A’lam…

Senin, 04 Juli 2011

Sudah Bercerai Tapi Masih 1 Ranjang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, saya mau tanya, sahkah jika seorang isteri menceraikan suaminya tanpa sepengetahuan suami, dengan alasan selama 30 tahun menikah suami tidak pernah memberikan nafkah? Namun anehnya mereka masih tinggal satu rumah, apa hukumnya menurut Islam jika mereka masih tinggal satu rumah dan masih tidur satu ranjang? Sang isteri akan memberi tahu bahwa sang suami sudah diceraikan apabila dia menyakiti isterinya lagi. Demikian pertanyaan saya, Pak Ustadz. Terima kasih atas jawaban yang diberikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
J-….

Jawaban:

Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Saudara J yang saya hormati, dalam Islam yang memiliki hak untuk menjatuhkan thalak secara langsung adalah laki-laki (suami), bukan wanita (isteri). Dalam hal ini, seorang suami berhak dan berwenang untuk menggunakan hak tersebut tanpa mengenal tempat dan waktu. Tetapi meskipun seorang isteri tidak memiliki hak seperti itu, dia berhak meminta sang suami untuk menceraikannya tetapi dengan syarat sang isteri harus menyerahkan sejumlah harta kepada suaminya. Dia juga berhak mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan bila ada hal-hal tertentu yang menyebabkan dirinya berfikiran untuk tidak meneruskan bahtera rumah tangganya. Dalam hal ini, pihak Pengadilan (hakim)lah yang akan menjatuhkan thalak.

Di antara hal-hal yang dimaksud adalah seperti yang disebutkan dalam ta’liq thalak, yaitu:
1. Bila suami meninggalkan isteri saya dua tahun berturut-turut.
2. Bila suami tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.
3. Bila suami menyakiti badan / jasmani isterinya.
4. Bila suami membiarkan (tidak mempedulikan) isterinya selama enam bulan.

Bila ada salah satu dari keempat hal tersebut yang dilakukan oleh suami, sementara sang isteri tidak ridha dan mengadukan hal tersebut ke Pengadilan Agama, lalu pengadilan menerima dan mengabulkan pengaduan tersebut, maka jatuhlah thalak satu.

Saudara J yang saya hormati, dari pertanyaan Anda, nampaknya memang ada salah satu poin dari keempat poin yang disebutkan dalam ta’liq thalak di atas, karena –menurut penuturan Anda- sang suami tidak memberi nafkah kepada isterinya selama 30 tahun. Namun seperti yang saya katakan di atas, isteri tidak memiliki hak untuk menjatuhkan thalak. Bila dia tidak ridha dengan kondisi seperti itu, lalu dia ingin memutuskan tali pernikahan, maka dia harus mengajukan gugatan ke pengadilan. Bila gugatannya disetujui hakim, barulah jatuh talak. Atau, dia bisa meminta suami untuk menceraikannya. Bila suami menyetujuinya dan kemudian menjatuhkan talak, saat itu barulah jatuh talak.

Jadi seorang isteri tidak bisa menceraikan suaminya seorang diri, apalagi tanpa sepengetahuan suami seperti yang Anda katakan di atas, kecuali bila dia mengajukan gugatan ke pengadilan dan gugatannya itu disetujui oleh hakim.

Dalam kasus yang Anda tanyakan, saya tidak melihat adanya salah satu dari kedua hal yang saya sebutkan pada paragraph sebelumnya, yang dapat menyebabkan jatuhnya talak. Karena itu, -menurut hukum Islam- sepasang suami isteri tersebut masih terikat dalam ikatan pernikahan yang sah, sehingga sah-sah saja bila mereka masih tinggal satu rumah dan masih tidur satu ranjang.

Namun bila yang Anda maksud dalam pertanyaan di atas adalah bahwa sang isteri telah mengajukan gugatan ke pengadilan karena dia tidak ridha dengan sikap suami yang tidak menafkahinya selama 30 tahun, kemudian gugatan itu disetujui oleh pengadilan hingga jatuhlah talak satu, maka haram hukumnya mereka tinggal satu rumah lagi, apalagi tidur satu ranjang. Wallaahu A’lam….